Ternyata bukan kloramfenikol
(an introduction to the first line therapy for typhoid infection)
Pernahkah anda mengalami demam lebih dari seminggu? Mulanya seperti orang mau flu, akan tetapi demamnya secara umum muncul sore dan malam hari. Tidak disertai gejala batuk pilek. Demamnya sukar turun walau minum obat dan disertai nyeri kepala hebat. Perut terasa tidak enak, dan tidak bisa buang air beberapa hari….? Kalau anda mengalami gejala yang demikian, boleh jadi anda sedang mengalami (gejala) tifus. Boleh jadi? Iya, boleh jadi (baca: kemungkinan, dan belum bisa dipastikan). Gimana cara memastikannya? Anda harus memeriksakan diri ke dokter, bukan ke yang lain. HARUS KE DOKTER…!
Mengenal tifus
Penyakit tifus merupakan salah satu jenis penyakit infeksi.
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh agen penginfeksi “infectious agents” yang terdiri dari bakteri, virus, jamur, maupun protozoa tertentu.
Nah, penyakit tifus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang menginfeksi saluran pencernaan. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif. Sebagaimana halnya penyakit infeksi umumnya, penyakit ini juga dapat menyebabkan demam (mengapa bisa demam? kapan-kapan kita bahas 😆
Antibiotik pilihan untuk tifus pasca resistensi kloramfenikol
Antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk membunuh bakteri penyebab infeksi. Dalam ilmu farmakologi, ada beberapa golongan obat antibiotik dengan tujuan penggunaan yang berbeda masing-masingnya. Penggunaan antibiotik adalah sangat penting untuk mengobati penyakit infeksi (baca: membunuh bakteri penyebab infeksi), karena selagi bakteri penginfeksi masih aktif maka gejala penyakit akan tetap muncul.
Dalam ilmu farmakoterapi, setiap penyakit dibahas dengan strategi terapi dan obat-obat pilihannya. Dalam hal pemilihan obat, ada urutan-urutan pilihan obat berdasarkan prioritasnya. Ada obat pilihan utama yang harus diprioritaskan dibandingkan dengan obat sejenis lainnya dengan tujuan yang sama. Dan untuk kasus tifus, antibiotik pilihan utamanya adalah Ciprofloxacin (golongan fluoroquinolone) atau Ceftriaxon (golongan cephalosporin). Resistensi terhadap kloramfenikol yang sudah terjadi sejak beberapa dekade terakhir menjadi alasan ditinggalnya antibiotik ini untuk pengobatan tifus
Ciprofloxacin (untuk dewasa) dan Ceftriaxon (untuk anak-anak) merupakan antibiotik pilihan utama untuk kasus typhoid infection.
Dokter, jangan kloramfenikol lagi ya please…
Salah satu wacana penting dalam dunia kesehatan adalah Evidence Based Medicine (EBM), yaitu *sederhananya* pengobatan berdasarkan dasar ilmiah yang kuat, dan salah satu manifestasinya adalah penggunaan obat yang tepat yang memang terbukti sebagai obat pilihan “the drug of choice”. Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini, sudah sangat banyak literatur di bidang kesehatan yang mengatakan bahwa kloramfenikol bukan lagi merupakan obat pilihan utama “first line therapy” untuk infeksi tifoid, melainkan Ciprofloxacin atau Ceftriaxon.
Berikut beberapa diantaranya:
Handbook of Antimicrobial Therapy (17th ed), 2005
Martindale: The Complete Drug Reference (35th ed), 2006
Treatment of typhoid fever has generally been with chloramphenicol or alternatively amoxicillin, ampicillin, or co-trimoxazole. However, there has been a spread of strains of S. typhi resistant to chloramphenicol, ampicillin, amoxicillin, trimethoprim, and co-trimoxazole, especially in the Indian subcontinent, in the Middle East, and possibly in South and South-East Asia. Fluoroquinolones, such as ciprofloxacin, or third-generation cephalosporins, such as cefotaxime, ceftriaxone, and cefoperazone, are effective for typhoid fever due to multiresistant strains
The risk of life-threatening adverse effects, particularly bone-marrow aplasia, has severely limited the clinical usefulness of chloramphenicol, although it is still widely used in some countries. It should never be given systemically for minor infections and regular blood counts are usually advisable during treatment. The third-generation cephalosporins replaced chloramphenicol for many of its former indications. There are consequently few unambiguous indications for the use of chloramphenicol. It has been used in severe typhoid and other salmonellal infections, although it does not eliminate the carrier state.
Pharmacotherapy Handbook (7th ed), 2009
Artikel ilmiah dari jurnal bereputasi
Khusus untuk kloramfenikol sendiri, sebenarnya ia termasuk obat dengan efek samping yang “life threatening” dan sudah terjadi resistensi, termasuk di wilayah Indonesia *disamping rasanya yang pahit setengah mati* (saya jadi ingat sempat mencicip obat ini waktu praktikum Kimia Farmasi Kualitatif, pahitnya maaak… minta ampun…). Tapi jangan salah kaprah ya, pahitnya obat tidak boleh menjadi alasan untuk menolak suatu obat. Sambil berdoa semoga resistensi kloramfenikol sudah semakin berkurang sehingga bisa bangkit dan menjadi obat yang efektif kembali untuk mengatasi tifus
Pak Apoteker, Bu Apoteker… Ingatkan dokternya ya…
Perihal pemilihan obat yang tepat sudah merupakan areanya farmasis saat ini. Tepat obat merupakan salah satu aspek asuhan kefarmasian “pharmaceutical care” yang seharusnya digawangi oleh apoteker. Sehingga, sudah selayaknya terjalin komunikasi yang baik berdasarkan spesialisasi keprofesian antara dokter dengan apoteker. Dengan demikian kedua belah pihak dapat berusaha mengedepankan keberhasilan terapi bagi pasien berdasarkan keahlian masing-masing.
Update 2019: Beberapa artikel ilmiah terbaru di beberapa negara (seperti India) melaporkan bahwa efektivitas kloramfenikol terhadap bakteri penyebab tifus (Salmonella typhi) semakin membaik. Hal ini diperkirakan terjadi karena penggunaan ciprofloksasin yang sangat masif dalam pengobatan tifus. Sebaliknya, efektivitas siprofloksasin justru semakin menurun sebagai dampak dari konsumsi obat tersebut. Untuk Indonesia, sepertinya data ini perlu dikonfirmasi melalui penelitian ilmiah.
featured image credit: https://www.freepik.com/yanalya
- ITalk Episode 2: Belajar di Negeri Kangguru dengan Beasiswa - April 20, 2021
- Solid Dispersions of Famotidine: Physicochemical Properties and In Vivo Comparative Study on the Inhibition of Hyperacidity - August 9, 2020
- Menjadi “orang kimia” itu… (Refleksi satu tahun penelitian kimia farmasi) - March 7, 2020
Asop
Hooooooo… 😮
Jadi begitu toh? Wah wah wah,,,,, harus hati2.. 😀
liza
wah saya baru tahu nih bang (ketahuan ngga update)
thanks banget atas infonya ya, selama ini yang saya tahu kloramfenikol yang menjadi DOCnya demam tifoid, eh ternyata sudah berubah. siip deh,…
yoriyuliandra
Ow… nice to hear that…
This posting is some kind of souvenir from a pharmaceutical workshop on how to solve drug related problem few days ago 🙂
Perkembangan obat emang sangat pesat, sehingga kita harus jadi life-long learner
rhinie chan
good respon yori..
seminar dan workshop seperti minggu lalu memang seharusnya rutin dilakukan di farmasi…
yang baru memang harus selalu diberitakan,biar kita gk katrok alias ketinggalan sm dunia luar…
two thumbs up for you
yoriyuliandra
Thanks unirhiniechan…
Yup, we have to keep updated 🙂
Ridho
hmmm.. pentingnya selalu update+punya buku2 baru.. ^^
yoriyuliandra
Yupz… that’s what we call “life-long learner” (one of the seven stars of pharmacist)
alrisblog
wah harus hati2 ya. salam
delia4ever
Terima kasih infonya…
biasanya ada apa2 sikit langsung nanya ke sepupu.. 😀
yoriyuliandra
Iya kita harus jadi pasien yang cerdas: tindakan pertama ketika menderita suatu penyakit adalah dengan memeriksakan diri kepada petugas kesehatan… 🙂
rose
serasa kek kuliah lagi…. ^^
n charina
ternyata bner2 msti life-long leaner yaaaaa jd inget ma pa WAYAN…. katanya klo ga ngelakuin the seven stars of pharmacist tar ga bakalan d akui sbg seorang pharmacist…..ga up-date…. maksi ya mas … ku bru tw neeehhh
januar
betul kita juga harus berusaha update dengan informasi karena toh golongan amfenikol juga dapat menimbulkan efek samping yang berat berupa anemia aplastik yg fatal.
dan tak jarang banyak dokter yg merasa paling pintar dan merasa selama ini laku laku saja menjadi tidak mau diajak berkomunikasi oleh kita, padahal ilmu itu selalu update dan perkembangan obat tidak pernah berhenti….
saran saya sih bagi para dokter tetap update dan selalu mengedepankan kesehatan pasien….
toh masih ada antibiotik seperti sefalosporin (cefixime dan ceftriaxone) yang mempunyai efek samping rendah tapi lebih poten. begitu juga golongan quinolon(ciprofloxacin dan levofloxacin) walau penggunaan pada anak anak dibawah usia 18 tahun tidak diperbolehkan.
keep updating ur knowledge frds……:)
januar
08988252646
Hafshah Zone
hehe, iya sih, tapi dalam kondisi klinis, barang kali kita tak semudah itu menyalah2kan dokter, sebab, kadang2, kondisi klinis pasien memang berbeda dengan teori. Tidak semua dokter salah dan tidak bijaksana dalam mengambil keputusan. Bisa jd sj uji sensitifitas nya memang lebih sensitif kloram. Maka, menurut saya, perlu sekali kita sebagai farmasis melihat langsung kondisi pasiennya sebelum menyatakan ini salah atau ini benar. Dan lagi, pemberian antibiotik definitif bukan antibiotika empiris, agar resistensi antibiotika tidak semakin menjadi-jadi. Di negara kita ini, pola peresepan antibiotika memang sangat-sangat ‘aneh’. Ya memang sih uji kultur itu mahal, tapi…sebenarnya nyawa jauh lebih mahal kan yah? heuu…
*maaf,hanya nyeracau….
harliansyah
itu aturan minumnya gimana? berapa kali sehari?
tolong ya..soalnya saya lagi kena nih..T_T
pdhl minggu ujian.. 🙁
yoriyuliandra
aturan minumnya…? Hmm…
1. Pastikan dulu penyakitnya emang tifus atau nggak (sudah diperiksa sama dokter kan/sudah didiagnosa?).
2. Kalo hasil diagnosa memang tifus, maka dosis dan aturan minumnya (termasuk pemilihan obatnya) harus tepat berdasarkan hasil pemeriksaan dan harus disesuaikan dengan keadaan pasien
Intinya: periksakan diri dan komunikasikan dengan tenaga kesehatan anda
Rosdiana sinaga
Suami sy pns d medan. Mhon no wa nya kami mau konsul. Second opinion, dah 13 hari opname. Wa kami 081291441881. Ad yg ganjil dgn pnanganan pasien dr bpjs
tania
infonya sangat membantu,,boleh saya mengkopi tulisan anda untuk di share pada rekan2 mahasiswa? terimakasih
sari
tulisan yang menarik
kunjungi ini ya….
ira rz
kalo pada anak2 baa,da??
yechio
Wah, oke banget artikelnya, dikasih kutipan sumbernya juga, jadi lebih jelas. Terima kasih.
tikafaisal
jadi da, kalau misalnya ujian, bagusnya kita jawab sesuai yang kata dosennya atau kata buku? (seandainya beda loh,,)
#besok ujian
yoriyuliandra
tergantung, mana yang lebih pintar/benar: dosen atau buku *hhe, bcanda
selamat ujian by the way
Hafshah Zone
Wah, kalo kondisi begini, kalo ak sih lebih suka jawab sesuai dengan Jurnal ter-update (berdasarkan EBM = evidence base medicine). Liat ajah di cochrane. Hiihihi…
*gayaaa banget yaah ak. Haha…
**bcandaa ding…
Tapi yg jelas, buku bisa aja nda update (kan literatur tersier :D), dan dosen juga bisa jd nda update. Apalagi kitaaa yg jadi mahasiswaaa,,hihihi… 😀
tapi ak sih memang menyarankan mending dirujuk dr EBM terbaru…hehehe
#wlupun yg menyarankan juga belum tentu melaksanakan<– gubrak!
adnan
memang dewasa ini yang dijadikan dasar dalam pengobatan adalah EBM, akan tetapi harus juga dipertimbangkan kondisi individu dari si pasien serta penelitian tersebut dilakukan dimana serta banyak lagi lainnya
Hafshah Zone
katanya kloramfenikol nda resisten tuh d indonesia da, hihihi… *bikinrusuh
yoriyuliandra
iya, ada juga literatur kok yang menyatakan bahwa kloramfenikol masih efektif. Tapi tetap beresiko jika melihat tren resistensinya. Dan literatur pendukung pun juga harus dilihat tahun publikasinya *beserta muatan politisnya *eh **maksudnya
Hafshah Zone
Hehe, iya Da, memang sih.. Kloram ROTD/ADR nya juga lebih banyak dan dicurigai ADR nya itu tipe delayed (salah satunya bone marrow supressan) yang menyebabkann anemia aplastik irreversible dan gray baby syndrom jika digunakan pd bayi. dari WHO sendiri ada guideline kapan Kloram boleh digunakan kan Da? Ada 4 poin kalo nda salah… Hihi… 😀
sepakattt sm pendapat diatas… 😉
helen
kalau sudah sempat minum kloramfenikol bagaimana ya??… apa perlu diberhentikand an minum obat di atas?.. mohon arahannya..
yoriyuliandra
Kalau sudah terlanjur diberikan mungkin sebaiknya dilanjutkan saja sampai obatnya habis. Meskipun kloramfenikol bukan lagi pilihan utama dalam mengatasi infeksi tifoid, tidak otomatis berarti obat tersebut sama sekali tidak manjur. Setelah obat habis barangkali perlu diperiksa lagi kondisinya. Semoga lekas sembuh… 🙂
kyupz
maaf, cuma sekedar berbagi ilmu. memang dari evidense base terbaru, cloram trnyata uda bnyak yg resisten. tapi sya prnah mmbaca pnelitian yg d adakan d RS Saiful Anwar Malang dan RS dr Sutomo Surabaya, dan ternyata, kalau tidak salah, chloram d RS dr Sutomo masih efektif, bahkan cipro yg kurang efektif, sedangkan yang terjadi di RSSA adalah sebaliknya. Untuk itu, sebaiknya para dokter mengambil kiblat sesuai daerah masing2. CMIIW
adnan
memang benar apa yang disampaikan di atas..oleh karena itu disetiap RS harus melakukan evaluasi terus salah satunya dengan melakukan peta medan kuman
adnan
A meta-analysis found that azithromycin appeared to be superior to fluoroquinolones and ceftriaxone with lower rates of clinical failure and relapse respectively. Although the data did not permit firm conclusions, if further studies confirm the trend, azithromycin could become a first-line treatment….ini merupakan salah satu jurnal tentang typhoid…tq
yoriyuliandra
Terima kasih atas tambahan dan masukannya.
Sepertinya kita memang harus stay up to date dengan perkembangan terbaru dunia obat-obatan. Tulisan blog ini saya tulis tahun 2010, berselang beberapa tahun berikutnya barangkali tren pengobatannya sudah berubah. Kiranya, karena itulah tenaga kesehatan harus menjadi life-long learner.
Meskipun demikian, pada dasarnya kita memang harus memahami bahwa dasar pemilihan suatu obat sebagai lini pertama, kedua, dan seterusnya pada suatu daerah atau negara adalah tidak hanya berdasarkan efektivitas semata, tapi juga faktor lain seperti faktor keamanan, bahkan juga termasuk faktor ketersediaan obat dan, tidak jarang, juga faktor harga. Thanks anyway 😉
akoze
dulu saya periksa typoid pertama pake antibiotiknya cefadroxil 500mg 2×1, lalu typoid yang kedua saya diresepi levofloxacin 1×1,ngaruh ga sih kalau kita ganti2 antibiotik terus kalau penyakitnya sama
Cindy
Mau tanya, kloramfenikol boleh dikonsumsi oleh anak umur di bawah 5 tahun? Kalau tidak boleh, apa alasannya? apa efek yang didapat kalau anak umur di bawah 5 tahun minum kloramfenikol? waktu itu saya umur 1 tahun dan demam biasa saja, tp dokternya salah kasih resep obat, yg di kasih ke saya resep bertuliskan obat utk penyakit tipus, kemicitine cair, diminum 4kali sehari dengan dosis setiap minum 2setengah sendok teh. saat saya diperiksa dokter, dokter tersebut juga memeriksa 2 pasiennya secara bersamaan, dan saat itu yang diperiksa bersama saya ada anak umur 10tahun yang menderita sakit tipus.
Terima kasih.
yoriyuliandra
1. Kalau pertanyaannya boleh atau tidak, jawabnya adalah boleh boleh saja. Tapi pemberian kloramfenikol dapat dilakukan jika pilihan obat antibiotik lain yang lebih baik tidak tersedia. Rekomendasi seperti ini diberikan karena risiko efek samping kloramfenikol yang sangat dikhawatirkan, apalagi pada anak-anak, misalnya gangguan sum sum tulang dan masalah pada homeostasis darah. Bayi yang baru lahir tidak disarankan untuk menerima kloramfenikol.
2. Kita nggak bisa juga bilang dokter salah kasih resep, atau bilang bahwa yang dikasih dokter adalah obat tipes. Karena suatu obat umumnya dapat mengobati beberapa jenis penyakit; suatu antibiotik umumnya efektif untuk beberapa jenis bakteri.
3. Kalau dokter periksa 2 pasien sekaligus, mungkin ada alasan tersendiri yaa…
3.
fatim
maaf mas, referensi “kloramfenikol memiliki efek samping yg mengkhawatirkan, khususnya anak-anak” dikutip dari mana?
saya sedang mencari sumber2 terkait antibiotik S.typhi, terimakasih sebelumnya 🙂
yoriyuliandra
Banyak sekali literatur dan riset global yang tidak mendukung penggunaan kloramfenikol untuk anak-anak. Sila di googling aja.
Namun disini saya kasih satu deh: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/9924573/
Terima kasih sudah berkunjung dan bertanya
fatim
iya benar mas, setelah cari2 dan baca2, namun sy lebih banyak mengulas yg dari daerah2 di Indonesia.. waaah, trimakasih banyak ya mas… sangat membantu 🙂
semoga ilmunya berkah dan pahalanya terus mengalir, aamiin..
indra
Sdr yori,untk anak doc-ny ceftriaxon inj.untk obat oral apa y?dan efek sampingny apa.bagaimana dg thiamfenikol?untk kloramfenikol fakta resistensiny bs baca dmn(peta kuman dll)?.thanks before
yoriyuliandra
Obat oral untuk anak-anak bisa digunakan Azitromisin (untuk anak-anak), dalam bentuk suspensi oral (tablet juga ada. Regimennya 20 mg/kgBB sekali sehari selama 5 sampai 7 hari. Efek sampingnya secara umum adalah gangguan pencernaan.
Resistensinya sudah lumayan luas. Banyak sekali data pendukungnya. Bisa dibaca di buku farmakoterapi, dan dihimpun dari banyak sekali penelitian dan artikel ilmiah.
Andri Yolan Timor
maaf mas…itu literatul tahun adopsi buku nya tua bgt.. 2006 n 2007…
yoriyuliandra
Heee… Iya, lumayan tua. Tapi waktu tulisan ini dibuat, literatur itu masih muda lho, belum setua sekarang. Post ini ditulis tahun 2010
Jum'ah
Saya kena tipes dan selalu dikasih kolramfenikol sama dokternya….
berselang 2 minggu tipes sy kambuh lagi, malah dikasih antibiotik yang sama, antibiotiknya habis dan sy ke rmah sakit lg, dam lagi2 di kasih antibiotik yg sama….
kupret
udah nasib bos, anda pasti ke dokter yang kaga bonafide..
kalo ente dah positif pasti tipes beli aja ciprofloxacin 500mg minum sehari 2x selama 7 hari. kalo mau joss beli yang paten ciproxin tapi mahal. Yg ane heran kog rumah sakit jarang yang punya test TUBEX ya, banyakan masih widal mulu padahal banyak errornya nih
pahlawan indonesia
@kupret, “positif pasti” artiny ud cek lab. Lagian kl mau pas cek nya kan periksa dlu. Jgn nanti cek hasil negatif ud keluar uang banyak cuma karena keyakinan tanpa observasi yg benar.
Rs jg kan ada kelasny bro, membandingkan antara cost dan efektifitasny. Kalo mau bagus yg rs bonafid jg banyak. Alatny canggih2 tp y siap cost lebih banyak. Apa masyarakat ramai itu mampu? Secara bayar bpjs aja ud komplen apalagi mau asuransi yg bonafid
pahlawan indonesia
Pasien jg hrusny komunikatif dung, msak dikasih obt itu terus, tetep diem aja.
Yoadit
Kalau Thiamphenicol itu juga untuk penyakit tipus bukan dok? trims atas jawabannya.
lilo
Untuk cloramphenicol dan Thiamphenicol apakah sama
lilo
Untuk Thiamphenicol apakah sama
luxthione
Terima kasih