Sinusitis, a very unpleasant story to tell (part 1 of 3: Bakti Farmasi, and what it brings)
Judulnya pake bahasa kampung saya, tapi isi tulisannya bahasa kita-kita aja ya, nggak kuat pake bahasa kampung (udah lama nggak pulkam sih… *hee… masih di awal tulisan udah intermezzo aja. Oh ya, kalau dibahasaIndonesiakan, judulnya kira-kira begini: Sinusitis: cerita yang sangat tidak menyenangkan (bagian 1 dari 2: Bakti Farmasi, serta apa yang diakibatkannya) <– Kok saya seolah-olah menganggap pembaca nggak ngerti bahasa Inggris yaa… *peace
Berburu informasi tentang gejala sinusitis
Googling semua hal tentang sinusitis menjadi kerjaan saya beberapa waktu yang lalu, sambil menahan rasa pusing dan sakit kepala hebat tentunya. Sebelum menemui dokter spesialis THT untuk berkonsultasi tentang kondisi kesehatan saya, saya bisa sedikit menebak bahwa gejala penyakit yang saya rasakan barangkali adalah sinusitis, yaitu peradangan rongga sinus di sekitar hidung bagian dalam. Hasil googling kebanyakan menyajikan penjelasan panjang lebar tentang sinusitis, meliputi gejala, diagnosis, pengobatan, pencegahan, dan lain sebagainya. Sayangnya sedikit sekali tulisan yang bercerita tentang pengalaman pasien dengan penyakit ini, seperti yang akan saya tulis berikut ini. Mungkin gejala penyakit antara pasien yang satu dengan pasien yang lainnya akan berbeda, tapi setidaknya apa yang saya sampaikan berikut ini memang nyata terjadi pada kondisi sinusitis.
Kelelahan: bisa memicu sinusitis?
Awalnya saya hanya demam, dan mungkin tidak ada yang spesial dengan demam ini. Saya sepenuhnya dapat memahami dan menerima konsekuensi demam tersebut karena padatnya aktivitas di kampus maupun di luar kampus serta cuaca yang sangat mendukung untuk demam. Seminggu sebelumnya saya juga ambil bagian dalam kegiatan Bakti Farmasi XXVIII yang dilaksanakan di Jorong Padang Panjang, Nagari Pariangan, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar – Sumatera Barat. Acara tahunan yang dilaksanakan selama 3 hari tersebut mengharuskan kami berkemah di lokasi acara dengan puluhan tenda. Sayangnya, hujan senantiasa menemani di setiap malamnya. Tidak mengherankan sebenarnya, sebab acara ini dilaksanakan pada bulan ber ber ber (berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana acara ini dilaksanakan sekitar bulan Maret). Statistik saya mencatat bahwa acara tahun ini merupakan acara Bakti Farmasi terbasah yang pernah saya ikuti sejak tahun 2004. Bahkan semua tenda kami menjadi tidak layak huni dan tas yang berisi pakaian dan perlengkapan lainnya harus kami relakan basah atau bahkan terendam.
Setelah menyelesaikan kegiatan bakti 3 hari di negeri orang, saya tidak bisa langsung balik ke kampus karena ada sesuatu yang harus diurus di kampung (di Payakumbuh). Sebut saja urusan pemberkasan CPNS. Dua setengah jam perjalanan bus ke kampung yang semestinya bisa digunakan untuk tidur dan beristirahat tidak dapat saya maksimalkan. Rasanya pemandangan di sepanjang perjalanan jauh lebih memikat mata daripada memejamkannya (ini penyakit lama: susah tidur di perjalanan). Singkat cerita, segera setelah urusan tersebut selesai keesokan harinya, maka hari itu juga harus langsung balik ke Padang dan menyerahkan berkas lengkap tersebut ke kampus. Capek? Ya lumayan, lebih dari sekedar lumayan. Ah… ceritanya melenceng jauh ya, kembali ke topik utama: sinusitis.
Gejala yang dirasakan
Kembali ke cerita awal: saya demam beberapa hari setelah menyelesaikan urusan Bakti Farmasi, pulang kampung, pemberkasan CPNS, dan lainnya. Sejujurnya, awalnya saya sangat malas untuk memeriksakan diri ke dokter. Apalagi ketika saya mengedepankan ego sebagai seorang apoteker “pakar obat”. “Pilih dan beli obat sendiri aja insyaAllah bisa kok…” gumam saya. Secara teoritis, kasih antipiretik aja semisal parasetamol bakalan hilang kok demamnya. Dan betul, demamnya hilang. Malangnya, sang demam muncul lagi keesokan harinya, namun dia tidak sendirian. Dia kembali dengan membawa sakit kepala, dan juga membawa serta si batuk, atau lebih tepatnya batuk berdahak.
Mencoba swamedikasi: pengobatan sendiri
Dengan kembali mengedepankan ego saya sebagai “pakar obat”, maka saya mendiagnosis diri sendiri bahwa saya sudah terinfeksi bakteri dan kemudian memutuskan untuk meminum obat antibiotik, dan pilihannya jatuh ke: CIPROFLOXACIN 2 x 500 mg selama 3 hari. Beberapa waktu sebelumnya saya juga pernah menderita batuk infeksi yang disertai demam, dan obat ini sangat manjur.
Selama 3 hari meminum antibiotik, gejala penyakit saya bertambah dengan pusing. Barangkali ini adalah pertama kalinya saya menyadari bahwa beginilah rasanya pusing itu, atau istilahnya lightheadedness. Pusing itu sangat tidak mengenakkan: semuanya berputar, serasa melayang, dibawa tidur pun tidak menyelesaikan masalah. Saya mencoba membanding-bandingkan antara pusing dengan sakit kepala: pilih mana? Setelah dipikir-pikir lebih baik sakit kepala daripada pusing seperti ini. Namun, sakit kepala beberapa hari berikutnya betul-betul menyadarkan saya bahwa saya keliru. Ternyata nyeri sakit kepala itu bisa nyeriiiii sekali (istilahnya severe pain). Nggak mungkin dong saya terus-terusan minum obat antinyeri, bisa-bisa hati saya hancur, maksudnya organ hati saya bisa rusak đŸ˜‰ Oh ya, ternyata 3 hari meminum antibiotik tidak dapat membunuh kuman yang sedang menginfeksi saya. Buktinya, saya tetap merasakan demam, sakit kepala, pusing, dan batuk berdahak.
Hampir 2 minggu lamanya saya merasa bukan 100% saya. Meskipun tidak sakit parah yang mengharuskan saya dirawat inap di rumah sakit, tapi saya praktis tidak bisa berbuat banyak. Duduk aja pusing, apalagi dibawa membaca, atau boro-boro mengerjakan thesis. Tapi, lucunya, saya sempat-sempatnya masuk ke kampus memberi kuliah pada hari itu, tepatnya hari Minggu (maklum, kelas weekend). Awalnya sudah mau minta izin untuk tidak masuk, tapi karena ini adalah pertemuan pertama dan saya sudah berjanji sekitar seminggu sebelumnya, maka saya tetap masuk. Apalagi jika saya membayangkan kekecewaan mahasiswa yang telah rela meninggalkan pekerjaan mereka, atau lebih tepatnya pekerjaan rumah tangga mereka, tetapi ternyata dosennya tidak datang, akhirnya saya tetap masuk. Oh iya, mahasiswa ini rata-rata berumur 30an dan sebagian besarnya sudah berumah tangga, dan pastinya di hari Minggu itu banyak sekali pekerjaan rumah tangga mereka.
Solusi terbaik: visit an ENT specialist
Setelah hampir 2 minggu penasaran dengan penyakit yang saya alami dan bergulat dengan rasa sakit, batuk, dan pusing, barulah saya memutuskan bahwa saya harus memeriksakan diri ke dokter THT. Sebelum bertemu dengan orang pintar ini, saya mencari tinjauan pustaka terlebih dahulu sehubungan dengan gejala penyakit yang saya alami (tinjauan pustaka, terasa sekali hawa thesis-nya yaaa). Selain googling, bertanya ke mantan pasien sinusitis atau ke relasi mahasiswa kedokteran juga saya lakukan, tapi dengan catatan bahwa saat itu saya belum tau pasti bahwa saya menderita sinusitis.
Bagaimana “diskusi” saya dengan dokter? Pemeriksaan apa saja yang dilakukan oleh dokter THT tersebut? Obat apa yang diresepkan oleh dokter tersebut? Bagaiamana hasil pengobatan saya? Apakah saya masih merasakan gejala demam, pusing, sakit kepala, batuk selama pengobatan? Simak di kisah selanjutnya di part 2.
- ITalk Episode 2: Belajar di Negeri Kangguru dengan Beasiswa - April 20, 2021
- Solid Dispersions of Famotidine: Physicochemical Properties and In Vivo Comparative Study on the Inhibition of Hyperacidity - August 9, 2020
- Menjadi “orang kimia” itu… (Refleksi satu tahun penelitian kimia farmasi) - March 7, 2020
Wanna being Clinical Pharmacist :P
Hemmm saia tertarik berkomentar karena hawa2 Strick soal penggunaan antibiotika nih Daa….
KOmentarnya berupa pertanyaan, Da.
1. Kenapakah pilihannya jatuh pada Ciprofloxacin Da?
Menurut EBM yg available (halaaaaahhhh, gayaa bangeeettt…. Sekali lagi, ini karena saia lagi “ngerecokin” orang pintar dengan berbagai EBM. Kadang mereka kabuurrr bin ngacir setiap dimintai EBM, kadang mereka memang membuat saia puas dengan jawaban mereka, hehehe…), untuk sinusitis kuman yang sering menyinggahi saluran nafas atas, dan Sinusitis laah khususnya, adalah Staphylococcus pneumoniae atau Haemophyllus influenza, dan antibiotika sebagai first choice nya adalah Amoxicillin Clavulanat atau the second line nya cefuroxime, Da. Saia yakin, ada pertimbangan ilmiah kenapa pilihannya Ciprofloxacin. Mending langsung kultur ajah sekalian Da, biar tau kuman spesifiknya apa dan antibiotika yg sensitif. Ehehehe, gayaaa bangeeeettt nih yeee… đŸ˜›
Kulturrr kan mahaaall yaahh….
sebenernya, entry point nya adalah, berharap ini menjadi perhatian pemerintah. Soalnya, resistensi antibiotika ini adalah hal yang sangat fatal, di samping tidak ada penemuan antibiotika baru yang bener-bener signifikan. Adanya cuma modifikasi dari yg udah ada.
2. Severe pain? Hemm… berapa Skala nyeri nya menurut VAS (visual analog scale) da? maybe need tramadol atau morphin. wkwkwkw đŸ˜€ kidding… Tapi menurut saia, anti nyeri maahh penting da, meningkatkan kualitas hidup pasien. Hasyaaaaahhhh!
*maaf yah Da, saia ngerecokin bangeeettt…. Padahal, saia juga ndak tau banyak niiih…. Jd sangat mungkin apa yg saya cerocoskan ini salah. Hehehe đŸ˜€
Wanna being Clinical Pharmacist :P
Tampak2 nya bukan “wanna being clinical pharmacist”grammer nya yah? wanna be a clinical pharmacist kali yah? hehe. tapi satu hal yg saia tau, Semua orang kemungkinan besar menengerti maksudnya…. HAhahaha đŸ˜€
yoriyuliandra
1. Kenapa ciprofloxacin? nggak ilmiah2 juga sih, karena sakitnya dikira sama dengan demam/batuk infeksi sebelumnya, dimana cipro sgt efektif. Eh, ternyata jenis penyakitnya beda, dan mungkin agen penginfeksinya beda juga. Kultur? sangat tidak lumrah untuk sinusitis, apalagi pada pengobatan pertama. Tau nggak saya dikasih antibiotik apa oleh dokternya…? Tunggu ya… part 2
2. Severe, bintang 5 deh. Kalo pada VAS, mgkin cocoknya adalah wajah menangis berlinang air mata, kening berkerut, mulut seperti ini –> đŸ˜¥ .Nyerinya memaksa kita merebahkan badan dan berguling2 selama 1 jam lebih. Barangkali perlu tramadol.
Jadi, part 1 ini ceritanya saya belum ke dokter. Pasti banyak yang nggak sesuai dengan idealita. So you should read the next part of this story, perhaps, the best part.
Wow… Panjang komentarnya sebanding ya dengan panjang tulisannya
yisha
hikssssssssss……………kaka sakit ya? đŸ˜›
yoriyuliandra
hiksss.. jadi sedih juga…
But now I am me again… alhamdulillah…
Rahima Syamun
ternyata ini alasan uda dak muncul di permukaan ya daaa,
hehehe semoga diberikan kesembuhan udaaaa. aamiin
yoriyuliandra
Ya, sort of…
Amin, mudah-mudahan gejalanya tidak muncul kembali…
Fanny Novia
Da Yori, I wanna ask you something..kalau waktu sakit itu uda ga ngerasain uda itu adalah uda *lho, kok jadi bingung*, jadi sebenarnya siapa da?hahaha..jadi muter2…
Jadi sekarang gimana keadaan uda? udah sembuh?
yoriyuliandra
Haha… Ya, I wasn’t me who used to be happy, cheerful, having lots to do with a bunch of plannings, and many more.
Sembuh??? Hmm… kasih tau gak eaa… *Tunggu part 2… đŸ˜‰
Fanny Novia
yaaa, nyaingin cerita breaking dawn ternyata da Yori…hahaaa..iya iyaa, ditunggu…
Sugeng
Membaca tulisan nya (meskipun dengan bahasa menyeramkan) saya merasa enjoy membacanya. Namun membaca komentar pertamax, waduh jadi ikut sakitkepala aku mas đŸ˜†
Semoga cepat sembuh dan menemukan obat nya
tapi herannya tabib koq gak bisa membuat ramuan obat kuat untuk sendiri ya đŸ˜•yoriyuliandra
Hehee… komentarnya untuk yang bisa ngerti aja… Barangkali untuk sebagian orang yang tersesat ke halaman ini, komentar seperti itu juga berarti sesuatu.
Amin… Trims đŸ˜‰
Wanna Be a Clinical Pharmacist :P
Deuuh…deuhh…deuuhhh…
Mungkin saia memang sulit dimengertii… hihihi đŸ˜€
*becandaa
temen2 FLP juga sering protes, katanya “males baca tulisan ini kalo udah ‘begini’!. Tapi baiklaahh, karena sebagian masih ada yg memahami, bahkan jauh lebih memahami dibanding saia sendiri, jadi saya cukup senang đŸ˜€ wkwkwk
nayla
saya juga memiliki keluhan tentang sinusitis
kalo pas dingin hawanya, nafas terasa sesak
dah besar sinusnya
apa kirakira obat yang manjur dan agar tidk kambuh bisa gak ya?
trimakasih
yoriyuliandra
jika sinusitis terjadi akibat alergi (misalnya alergi dingin), maka faktor penyebab tersebut yang menjadi sasaran utama. Sedangkan gejala peradangan, sesak nafas, dll itu akan berkurang/hilang sendirinya kalau faktor penyebab sudah hilang.
Untuk mengatasi alergi: Hindari kontak dengan alergen, sedapat mungkin. Hindari cuaca dingin, hujan2an, dll. Sedangkan pengobatan untuk alergi bisa menggunakan obat antialergi.
Bagaimana pun, saya sangat menyarankan untuk memeriksakan diri ke dokter, supaya kondisi penyakitnya dapat dipastikan dan diterapi dengan baik.
Tunggu cerita part 2 yaa…
Sinusitis, a very unpleasant story to tell (part 2 of 3: Visiting a doctor) | Yori Yuliandra | think like a learner
[…] Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan sebelumnya (part 1). […]
Sinusitis, a very unpleasant story to tell (part 3 of 3: The recovery process) | Think like a learner
[…] adalah bagian ke-3 dari tulisan saya tentang sinusitis. Tulisan pertama bercerita tentang bagaimana saya mendapatkan gejala penyakit ini, sedangkan tulisan kedua berkisah […]