Lalat dan Ketidakberdayaan Kita
Photo credit to yoriyuliandra © 2010Ketika melihat lalat, atau diganggu oleh lalat (eh, ada ya?), apa yang anda pikirkan? Mungkin kebanyakan di antara kita akan berusaha dengan keras untuk menjawab pertanyaan setengah serius tersebut, pun saya. Apa ya jawaban yang dikehendaki oleh pertanyaan seperti itu? Hmm… kalau saya, mungkin nggak kepikiran apa-apa, atau nggak spesial-spesial kali lah yang saya pikirkan, tidak muluk-muluk selain berusaha mengusir hewan yang menjijikkan tersebut. Tapi itu dulu. Sekarang saya dibuat teringat suatu hal yang bermakna ketika melihat serangga tersebut.
Adalah ayat yang ke-73 dari Al Qur’an surat Al-Hajj yang membuat saya tersentak betapa banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari hal-hal kecil dalam kehidupan. Surat yang ke-22 di dalam Al Quran tersebut ternyata tidak membahas tentang ibadah haji dan qurban saja, tapi juga terdapat suatu perumpaan yang luar biasa dari seekor lalat.
Pertanyaan tentang lalat
Untuk mendapatkan ibroh dan pelajaran dari ayat ini, coba Anda jawab 2 pertanyaan sederhana berikut terkait dengan lalat:
- Bisakah anda menciptakan seekor lalat?
- Bisakah anda mengambil kembali makanan anda yang berhasil dicuri oleh seekor lalat?
Kunci jawaban: 1) Tidak, 2) Tidak
QS 22(73)
Fakta dan jawaban tersebut di atas adalah sebagai gambaran betapa lemahnya kita di sisi Allah SWT, bahkan ketika dibawakan ke topik yang sepele: lalat!
73. Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.
Ayat ini pada dasarnya adalah perumpamaan yang Allah SWT berikan tentang manusia yang menyembah selain Allah, yaitu bahwa sekiranya semua tuhan-tuhan yang mereka sembah tersebut bersatu untuk membuat seekor lalat, maka niscaya mereka sekali-kali tidak akan bisa. Hal ini sebenarnya menggambarkan betapa lemahnya 2 pihak yang diceritakan dalam ayat tersebut, yaitu:
- betapa lemahnya manusia tersebut (termasuk juga kita)
- dan tidak kalah lemah pula tuhan-tuhan lain yang mereka sembah selain Allah ‘azza wa jalla
Anyway, terjemahan ayat ini sudah berulang kali saya dengarkan ketika berkendara Padang-Bukittinggi atau sebaliknya. CD Mishari Rasyid beserta terjemahannya yang sering saya putar selama perjalanan barangkali adalah teman di perjalanan yang sangat bermakna. Banyak cerita yang saya dengar selama perjalanan, banyak hukum-hukum dan syariat yang dibahas, dan juga perumpamaan-perumpamaan kecil yang kadang tepat sasaran dengan kondisi yang sedang saya alami. Berminat CD-nya??? Saya punya, dan bersedia memberikannya meminjamkannya 🙂
.
- ITalk Episode 2: Belajar di Negeri Kangguru dengan Beasiswa - April 20, 2021
- Solid Dispersions of Famotidine: Physicochemical Properties and In Vivo Comparative Study on the Inhibition of Hyperacidity - August 9, 2020
- Menjadi “orang kimia” itu… (Refleksi satu tahun penelitian kimia farmasi) - March 7, 2020
Alris
Betapa tak berdayanya kita. Semoga tetap jadi orang bersyukur, aamin.
Yori Yuliandra
Yapp, exactly. Ayat tersebut mengingatkan kita supaya terhindar dari sifat sombong