Menjadi “orang kimia” itu… (Refleksi satu tahun penelitian kimia farmasi)
- At March 07, 2020
- By Yori Yuliandra
- In Australiana, Blog, Story of Mine
4

Akhirnya saya berhasil mencemplungkan diri ke dalam dunia kimia dan melaksanakan penelitian di bidang kimia farmasi, sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Meskipun enjoy dengan mata pelajaran Kimia dan memperoleh nilai NEM yang terbilang sangat tinggi sewaktu SMA, trennya seolah berbalik saat saya kuliah di program Sarjana Farmasi. Saat kuliah, saya hampir selalu tidak memuaskan dengan mata kuliah yang mengandung kata “kimia”. ‘Ala qadarullah, takdir membawa saya ke jalan yang tidak cukup saya antisipasi, yaitu melakukan penelitian S3 di bidang kimia farmasi (PhD in Medicinal Chemistry). In short, setahun sudah saya melakukan penelitian dalam bidang kimia farmasi ini, menjadi “orang kimia” dan berkutat dengan pekerjaan seputar reaksi kimia lengkap dengan pernak-perniknya.
Berikut pengalamannya saya tuliskan sebagai gambaran detail aktivitas riset dalam bidang kimia farmasi, khususnya drug discovery. Warning, terdapat banyak gambar di dalam post ini. But don’t worry, semuanya punya rating G đŸ˜‰
Penelitian kimia farmasi: Is it challenging?
Secara umum, tidak ada yang sangat spesial dengan dunia riset yang saya jalani saat ini. Meskipun demikian, hal yang sangat luar biasa adalah keluar dari zona nyaman saya sebagai researcher pembelajar di bidang farmakologi dan memasuki dunia baru kimia medisinal. Membayangkan bahwa saya akan melakukan riset S3 di bidang kimia sempat membuat saya hampir KO.
Dengan pengalaman satu dekade belajar, riset, dan mengajar di bidang “farmakologi” dan dengan lebih dari 40-an orang mahasiswa bimbingan, saya jujur saja mengatakan bahwa kimia adalah bidang yang akan membuat saya seperti seorang newbie. Terang saja, saya hijrah dari dunia ‘pertikuspercobaan’ ke dunia baru per-reaksikimia-an (untungnya masih dalam tema “drug discovery”). Namun, bismillah, akhirnya saya masuki dengan mengumpulkan segenap rasa percaya diri. Dan memang sudah saya rasakan bahwa pekerjaan ini sangat menantang dan menjanjikan halang rintang yang pastinya tidak gampang.
However, saya sepertinya sudah mulai menikmati bidang ini, dan memang harus dinikmati. Dulu saya pernah (dan senantiasa) membuat klaim sendiri bahwa saya adalah seorang pembelajar yang cepat. Tak pelak lagi, klaim itulah yang saat ini menuntut pembuktiannya kembali. Untungnya, challenge ini, khususnya setahun pertama ini, berhasil saya lalui dengan excitements. Challenging, but exciting as well.
Inductions, lab lab and more lab works
Dengan rutinitas nge-lab yang lumayan penuh, skenario kerja saya dalam setahun pertama ini terbilang sangat intens dan nyaris full day dari jam 9 atau 10am hingga jam 5pm. Di tahapan awal ini, saya disuguhkan beberapa course online tentang chemical safety, work and health safety, dan beberapa induksi lokal pada beberapa labor dan instrumen yang relevan. Setelah menyelesaikan semua pelatihan yang diperlukan, dimulailah chemistry yang sebenarnya: getting ready to conduct synthesis reactions.
Pada fase awal pekerjaan nge-lab ini, saya memang betul-betul merasa awam. Kegiatannya dimulai dari hal-hal dasar seperti memotong pelat KLT, membuat campuran pelarut dengan rasio tertentu, belajar kembali tentang pelarut polar dan non polar, miscibility, dsb. Kemudian bekerja dengan hot plate, menggunakan berbagai jenis flasks and glassware, flushing dengan gas nitrogen, vacuum drying dengan rotary evaporator, dan masih banyak lagi. Menuliskan hal-hal basic ini sontak saja membuat saya bernostalgia betapa nol nya saya satu tahun yang lalu.
Untungnya, saya punya supervisor dan tim yang sangat sangat akomodatif. Mungkin ini yang disebut luck (which is nikmat Tuhan). Alhamdulillah for this particular blessing. Dalam setahun ini, saya berhasil bertransformasi dari nol hingga mampu melakukan reaksi sintesis sendiri dan berhasil mendapatkan produk reaksi yang murni. Dari nyaris tidak tahu tentang kromatografi lapis tipis yang merupakan kromatografi paling sederhana, hingga kemudian berhasil bekerja mandiri dengan microwave reaction dan flash chromatography. What a progress. Capaian ini pastinya tidak lepas dari lingkungan kerja yang suportif, not to forget.
Major work: synthesis reactions
Melakukan reaksi sintesis terbilang mengasyikkan dan menantang, despite hazardous dan beresiko. Karenanya, setiap reaksi yang akan dilakukan harus melalui risk assessment yang disetujui oleh supervisor. Asyik and so relieving ketika pada akhirnya produk yang diinginkan berhasil disintesis dan dimurnikan. Sedihnya adalah ketika perkerjaan dua bulan penuh berakhir dengan rubbish karena produk yang diinginkan tidak terbentuk atau terdegradasi di tengah reaksi. Not really a rubbish, karena masih ada pengalaman berharga di dalamnya. Namun tetap saja, it hurts. It does, ‘coz I’ve been there.

So, normally, pekerjaan sintesis kimia dilakukan dengan 2 tahapan utama: reaksi itu sendiri dan dilanjutkan dengan work up untuk mendapatkan produk sintesis yang diinginkan dan kemudian memurnikannya. Durasi totalnya bisa bervariasi mulai dari 15 menit hingga 2 minggu. Disclaimer: reaksi yang 15 menit itu adalah anugerah luar biasa, but one in a million.
Tahapan pertama reaksi sintesis terbilang cukup sederhana: campur, campur, panaskan atau atur pada suhu tertentu, trus aduk (nggak gini gini juga sih, it’s actually way more complicated than this). Sedangkan tahapan kedua sering memiliki potensi masalah karena perlu mengecek apakah semua bahan baku “starting materials” sudah tidak tersisa lagi, apakah senyawa baru berhasil terbentuk, bagaimana cara memisahkan produk yang diinginkan dari byproducts yang juga terbentuk, dan mengantisipasi terjadinya degradasi produk akibat faktor fisikokimia eksternal.
Dalam setahun ini, saya sudah melaksanakan sekitar 40 reaksi sintesis kimia. Jumlah yang sangat fantastis memang, apalagi jika mengingat bahwa ini masih merupakan tahun pertama saya, regardless of the fact that sekitar separuhnya adalah reaksi yang gagal karena tidak berhasil memperoleh produk yang diinginkan. Seorang rekan kerja di lab bahkan sudah sering bekerja dengan 3 hingga 5 reaksi seminggu. Baginya mungkin tidak terlalu sulit, karena sudah sangat berpengalaman dan sedang dalam tahap finishing studinya. Nevertheless, kira-kira begitulah ekspektasi kerja di lab kami.
Kromatografi dan metode purifikasi lainnya
Di sinilah saya mengetahui betapa pentingnya kromatografi lapis tipis (biasa disingkat dengan KLT, atau TLC dalam bahasa Inggris) dalam penelitian kimia farmasi. Hampir setiap reaksi akan memerlukan jasa dari pelat silika ini. Alasan utamanya sangat klise: praktis dan serbaguna. Ia dapat dipakai untuk mengetahui apakah suatu senyawa adalah murni tanpa pengotor, apakah suatu reaksi sudah membentuk senyawa baru, apakah bahan baku pada suatu reaksi sudah fully converted, dsb. Nyaris tiada hari tanpa TLC.
Teknik prep TLC juga sudah pernah saya coba. Teknik ini memiliki prinsip dan cara kerja yang sama dengan TLC, hanya saja media kromatografinya berupa pelat kaca berukuran besar. Kromatografi kolom secara manual pun juga sudah beberapa kali saya lakukan, walaupun metode ini kurang ideal karena merepotkan dan tidak bisa ditinggal bekerja sendirian, namanya juga “manual”. Apa boleh buat, saat itu alat flash chromatography kami tiba-tiba bermasalah sehingga harus diperbaiki dan memakan waktu 1 bulan.
Dengan alat flash chromatography, proses purifikasi produk reaksi menjadi lebih cepat dan semi otomatis. Karena itulah alat ini menjadi salah satu primadona di lab kami. Saat seseorang selesai bekerja dengan alat ini dan mendapati banyak sekali tabung reaksi yang terpakai untuk menampung larutan hasil pemurnian, kami biasanya berseloroh “have fun…!“. Larutan hasil kromatografi yang ditampung dalam tabung-tabung reaksi ini harus diidentifikasi dengan menggunakan KLT. Endingnya, pulang telat dan hari sudah gelap (apalagi saat winter).
Kromatografi memang merupakan metode pemisahan yang paling populer, namun tidak selalu ideal. Ada kalanya suatu produk lebih baik jika dimurnikan dengan rekristalisasi atau bahkan sekedar filtrasi. Mayoritas workup reaksi sintesis juga kadang memerlukan teknik pemurnian lain seperti ekstraksi dengan pelarut dalam pH tertentu, pemisahan dengan corong pisah, atau metode lain seperti dekantasi dan triturasi.
NMR dan MS spectroscopy
Alat NMR (Nuclear Magnetic Resonance) yang tersedia untuk lab kami merupakan suatu kemewahan yang luar biasa. Saya tidak pernah membayangkan akan pernah bekerja dengan alat canggih semi robotik ini dan menganalisis ratusan sampel dalam satu tahun. Indeed, setiap reaksi sintesis yang dilakukan pasti akan memerlukan teknik spektroskopi ini untuk mengkonfirmasi bahwa produk sintesis yang terbentuk dan berhasil dimurnikan adalah memang merupakan senyawa yang diinginkan.

Teknik spektroskopi lain yang kadang juga kami gunakan adalah Mass Spectroscopy (MS). Khusus untuk alat ini, peneliti tidak diizinkan untuk menggunakannya secara langsung karena hanya petugas khusus yang akan mengerjakan sampel yang sudah diserahkan. Alat ini kadang diperlukan jika hasil analisis NMR tidak memuaskan dan perlu dikonfirmasi dengan data berat molekul (molecular weight) dari produk reaksi.
Software pendamping hidup reaksi
Dulu saya mengira bahwa eksperimen di lab kimia hanya akan berkutat dengan chemicals and reagents. I was dead wrong. Faktanya, saya bersentuhan dengan banyak perangkat lunak yang diperlukan untuk dapat melakukan pengerjaan sintesis kimia. Mulai dari software penulisan reaksi, penelusuran database reaksi, pemurnian produk, analisis spektrum, hingga ke aplikasi computer modelling untuk in silico analysis.
Salah satu aplikasi yang sangat sering saya gunakan adalah ChemDraw (pastinya). Tidak hanya untuk menulis reaksi, perangkat lunak ini juga terasa sangat membantu dalam menyajikan prediksi spektrum NMR, sehingga memudahkan analisis spektrum yang diperoleh dari produk reaksi.

Aplikasi berikutnya yang sukses bikin saya melongo dan bilang “wow” adalah SciFinder: mesin pencari reaksi kimia. Berbeda dengan ChemDraw yang sudah pernah saya gunakan waktu kuliah S1, aplikasi ini sama sekali tidak terpikirkan oleh mindset bukan-orang-kimia saya.

SciFinder ini merupakan layanan online database artikel ilmiah dan paten tentang reaksi-reaksi kimia. Layanan ini hampir selalu saya gunakan untuk menelusuri metode sintesis suatu senyawa kimia. Sebagai contoh, jika Anda ingin tau bagaimana cara membuat suatu senyawa kimia (misalnya: N-methyl-1-phenylpropan-2-amine), maka tinggal masukkan kata kunci atau gambar strukturnya kemudian lakukan pencarian. Hasil pencariannya akan menunjukkan metode-metode yang tersedia untuk melakukan sintesis senyawa kimia yang dimaksud. Hebatnya lagi, SciFinder dapat terintegrasi dengan ChemDraw versi terbaru, sehingga lebih memudahkan dalam bekerja. Anyway, senyawa N-methyl-1-phenylpropan-2-amine juga dikenal sebagai methamphetamine đŸ™‚ Jangan coba-coba ya, karena aplikasinya nggak gratis dan nggak murah. Case closed!

Aplikasi lain yang krusial dalam penelitian kimia farmasi adalah MestReNova. Perangkat lunak ini diperlukan untuk menganalisis spektrum NMR (Nuclear Magnetic Resonance). Aplikasi ini semakin menjawab salah satu pertanyaan bodoh saya sewaktu pertama kali melihat struktur senyawa kimia suatu obat saat kuliah S1 dulu:
“Dari mana para ahli mengetahui bahwa suatu bahan kimia (yang secara kasat mata berbentuk seperti serbuk saja) ternyata memiliki struktur kimia seperti cincin, ada cabang hidrokarbon, ikatan ganda, dsb…?”*
*Pertanyaan bodoh saya sekitar 15 tahun yang lalu
Habis kimia terbitlah mikrobiologi
Anyway, di paruh kedua PhD nanti, sepertinya saya akan banyak berkutat dengan dunia mikrobiologi, khususnya dengan bakteri patogen. Hal ini karena proyek penelitian yang saya kerjakan bertujuan untuk menemukan senyawa antibiotik dengan mekanisme kerja baru (novel mechanism of action). Senyawa kimia yang saya teliti adalah compounds yang digadang-gadang akan dapat membunuh bakteri penyebab penyakit infeksi, khususnya infeksi akibat mikroba yang bandel dan resisten. So, penelitian kimia farmasi akan berlanjut dengan topik dari bidang lainnya.
Dalam perencanaannya, project ini akan menggunakan beberapa metode dan assays seperti light scattering, sedimentation assay, dan lain sebagainya yang saat ini saya belum paham. Selain itu, sepertinya saya juga akan berurusan dengan metode insilico chemistry dengan memanfaatkan computer modelling software dan protein database yang saat ini saya juga belum paham. So, tunggu ceritanya! đŸ™‚
- Solid Dispersions of Famotidine: Physicochemical Properties and In Vivo Comparative Study on the Inhibition of Hyperacidity - August 9, 2020
- Menjadi “orang kimia” itu… (Refleksi satu tahun penelitian kimia farmasi) - March 7, 2020
- Multicomponent crystals of mefenamic acid–tromethamine with improved dissolution rate - November 21, 2019
Lailaturrahmi
Wow, looks exciting! I’ve always wondered about how you managed the transition from pharmacology stuff to more chemistry-related stuff. I learn a lot from this story.
Yori Yuliandra
Stay foolish, stay hungry đŸ˜‰
Via
What an interesting story. Looks like becoming a newbie sometimes a good deal because you don’t know what experience or adventure (in lab) that you ll face today.
Yori Yuliandra
Agree, becoming a newbie is a good deal for this. Feels like a new amazing unforgettable adventure.
Thanks for stopping by