NSAID Fakultas Farmasi Unand Hadirkan Apotek Mini
- At October 28, 2014
- By Yori Yuliandra
- In In The News
- 44
Kamis (23/10), NSAID (New society of Andalas Pharmaceutical Education and Information About Drugs) mengadakan launching Andalas Pharmaceutical Care Daily (APC Daily) dan peresmian Buletin Antalgin. Bertempat di cafe fakultas Farmasi, acara launching dan APC Daily berupa apotek mini ini nantinya menjadi wadah praktik anggota klub NSAID melayani masyarakat mengenai obat.
APC Daily melayani kebutuhan obat, informasi obat, konsultasi obat, konseling obat, pemeriksaan gula darah, asam urat, dan tekanan darah serta BMI (body mass index). Buletin Antalgin merupakan buletin berkala informasi obat dan pembahasan isu-isu terbaru kefarmasian. Erizal Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Farmasi Unand secara langsung meresmikan APC Daily dan buletin Antalgin.
Yori Yuliandra, Dosen Pembina klub NSAID Farmasi Unand dalam sambutannya mengucapkan selamat atas diresmikan APC Daily dan buletin Antalgin NSAID. ”Slogan terkenal pelayanan Farmasi yaitu no pharmacist no service pada kenyataannya berubah menjadi no pharmacist no problem. Padahal tanggung jawab farmasis untuk melayani itu menjadikan posisi apoteker separuh kakinya di penjara. Dengan adanya apotek mini APC Daily klub NSAID diharapkan menjadi miniatur kerja Farmasi sebagai pembelajaran bagi mahasiswa khususnya anggota klub NSAID,” ujar Yori.
APC Daily dan buletin Antalgin sebagai langkah awal yang nyata untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi Farmasi menjadi alasan utama Erizal sangat mendukung program kerja klub ini. “Saya sangat salut dengan pergerakan klub ini untuk ikut serta mengenalkan profesif Farmasi di masyarakat. Tidak hanya di lingkungan Unand, tapi juga di luar lingkungan Unand. NSAID telah melakukan APC di gedung olahraga H. Agus Salim dan di sekitar Pantai Muaro Lasak,” tuturnya.
Amelia Eriska, salah satu mahasiswa Farmasi menuturkan publikasi terkait diresmikannya APC Daily tersebut kurang dilakukan secara intensif. “Untuk saat ini pemberitahuan dan informasi tentang pendirian dan adanya pelayanan kefarmasian melalui apotek mini APC Daily sangat minim sekali. Wajar saja jika civitas akademika Unand kurang menggunakan fasilitas pelayanan ini. Hendaknya dibuat pamflet pemberitahuan yang tersebar rata di seluruh lingkungan kampus Unand,” ungkapnya. (Aulia)
Menyongsong kemerdakaan farmasi(s)
- At April 06, 2010
- By Yori Yuliandra
- In Indonesiana, Think Pharmacy
- 51
(a souvenir from national seminar on PP 51/2009)
Dunia kefarmasian di Indonesia beserta perkembangannya adalah sebuah fenomena. Betapa tidak, perkembangan praktek kefarmasian yang secara global (khususnya di Eropa dan Amerika) cukup menggembirakan dan bagus ternyata tidak menular ke Indonesia *atau mungkin masih dalam proses. Berbagai undang-undang dan peraturan lainnya yang hampir selalu mengiringi perkembangan praktek kefarmasian dinilai tidak cukup efektif untuk mengawal dan melindungi praktek kefarmasian. Peraturan yang sebenarnya bertujuan untuk “melindungi” profesi dan sekaligus melindungi pasien ternyata tidak menjadi dasar hukum yang cukup kuat untuk membuat masyarakat farmasi sadar tentang bagaimana seharusnya mereka berpraktek. Mengapa bisa demikian? Di sinilah letak fenomenanya 🙂
Banyak permasalahan internal dan eksternal profesi yang mungkin sudah berusaha untuk di asses, baik oleh internal profesi sendiri, maupun oleh stakeholder lain yang berkaitan. Pun juga pastinya sudah dicarikan solusinya dengan tingkat efektivitas yang tidak memuaskan. Yang paling menarik adalah tentang
Read More»Apoteker mengganti obat? Boleh tuh…
- At March 11, 2010
- By Yori Yuliandra
- In Indonesiana, Think Pharmacy
- 50
(kalo emang perlu dan sah, ganti aja…!)
Menteri Kesehatan, beberapa waktu yang lalu, menerbitkan Permenkes (peraturan menteri kesehatan) yang intinya mewajibkan tenaga kesehatan menggunakan obat generik dalam sarana kesehatan, terutama dalam rumah sakit pemerintah. Tidak hanya dokter, apoteker juga dapat mengganti obat dengan obat generik.
Peraturan ini dapat dilaksanakan dengan mengacu kepada beberapa persyaratan. Proses pergantian obat bermerek menjadi obat generik dapat dilakukan dengan catatan:
1. Atas sepengetahuan/izin dokter, atau
2. Atas permintaan pasien
Di negara kita, salah satu modus utama pelayanan kesehatan saat ini adalah: Pasien memeriksakan diri ke dokter –> Pasien dikasih resep oleh dokter –> Pasien menebus resep ke apotek (ketemu dengan apoteker yang ramah dan siap membantu :D). Dilema kefarmasian biasanya terjadi ketika pasien tidak dapat
Read More»Sssttt… ISFI ganti baju tuch…
(Welcome to IAI, and Sayonara to ISFI)
Sarjana Farmasi ≠ Apoteker
Akhirnya, ‘sekelompok orang tertentu’ (baca: apoteker di Indonesia) menyadari bahwa Sarjana Farmasi adalah berbeda dengan Apoteker. Kalo saya sih dari dulu udah paham banget bahwa Sarjana Farmasi itu praktis berbeda dengan Apoteker. Beda yang teramat sangat jelas sekali terasa adalah: kalo mo jadi apoteker harus siap-siap merogoh kocek lebih dalam. Kuliahnya cuma setahun, eh biayanya malah jauh lebih besar dibandingkan dengan kuliah 4 tahun untuk menjadi seorang sarjana farmasi, hehe… jez kidding. Overall, bedanya sebenarnya bukan dalam hal biaya, tapi dalam hal kompetensi, betul kan…?
Ya, akhirnya pada tanggal 9 Desember 2009, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI), di dalam kongresnya meresmikan bahwa ISFI berganti dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Ada yang agak lucu lo… (silakan tertawa dulu… 🙂 ). Ini tentang bahasa Inggris loh,
Read More»Seberapa banggakah anda menjadi pharmacist…?
Seberapa banggakah anda menjadi pharmacist…? Sebenarnya ini bukan masalah bangga menjadi A atau bangga menjadi B, pun juga bukan perihal bangga karena menjadi apa dan siapa, dan juga bukan masalah malu karena menjadi C ataupun D. Tapi ini adalah masalah bagaimana meyikapi keadaan dan mengatasi persoalan.
Menarik memang kalau kita sesekali mencoba melihat ke dalam (katanya: ”take a closer look deep inside ur self”) dan menyadari siapa diri kita sebenarnya plus dengan fungsi dan tanggung jawab kita. Saya sangat tertarik sekali (kalau tau guru bahasa Indonesia, berang nyo mah: alah ado ‘sangat’ pakai lo ‘sakali’, mubazir..) dan merasa tertantang dengan catatan seorang teman tentang Aku malu menjadi pharmacist. Mudah-mudahan kalaupun memang malu, semoga saja malunya masih terkategorikan malu yang menjadi bagian dari iman, sebab malu atas dasar keimanan biasanya melahirkan serentetan konsekuensi dan tanggung jawab. Tulisan Fathel tersebut tidak berlebihan mungkin (walaupun agak lebay… *berlebihan≠lebay… hehe.. piiis ^_^V) bahwa memang apa yang diuraikan adalah kenyataan di lapangan atau mungkin juga pengalaman pribadi sebagian di antara kita.