Draft Modul Farmakoterapi III (Part 1 of 2)


bab-kuliah
topik-1
uraian-1
referensi-1a
referensi-1b
referensi-1c
topik-2
uraian-2
referensi-2a
referensi-2b
referensi-2c
3. Mikosis
A. Tinjauan umum penyakit
Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti: Dermatophytes spp., Candida spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi lainnya. Mikosis terdiri dari mikosis superfisialis, intermedia dan profunda. Faktor yang mempengaruhi mikosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat L antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali
Kazemi, A., 2013. An Overview on the Global Frequency of Superficial / Cutaneous Mycoses and Deep Mycoses. Jundishapur J Microbiol. 6(3) pp: 202 – 204.
Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012: 197-242
Brooks, GF., Carroll KC, Butel JS, Morse, and all (2013). Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Ed. 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
C. Tinjauan farmakologis
1. GRISEOFULVIN
Griseofulvin merupakan antibiotik antijamur yang berasal dari spesies
Penicilium mold. Pertama kali diteliti digunakan sebagai anti jamur pada tumbuhan dan kemudian diperkenalkan untuk pengobatan infeksi dermatofita pada hewan. Pada tahun 1959, diketahui griseofulvin ternyata efektif untuk pengobatan infeksi jamur superfisial pada manusia. Griseofulvin merupakan obat anti jamur yang pertama diberikan secara oral untuk pengobatan dermatofitosis.
*Mekanisme kerja
Griseofulvin merupakan obat anti jamur yang bersifat fungistatik, berikatan dengan protein mikrotubular dan menghambat mitosis sel jamur.
Efek samping
Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah dan sakit pada abodominal. Timbunya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat terjadi pada sebagian pasien.
Kegagalan kontrasepsi telah dilaporkan pada pasien yang mengkonsumsi griseofulvin dan oral kontrasepsi

KETOKONAZOL
Ketokonazol diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1977 dan di Amerika Serikat pada tahun 1981. Ketokonazol merupakan antijamur golongan imidazol yang pertama diberikan secara oral.
Mekanisme kerja
Ketokonazol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P-450, C-14-α demethylase yang bertanggungjawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini akan mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permiabel dan terjadi penghancuran jamur
Efek samping
Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering di jumpai. Ketokonazol juga dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang ringan tetapi kerusakan hepar yang serius jarang terjadi. Peninggian transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Efek samping yang serius dari hepatotoksik adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan yaitu 1:10000 dan 1:15000, biasanya djumpai pada pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu. Untuk pengobatan jangka waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Dosis tinggi ketokonazol (>800 mg/hari) dapat menghambat sintesis human adrenal dan testikular steroid yang dapat menimbulkan alopesia, ginekomasti dan impoten
Ketokonazol juga dapat memperpanjang waktu paruh dari midazolam dan triazolam dan dapat meningkatkan level siklosporin dan konsentrasi serum dari warfarin. Pemberian bersama ketokonazol dengan rifampicin dapat menurunkan efektifitas ke dua obat.

ITRAKONAZOL
Itrakonazol diperkenalkan pada tahun 1992 merupakan sintesis derivat triazol.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja itrakonazol dengan cara menghambat 14-α demethylase yang merupakan suatu enzim sitokrom P-450 yang bertanggung jawab untuk merubah lanosterol menjadi ergosterol pada dinding sel jamur.
Efek samping
Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, sakit pada abdominal dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala, pruritus dan ruam allergi. Efek samping yang lain yaitu kelainan test hati yang dilaporkan pada 5% pasien yang ditandai dengan peninggian serum transaminase, ginekomasti dilaporkan terjadi pada 1% pasien yang menggunakan dosis tinggi, impotensi dan penurunan libido pernah dilaporkan pada pasien yang mengkonsums itrakonazol dosis tinggi 400 mg /hari atau lebih.
Itrakonazol dapat memperpanjang waktu paruh dari obat obat seperti terfenadin, astemizol, midazolam, triazolam, lovastatin, simvastatin, cisaprid, pimozid, quinidin. Itrakonazol juga dapat meningkatkan konsentrasi serum digoxin, siklosporin,takrolimus dan warfarin
Kuswadji, Widaty S.Obat anti jamur. Dalam : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K editor. Dermatomikosis superfisialis. Kelompok Studi Dermatomikosis Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001 : 99-106.
Smith EB. The treatment of dermatophytosis : Safety considerations. Journal of the American Academy of Dermatology, November 2000, part 3, volume 43, number 5.
Richardson MD, Warnock DW. Anti fungal drugs. In : Fungal Infection Diagnosis and Management, second edition, Blackwell Publishing Ltd , 1993. 17-43
3. Mikosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
PATOLOGI
Berdasarkan jenis dan lokasi infeksi, mikosis dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Mikosis superfisial atau kutaneus
Mikosis superfisial adalah infeksi jamur yang mengenai bagian epidermis, sedangkan mikosis kutaneus adalah infeksi jamur pada bagian dermis kulit. Infeksi jamur yang termasuk mikosis superfisial adalah piedra hitam (disebabkan oleh Piedraia hortae), piedra putih (disebabkan oleh Trichosporon beigelii), pityriasis versicolor (disebabkan oleh Malassezia furfur), and tinea nigra (disebabkan oleh Phaeoannellomyces werneckii). Mikosis kutaneus dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu dermatofitosis dan dermatomikosis. Dermatofitosis disebabkan oleh jamur Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton. Sedangkan dermatomikosis disebabkan oleh jamur-jamur jenis lain, tetapi umumnya adalah Candida spp.
2. Mikosis subkutan
Mikosis subkutan adalah infeksi jamur yang menyerang bagian bawah kulit atau hipodermis, misalnya karena masuknya jamur akibat adanya cedera atau luka. Seringkali reaksi peradangan pada jaringan subkutan meluas hingga lapisan epidermis. Infeksi jamur yang termasuk mikosis subkutan meliputi kromoblastomikosis, misetoma dan sporotrikosis.
3. Mikosis dalam
Mikosis dalam adalah infeksi jamur yang menyerang organ tubuh manusia, seperti organ dalam perut, paru-paru, tulang, hingga sistem saraf pusat. Umumnya, infeksi jamur ini masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan pembuluh darah.
Ada 2 jenis mikosis dalam, yaitu mikosis primer dan mikosis oportunistik. Mikosis primer adalah infeksi jamur pada orang yang sehat, dengan daya tahan tubuh yang normal. Infeksi dapat terjadi apabila terdapat paparan jamur patogen dalam jumlah yang banyak atau intensitas yang tinggi, misalnya di daerah endemik. Jamur yang dapat menyebabkan mikosis primer adalah Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, dan Paracoccidioides brasiliensis.
Berbeda dengan mikosis primer, mikosis oportunistik terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang lemah, misalnya karena terapi kanker, menderita HIV/AIDS, transplantasi organ, atau pasca operasi. Jenis-jenis infeksi jamur yang masuk dalam kategori ini meliputi kriptokokosis, kandidiasis, aspergilosis, zigomikosis, phaeohypomycosis, hyalohypomycosis.(aldodokter)
2. GEJALA
Fungoides mikosis terbatas pada kulit dan jarang mempengaruhi bagian tubuh lainnyanya. Selain munculnya ruam, mikosis fungoides sering tidak menunjukkan gejala, tetapi kadang terasa gatal. (BAD)

Gejala mikosis yang dirasakan oleh penderitanya akan berbeda-beda sesuai dengan letak kelainan dan jenis jamur penyebabnya. Misalnya pada penderita mikosis superfisial, gejala dapat berupa:
- Pityriasis versicolor. Disebut juga dengan panu dengan gejala seperti hipopigmentasi atau hiperpigmentasi pada bagian leher, pundak, punggung, dan dada.
- Piedra hitam. Munculnya bintik hitam kecil pada bagian batang rambut, umumnya disebabkan oleh jamur Piedraia hortae.
- Piedra putih. Munculnya bintik kecil berwarna krem yang lembut dan rapuh di ujung batang rambut, disebabkan oleh jamur T.beigelli.
- Tinea nigra. Munculnya bintik seperti noda asam berwarna cokelat hingga hitam keperakan di telapak tangan atau kaki.(aldodokter)

Sedangkan pada penderita mikosis subkutan, gejala bisa berupa:
- Kromoblastomik. Ditandai dengan lesi kulit yang menyerupai kutil (veruka), khususnya pada tungkai dan kaki.
- Misetoma. Ditandai dengan adanya lubang-lubang pada pemukaan kulit yang merupakan jalur keluarnya nanah yang berasal dari bagian subkutan. Dan di sekitar lubang tersebut tampak bintik-bintik jamur yang berpigmen. Misetoma dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang, tendon hingga otot.
- Sporotrikosis. Muncul benjolan di lengan, jari, atau tangan, dapat membesar seperti bisul, dan berkembang menjadi luka borok. (aldodokter)

Pada kasus mikosis dalam, berikut ini adalah gejala-gejala yang menyertai berdasarkan pembagian jenisnya, yaitu:
- Mikosis primer. Gejala yang muncul beragam, tergantung organ yang terkena infeksi jamur, mulai dari pneumonia hingga meningtis.
- Mikosis oportunistik. Terdapat 2 jenis infeksi oportunistik yang paling umum, yaitu kandidiasis dan aspergilosis. Kandidiasis adalah infeksi yang kerap terjadi, dengan gejala yang timbul sesuai dengan lokasi infeksi. Gejala umumnya berupa bintik-bintik warna putih di dalam mulut dan lidah, kemerahan pada rongga mulut, dan rasa nyeri di tenggorokan. Selain itu, gejala iritasi di sekitar alat kelamin juga bisa dialami, seperti gatal, ruam, keputihan bagi wanita dan bau tidak sedap. Dalam kondisi tertentu, kemunculan gejala di saluran pernapasan, pencernaan, hingga organ tubuh lain juga dapat terjadi. (aldodokter)
ALDODOKTER
BAD (UK)
C. Tinjauan farmakologis
KLASIFIKASI :
Obat yang digunakan untuk infeksi jamur :
GOLONGAN POLIEN. Termasuk dalam golongan ini adalah amfoterisin dan nistatin. Keduanya tidak diabsorpsi secara oral. Obat ini digunakan untuk infeksi oral, orofaringeal dan perioral yang diberikan secara topikal di mulut.

Infus amfoterisin intravena digunakan untuk infeksi jamur sistemik dan aktif terhadap sebagian besar jamur dan ragi. Obat ini terikat kuat pada protein plasma dan penetrasinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh buruk. Amfoterisin bersifat toksik dan efek samping sering terjadi. Sediaan amfoterisin dalam lipid bersifat kurang toksik dan direkomendasikan bila sediaan konvensional dikontraindikasikan karena toksisitasnya, terutama nefrotoksisitas atau jika respon terhadap amfoterisin konvensional tidak memuaskan.

Nistatin terutama digunakan untuk infeksi Candida albicans di kulit dan membran mukosa, termasuk untuk kandidiasis pada usus dan esofageal.

GOLONGAN IMIDAZOL. Termasuk dalam golongan imidazol, klotrimazol, ketokonazol, ekonazol, sulkonazol dan tiokonazol. Obat-obat ini digunakan untuk terapi lokal kandidiasis vagina dan untuk infeksi dermatofit.

Ketokonazol pada pemberian oral diabsorpsi jauh lebih baik dibandingkan dengan golongan imidazol lainnya. Namun obat ini telah dilaporkan berkaitan dengan kejadian hepatotoksisitas yang fatal. Untuk pemberian per oral, risiko dan manfaat ketokonazol sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati terutama yang berkaitan dengan hepatotoksisitas. Oleh karena itu diperlukan pengamatan klinik dan laboratorium. Pemberian per oral tidak untuk infeksi superfisial.

Mikonazol dapat digunakan secara topikal untuk infeksi pada rongga mulut. Obat ini juga efektif untuk infeksi usus. Absorpsi sistemik dapat terjadi pada penggunaan gel mikonazol oral sehingga dapat menimbulkan interaksi obat yang bermakna.

GOLONGAN TRIAZOL. Termasuk golongan ini adalah flukonazol dan itrakonazol.

Flukonazol diabsorpsi sangat baik setelah pemberian oral. Penetrasi obat ini pada cairan serebro spinal cukup baik sehingga dapat digunakan untuk mengatasi meningitis fungal.

Itrakonazol aktif terhadap semua bentuk infeksi dermatofit. Kapsul itrakonazol memerlukan kondisi asam dalam lambung untuk mendapatkan absorpsi yang optimal. Itrakonazol dapat menyebabkan kerusakan hati dan sebaiknya dihindari atau digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, termasuk pasien anak. Flukonazol lebih jarang menyebabkan hepatotoksisitas. Vorikonazol merupakan antijamur dengan spektrum luas dan diindikasikan untuk infeksi yang mengancam jiwa.

ANTI JAMUR LAIN
Griseofulvin efektif dalam mengatasi infeksi dermatofit yang meluas dan sulit diobati, namun penggunaannya telah banyak digantikan oleh antijamur yang lebih baru, terutama pada infeksi kuku. Obat ini merupakan pilihan utama pada infeksi trichophyton pada anak. Lama terapi tergantung pada tempat infeksi dan dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Terbinafin merupakan obat pilihan untuk infeksi jamur pada kuku dan juga untuk mengatasi kurap.


DAFTAR OBAT
1. AMFOTERISIN (AMFOTERISIN B)
Indikasi:
lihat dalam dosis; penanganan mikosis sistemik berat dan atau deep mycosis.
Efek Samping:
bila diberikan secara parenteral: Anoreksia, nausea, muntah, diare, sakit perut; demam, sakit kepala, sakit otot dan sendi; anemia; gangguan fungsi ginjal (termasuk hipokalemia dan hipomagnesemia) dan toksisitas ginjal; toksisitas kardiovaskuler (termasuk aritmia); gangguan darah dan neurologis (kehilangan pendengaran, diplopia, kejang, neuropati perifer); gangguan fungsi hati (hentikan obat); ruam; reaksi anafilaksis.
2. ANIDULAFUNGIN
Indikasi:
kandidemia pada pasien dewasa non-neutropenia.
Efek Samping:
trombositopenia, koagulapati, hiperkalemia, hipokalemia, hipomagnesemia, kejang, sakit kepala, kemerahan, diare, peningkatan gama-glutamiltransferase, peningkatan alkalin fosfatase dalam darah, peningkatan alanin aminotransferase, ruam, pruritus.
3. FLUKONAZOL
Indikasi:
lihat dalam dosis (oral, vaginitis dan balanitis kandida, 150 mg dosis tunggal. Kandidiasis mukosa (kecuali genitalia) 50 mg/hari (100 mg/hari untuk infeksi yang sulit sembuh) diberikan selama 7-14 hari, untuk kandidiasis orofarings (maksimal 14 hari, kecuali pasien immunocompromised); 14 hari untuk kandidiasis oral atropikans; 14-30 hari untuk infeksi mukosa lainnya (mis. esofagitis, kandiduria, infeksi bronkopulmoner noninvasif).ANAK, oral atau infus intravena, 3-6 mg/kg bb pada hari pertama, kemudian 3 mg/kg bb per hari (tiap 72 jam pada neonatus usia sampai 2 minggu, tiap 48 jam pada neonatus usia 2-4 minggu). Tinea pedis, korporis, kruris, versikolor dan kandidiasis dermal, per oral, 50mg/hari selama 2-4 minggu (sampai 6 minggu pada tinea pedis); lama pengobatan maksimum 6 minggu. Infeksi kandida invasif (termasuk kandidemia dan kandidiasis diseminata) dan infeksi kriptokokus (termasuk meningitis), oral atau infus intravena, dosis awal 400 mg kemudian 200 mg/hari, bila perlu ditingkatkan menjadi 400 mg/hari. Pengobatan diteruskan sesuai dengan respons (untuk meningitis kriptokokus, minimal 6-8 minggu).ANAK, 6-12 mg/kg bb/hari (tiap 72 jam pada neonatus usia sampai 2 minggu, tiap 48 jam untuk neonatus usia 2-4 minggu). Pencegahan kambuhnya meningitis kriptokokus pada pasien AIDS, 100-200 mg/hari (setelah melengkapi terapi primer). Profilaksis infeksi jamur pada pasien immunocompromised, setelah kemoterapi atau radioterapi, 50-400 mg/hari disesuaikan dengan risiko; 400 mg/hari jika ada risiko tinggi infeksi sistemik, misalnya setelah transplantasi sumsum tulang. Terapi dimulai sebelum terjadinya netropenia dan dilanjutkan smpai 7 hari setelah jumlah netrofil yang diinginkan tercapai. ANAK, tergantung dari lama dan beratnya neutropenia, 3-12 mg/kg bb/hari (tiap 72 jam untuk neonatus usia sampai 2 minggu, tiap 48 jam untuk neonatus usia 2-4 minggu).
Peringatan:
gangguan ginjal, kehamilan (dosis tinggi menyebabkan teratogenik pada hewan) dan menyusui, peningkatan enzim hati. Aritmia, hindarkan pemakaian bersama astemizol atau terfenadin atau cisaprid.
Efek Samping:
nausea, sakit perut, diare, kembung; gangguan enzim hati; kadang-kadang ruam (hentikan obat atau awasi secara ketat); angioudem, anafilaksis, lesi bulosa, nekrolisis epidermal toksik, sindrom Stevens-Johnson; pada pasien AIDS pernah dilaporkan reaksi kulit yang hebat.
4. GRISEOFULVIN
Indikasi:
Infeksi jamur pada kulit, rambut, dan kuku bila terapi topikal gagal.
Efek Samping:
Reaksi urtikaria, ruam kulit, sakit kepala, tidak nyaman pada lambung, pusing, kelelahan, granulositopenia, leukopenia, fotosensitivitas pada pasien, SLE, eritema multiform, nekrolisis epidermal toksis, neuropati peripheral, kebingungan dengan gangguan koordinasi, kandidiasis oral, kolestasis, peningkatan enzim hati, hepatitis.
5. ITRAKONAZOL
Indikasi:
kandidiasis orofarings dan vulvo vaginal; ptyriasis versicolor, infeksi dermatofita lainnya; onychomycosis; histo-plasmosis; terapi alternatif bila antijamur lain tidak cocok atau tidak efektif pada infeksi sistemik (aspergilosis, kriptokokosis, kandidiasis termasuk meningitis), terapi pemeliharaan pada pasien AIDS, profilaksis infeksi jamur pada neutropenia bila terapi standar tidak cocok.
Efek Samping:
mual, sakit perut, dispepsia, konstipasi, sakit kepala, pusing, kenaikan enzim hati, gangguan haid, reaksi alergi (pruritus, ruam, urtikaria, angioudem), hepatitis dan ikterus kolestatik (terutama bila pengobatan melebihi satu bulan); neuropati perifer (hentikan obat), pernah dilaporkan sindrom Stevens-Johnson; hipokalemia pada penggunaan jangka panjang, udem dan rambut rontok.
6. KASPOFUNGIN ASETAT
Indikasi:
kandidiasis invasif (diantaranya kandidemia, pada pasien neutropenik dan non-neutropenik); kandidiasis esofageal; kandidiasis orofaringeal; aspergilosis invasif (pada pasien yang sukar disembuhkan atau intoleran terhadap terapi lain).
Efek Samping:
demam, sakit kepala, nyeri perut, nyeri, kedinginan, mual, muntah, diare, peningkatan jumlah enzim hati (AST, ALT, alkalin fosfatase, direct bilirubin dan bilirubin total), peningkatan kreatinin serum, anemia (penurunan hemoglobin dan hematokrit), plebitis/tromboplebitis, komplikasi pada tempat pemberian infus, ruam kulit, pruritus, bengkak pada wajah, sensasi hangat, bronkospasme, anafilaktik, disfungsi hati, udem perifer, dan hiperkalsemia.
7. KETOKONAZOL
Indikasi:
mukosa sistemik, kandidiasis mukokutan resisten yang kronis, mukosa saluran cerna resisten serius, kandidiasis vaginal resisten yang kronis, infeksi dermatofita pada kulit atau kuku tangan (tidak pada kuku kaki); profilaksis mikosa pada pasien imunosupresan; kandidiasis mukokutan kronis yang tidak responsif terhadap nistatin dan obat-obat lain; infeksi mikosis sistemik (kandidiasis, paraksidioidomikasis, cocci dioidomycosis, hiptoplasmosis).
Efek Samping:
mual, muntah, nyeri perut; sakit kepala; ruam, urtikaria, pruritus; jarang trombositopenia, parestesia, fotofobia, pusing, alopesia, ginaekomastia dan oligospermia; kerusakan hati fatal Peringatan: risiko terbentuknya hepatitis lebih besar jika diberikan lebih dari 14 hari.
8. MIKAFUNGIN NATRIUM
Indikasi:
kandidemia, kandidiasis diseminasi akut, peritonitis kandida dan abses; kandidiasis esofagus; pencegahan infeksi kandida pada pasien yang mengalami transplantasi sel punca hematopoietik.
Efek Samping:
mual, flebitis, muntah, peningkatan enzim aspartat aminotransferase, peningkatan alkali fosfat darah, netropenia, anemia, leukopenia, hipokalemia, hipomagnesimia, hipokalsemia, sakit kepala, diare, nyeri abdominal, penambahan amino-transferase alanin; peningkatan bilirubin darah, uji fungsi hati abnormal, kemerahan episodik pada wajah/leher, hiperbilirubinemia, ruam, pireksia, kekakuan, gagal ginjal (lebih sering pada anak-anak).
9. NISTATIN
Indikasi:
kandidiasis.
Efek Samping:
mual, muntal, diare pada dosis tinggi, iritasi oral dan sensitisasi, ruam (termasuk urtikaria) dan dilaporkan terjadi sindroma Stevens-Johnson (jarang).
10. POSAKONAZOL
Indikasi:
infeksi jamur Aspergillosis invasif setelah gagal terapi atau intoleran dengan amfoterisin B atau itrakonazol; Fusariosis setelah gagal terapi atau intoleran dengan amfoterisin B; Chromoblatomycosis dan mycetoma pada pasien setelah gagal terapi atau intoleran dengan itrakonazol; Coccidiomycosis setelah gagal terapi atau intoleran dengan amfoterisin B, itrakonazol atau flukonazol; Kandisiasis orofaringeal pada pasien yang mengidap penyakit berat atau immunocompromised dimana respon terhadap terapi topikal diperkirakan tidak berhasil.
Efek Samping:
umum terjadi:
neutropenia, ketidakseimbangan elektrolit, anoreksia, paraestesia, pusing, mengantuk, sakit kepala, muntal, mual, nyeri abdomen, diare dispepsia, mulut kering, flatulens, peningkatan hasil uji fungsi hati (AST, ALT, bilirubin, alkalin fosfatase, GGT), ruam, pireksia (demam), astenia, lelah.
Tidak umum terjadi:
trombositopenia, leukopenia, anemia, eosinofilia, limfadenopati, reaksi alergi, hiperglikemia, konvulsi, neuropati, hipoanestesi, tremor, Perpanjangan QTc/QT, ECG abnormal, palpitasi, hipertensi, hipotensi, penglihatan kabur, pancreatitis, kerusakan hati, hepatitis, jaundice, hepatomegali, sariawan, alopesia, nyeri punggung, gagal ginjal akut, gagal ginjal, peningkatan kreatinin darah, edema, letih, rasa nyeri, kaku, lemas; mempengaruhi kadar obat lain: jarang terjadi: sindrom hemolitik uremik, purpura trombositopenik trombotik, pansitopenia, koagulasi, haemorrhage NOS, Sindrom Steven Johnson, reaksi hipersensitif, insufisiensi adrenal, penurunan kadar gonadotropin, asidosis tubular ginjal, psikosis, depresi, sincope, encefalopati, neuropati periferal, diplopia, skotoma, torsadaes de pointes, mati mendadak, takikardi ventrikular, cardio-respiratory arrest, gagal jantung, infark miokard, cerebrovascular accident, embolisme paru, deep venous thrombosis NOS, hipertensi paru, pneumonia interstitial, pneumonitis, perdarahan saluran cerna, ileus, gagal hati, kolestatik hepatitis, kolestasis, hepatosplenomegali, pengerasan hati, asteriksis, ruam vesikular, nefriitis interstisial, nyeri payudara, edema lidah, edema muka.
11. TERBINAFIN
Indikasi:
infeksi dermatofita pada kuku; infeksi kurap (termasuk tinea pedis, tinea kruris dan tinea korporis), dimana terapi oral diperlukan (disebabkan tempat, keparahan, atau luas).
Efek Samping:
ketidaknyamanan pada perut, anoreksia, mual, diare; sakit kepala; ruam kulit dan urtikaria kadang dengan artralgia atau mialgia; gangguan pengecapan (kadang-kadang); hentikan pengobatan jika terjadi toksisitas liver (jarang) (termasuk jaundice, kolestasis, dan hepatitis), angiodema, pusing, rasa badan tidak enak, paraesthesia, hipoasthesia, fotosensitivitas, reaksi kulit serius termasuk sindrom Steven-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik (hentikan pengobatan jika terjadi ruam kulit yang progresif); gangguan psikiatri (jarang), kelainan darah (termasuk leukopenia dan trombositopenia), efek menyerupai lupus eritematosus, dan psoriasis yang memburuk.
12. VORIKONAZOL
Indikasi:
aspergillosis invasif (sebagian besar disebabkan oleh Aspergillus fumigatus), kandidemia pada pasien non-neutropenik, infeksi serius Candida (termasuk C. Krusei), kandidiasis esofagal, infeksi serius yang disebabkan oleh Scedosporium apiospermum (bentuk aseksual dari Pseudallescheria boydii) dan Fusarium spp., termasuk Fusarium solani, pada pasien yang intoleran atau refrakter terhadap pengobatan lain.
Efek Samping:
Gangguan gastrointestinal (termasuk mual, muntah, nyeri abdomen, diare), ikterus; udem, hipotensi, nyeri dada; sindrom sulit pernafasan, sinusitis; sakit kepala, pusing, asthenia, gelisah, depresi, bingung, agitasi, halusinasi, paraestesia, tremor; gejala menyerupai influenza; hipoglikemia; hematuria; kelainan darah (termasuk anemia, trombositopenia, leucopenia, pansitopenia), gagal ginjal akut, hipokalemia; gangguan visual termasuk persepsi yang berubah, pandangan kabur dengan fotofobia; ruam kulit, pruritus, fotosensitivitas, alopesia, cheilitis; reaksi pada tempat injeksi; gangguan pengecapan, kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, konstipasi, aritmia (termasuk perpanjangan interval QT), sinkop, peningkatan serum kolesterol, reaksi hipersensitivitas (termasuk flushing), ataksia, nistagmus, hipoasthesia, ketidakcukupan adrenokortikal, artritis, blepharitis, neuritis optik, skleritis, glositis, gingivitis, psoriasis, sindrom Steven-Johnson; kolitis pseudomembran (jarang), gangguan tidur, tinnitus, gangguan pendengaran, efek ekstrapiramidal, hipertonia, hipotiroidisme, hipertiroidisme, lupus eritromatosus discoid, nekrolisis epidermal toksik, perdarahan retina, dan atropi optik.
PIO Nas
4. Herpes simpleks
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Virus masuk kedalam tubuh melalui membran mukosa. Membran mukus merupakan lembaran tipis yang dapat ditemukan dihidung, mulut dan digenital.
Ketika ada virus yang masuk kedalam tubuh, virus tersebut akan masuk kedalam sel dan kemudian akan berada ataiu tinggal di sel syaraf pelvis. Virus akan sangat mudah beradaptasi atauberkembang biak dengan lingkungannya.
Deseminasi infeksi herpes simpleks dapat terjadi pada orang dengan gangguan fungsi imunitas sel T , seperti pada penerima transplantasi pada organ dan pada individu dengan AIDS.
untuk mendeteksi bukti HSV-1 di saluran genital, biasanya akibat dari seks oral-genital. Ketika terjadi demikian, rekurensi HSV-1 di saluran genital jarang terjadi. Akuisisi infeksi HSV-2 biasanya merupakan konsekuensi penularan melalui kontak genital. Virus bereplikasi di situs kelamin genital, perigenital atau anal dengan pembenihan pada ganglia sakral. Seperti halnya kemampuan HSV-1 untuk menginfeksi saluran genital, HSV-2 dapat menginfeksi mulut. Kekambuhan di situasi ini jarang terjadi.
Latency ( pembentukan dan pemeliharaan infeksi laten diganglia sel saraf proksimal ke situs infeksi) : pada infeksi orofasial , ganglia trigemial paling sering terlibat, sementara pada infeksi HSV genetial, ganglia akr saraf sakral (S2-S5)terlibat.

Gejala umum pada laki-laki:
Lepuh pada penis, skrotum, atau bokong ( sekitar anus)

Gejala umum untuk wanita :
Lepuh disekiar atau dekat vagina, anus dan bokong

Gejala umum untuk pria dan wanita :
-Lepuh padamulut, wajah dan dimana saja yang bersentuhan dengan daerah yang terinfeksi.
- Bagian yang terinfeksi sering terasa gatal, kesemutan, dan akan menimbulkan lecet.
- Terjadi ulserasi dan cairan akan keluar.
-Munculnya kerak di atas luka dalam waktu satu minggu setelah terjangkit.
- Bisa jadi terdapat bengkakan pada kelenjer getah bening, Yang disebabkan oleh adanya perlawanan dari kelenjer getah bening terhadap infeksi yang terjadi pada tubuh.
- sakit kepala dan demam.
https://emedicine.medscape.com/article/218580-overview
https://www.healthline.com/health/herpes-simplex
https://www.nbi.nlm.nih.gov/books/NBK47449/
C. Tinjauan farmakologis
Untuk pengobatan herpes dapat diberikan obat antiviral . obat antiviral dapat mempercepat waktu penyembuhan luka dan mengurangi rasa sakit.
Obat : acyclovir, femsiklofir, valasiklovir
Asiklovir bekerja dengan cara menhambat replikasi DNA virus herpes. Famsiklofir diubah menjadi pensiklovir trifosfat yang menghambat polimerase HSV-2. Vasiklovir diubah menjadi asiklovir yang bekerja menghambat replikasi DNA.
Bioavaibilitas asiklovir 10-20 %. Dimetabolisme pada sitokrom p450, dan dieliminasi melalui ginjal.
Efek samping : Ruam kulit, gangguan saluran cerna, peningkatan bilirubin dan enzim hati, peningkatan ureum dan kreatinin, sakit kepala, gangguan neurologis, gangguan darah, lesu.
Injectable solution:
50 mg/ml
Oral suspensi :
200mg/ 5 ml
Powder for injeksi;
500 mg/vial
1 g/ vial
Tablet
tablet 400mg 800mg
kapsul 200mg
Iso farmakoterapi
https://emedicine.medscape.com/article/218580-overview
2. Aspergilosis
A. Tinjauan umum penyakit
a. Defenisi
Aspergilosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh Aspergilus, spesies jamur yang ditemukan di seluruh dunia. Lebih dari 300 tipe Aspergilus telah teridentifikasi dan terus bertambah jumlahnya. Kebanyakan dari jamur ini tidak berbahaya, namun beberapa tipenya dapat menyebabkan beberapa penyakit mulai dari reaksi alergi sampai penyakit yang berbahaya. Secara umum kelompok penyakit ini dinamakan aspergilosis yang terbagi atas 3 kategori yakni alergik, kronik, dan invasif. 4 tipe aspergilosis secara klinis yakni aspergillosis bronkopulmonari alergik, aspergilloma, aspergillosis invasif dam aspergillosis nekrotis kronik.
Aspergillosis jarang berkembang dalam tubuh manusia normal, melainkan berkembang pada pasien asma, fibrosis sistik, diabetes mellitus, dan penyakit paru atau pada pasien dengan sistem imun rendah, yang mengonsumsi kortikosteroid atau pasien yang telah menjalani transplantasi sumsum tulang. Pada kebanyaan kasus, aspergillosis berkembang ketika seseorang menghirup spora aspergillus. (NORD)

b. Epidemiologi
1. Pasien yang telah mengalami HSCT (Transplantasi Stem Sel Hematopoetis) harus ditempatkan di lingkungan khusus untuk mengurangi penyebaran jamur ini.
2. Pencegahan ini dapat dilakukan terhadap pasien dengan kelainan imun yang dapat meningkatkan resiko terkena aspergillosis invasif, seperti pada pasien yang menerima induksi / reinduksi regimen untuk leukimia akut.
3. Di rumah sakit yang tidak memiliki perlindunga khusus, direkomendasikan pengadaan ruangan khusus, tidak berhubungan dengan tempat konstruksi, dan tidak memperbolehkan adanya membawa tanaman atau bunga ke ruangan pasien.
4. Ada beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi penyebaran jamur, yakni menghindari berkebun ataupun tempat-tempat konstruksi / renovasi
(IDSA, 2016)
NORD / National Organization of Rare Disease (https://rarediseases.org/rare-diseases/aspergillosis/)
IDSA (Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Aspergillosis: 2016 Update by the Infectious Diseases Society of America)
C. Tinjauan farmakologis
c. Klasifikasi
1. Aspergillus Invasif
Merupakan tipe aspergillosis kategori berat dan biasanya menyerang individu yang memiliki sistem imun rendah atau yang telah mengalami tranplantasi sumsum tulang atau organ lainnya. Penyakit ini diawali dengan infeksi pada paru kemudian menyebar pada pembuluh datah dan menginfeksi organ lainnya termasuk otak, ginjal, jantung dan kulit.
Obat : Voriconazole
2. Aspergilloma
Merupakan aspergillosis yang paling umum dijumpai. Pertumbuhannya meliputi serabut mucus, mucus, jaringan debris, sel inflamatori, dan fibrin. Aspergilloma terbentuk pada lubang-lubang udara di paru-paru yang emudian menyebabkan penyakit paru (tuberkulosis atau emfisema). Biasanya tidak memiliki gejala
Obat : itraconazole
3. Aspergillosis bronkopulmonari alergik
Biasanya terjadi pada pasien yang mengidap asma atau fibrosis sistik. Gejalanya berupa demam, mengi, pernapasan pendek (dispnea) dan
Obat : prednisone
4. Aspergillosis nekrotis kronik
Biasanya disebabkan oleh infeksi paru. Berbeda dengan aspergilloma, penyakit ini dapat menyebar pada jaringan sekitarnya.
Obat : itraconazole

d. Obat
1. Itraconazole
Mekanisme kerja : menghambat sitokrom P450 dan sintesis ergosterol yang dapat menghambat pembentukan membran sel jamur
Indikasi : blastomikosis, aspergillosis, histoplasmosis, onkomikosis, oral kandidiasis, otomikosis
Efek samping : ruam kulit, mual, muntah, udem, sakit kepala, diare, demam, hipertensi, pruritus, dll
2. Voriconazole
Mekanisme kerja : menghambat sitokrom P450 dan sterol C-14 alfa demetilasi, yang menurunkan sintesis sintesis ergosterol dan menghambat pembentukan membran sel jamur
Indikasi : aspergillosis invasif, candidemia, kandidiasis esofagel, infeksi jamur lainnya
Efek samping : takikardia, hipertensi, hipotensi, vasodilatasi, udem perifer, demam, kedinginan, sakit kepala, dll
3. Prednisone
Mekanisme kerja : menghambat inflamsi dengan mengatur sintesis protein
Indikasi : kondisi glukokortikoid-responsif, asma akut, artritis, ITP
Efek samping : anafilaksis, bradikardia, udem
Medscape app
NORD (https://rarediseases.org/rare-diseases/aspergillosis/)
3. Mikosis
C. Tinjauan farmakologis
OBAT ANTIFUNGAL
penggunaan terapeutik dalam mikosis adalah zat antibiotik atau kemoterapeutik yang bertindak langsung atau tidak langsung pada jamur. Pada akhir tahun 60-an dan 70-an, penemuan turunan imidazol dengan aktivitas antijamur merupakan faktor penting dalam pengobatan mikosis superfisial, karena khasiatnya yang tinggi dan toksisitasnya yang rendah, serta aktivitas imunomodulator. Dalam dua dekade terakhir, beberapa agen antijamur baru dengan penyerapan dan efektivitas yang lebih baik ditemukan.
Klasifikasi obat anti fungal :
- Polyenes , obat : nystatin, amphotericin b
- Azoles, obat : imidazoles, bifonazole, ketoconazole, clotrimazole, econazole, isoconazole, miconazole, oxiconazole,sertaconazole, tioconazole,triazoles, fluconazole, itraconazole
- Allylamines , obat : naftifine, terbinafine
- Hydroxypyridone , obat: ciclopirox
- Morpholine derivatives , obat: amorolfine

POLYENES
Obat antifungal ini pertama kali ditemukan pada tahun 1950, dan diproduksi melalui fermentasi spesies Streptomyces. memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk ergosterol dalam membran sel jamur daripada untuk kolesterol dalam membran sel manusia, yang memfasilitasi penghancuran jamur.
a. Nystatin
Bisa untuk pengobatan fungistatik dan fungisida
- Efek samping : dermatitis kontak (paling umum), sindrom Stevens-Johnson (jarang), pruritus, dispepsia, mual, muntah, diare, eritema berpigmen tetap, edema lidah, takikardia, mialgia, dan bronkospasme.
b. Amphotericin b
Pengobatan fungistatik atau fungisida tergantung pada konsentrasi obat dan kepekaan jamur.
Ini adalah obat antijamur spektrum luas untuk penggunaan intravena, tidak diindikasikan pada mikosis superfisial tanpa komplikasi.
- Interaksi obat : adefovir, aminoglycosides, astemizole, cephalothin, cidofovir, cyclosporine, digoxin, ethoxzolamide, fluconazole, flucytosine, ganciclovir griseofulvin, hydrocortisone, itraconazole, ketoconazole, pentamidine, probenecid, sulpiride, terbinafine, triamcinolone.
- Efek samping: eritema multipel, ruam berpigmen tetap, gatal, sindrom pria merah, urtikaria, alopecia, aritmia, hipotensi, hipertensi, tromboflebitis, anoreksia, menggigil, delirium, demam, sakit kepala, mual dan muntah.
AZOLES
Azoles mampu menghambat demetilasi karbon sterol-14 dalam sel dinding jamur dan akibatnya menghambat biosintesis ergosterol normal, memodifikasi komposisi biokimia, dan menyebabkan penghambatan pertumbuhan jamur dan replikasi. Triazol seperti flukonazol, itrakonazol, vorikonazol, posaconazol dan ravukonazol digunakan untuk pengobatan sistemik.
a. Clotrimazole
Merupakan turunan dari imidazole. Termasuk kategori B pada kehamilan.
- Interaksi obat : betamethasone, cyproterone
- Efek samping : eritema, pruritus, rash,dan dysgeusia
b. Econazole
- Mekanisme kerja : Ini mengganggu konversi lanosterol menjadi ergosterol sehingga menghambat pertumbuhan jamur.
- Interaksi obat : acenocoumarol, preservatives, contraceptive diaphragms, imidazole, warfarin.
- Efek samping : dermatitis kontak, eritema, rasa terbakar dan gatal
c. Ketoconazole
Obat antijamur spektrum luas
- Interaksi obat : alcohol, alitretinoin, alprazolam, amphotericin B, anticoagulants, atazanavir, benzodiazepines, cimetidine, clopidogrel, colchicine, cyclosporine, erythromycin, imatinib, lopinavir, methylprednisolone, midazolam, nevirapine, omeprazole, pimecrolimus, prednisolone, prednisone, rifampin, ritonavir, saquinavir, sildenafil, simvastatin, tacrolimus, tramadol, triamcinolone, vardenafil, vemurafenib.
- Efek samping : gatal, terbakar, menyengat dan dermatitis kontak (obat topikal)
nyeri epigastrium, muntah, mual, efek antabuse, ruam kulit, mengantuk, anemia hemolitik, impotensi, penurunan libido, dan ginekomastia (karena tindakan anti-androgenik pada tingkat adrenal dan testis), hepatotoksisitas (oral)
d. Miconazole
Diindikasikan untuk semua mikosis superficial
- Interaksi obat : anisindione, anticoagulants, astemizole, clopidogrel, dicumarol, gliclazide, simvastatin, thioridazine, tolvaptan, vinblastine, vincristine, warfarin
- Efek samping : iritasi, terbakar, maserasi, dermatitis kontak alergi, dan pruritus.
e. Itraconazole
- Mekanisme kerja : merupakan triazol sintetis, fungistatik, yang menghambat enzim sitokrom P 450, menghambat konversi lanosterol menjadi ergosterol dan mengganggu pertumbuhan dan pembelahan sel jamur.
- Interaksi obat : Rifampicin reduces the plasma level of itraconazole and diphenylhydantoin increases it. Alprazolam, amphotericin B, atazanavir, atorvastatin, calcium channel blocker, carbamazepine, cimetidine, clarithromycin, clopidogrel, colchicine, corticosteroids, cyclophosphamide, cyclosporine, dexamethasone, diazepam, digoxin, efavirenz, ergotamine, erythromycin, fentanyl, haloperidol, imatinib, indinavir, isoniazid, lopinavir, methylprednisolone, midazolam, omeprazole, oral hypoglycemic agents, phenytoin, pimecrolimus, prednisolone, prednisone, rifampin, ritonavir, saquinavir, sildenafil, simvastatin, vardenafil, warfarin.
- Efek samping : sakit kepala, mual, sakit perut, diare, dispepsia, gastritis, hepatitis, urtikaria, ruam, sindrom Stevens Johnson, pusing, hipertensi, hipokalemia, hipertrigliseridemia ,Fotosensitifitas, fototoksisitas, alopecia, kardiovaskular, saraf pusat, muskuloskeletal, gastrointestinal, dan gejala sistem pernapasan juga dapat terjadi.

ALLYLAMINES
a. Terbinafine
- Mekanisme kerja : Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim squalene epoxidase pada membran sel jamur, yang menyebabkan defisiensi ergosterol dan akumulasi squalene intraseluler. Ini dimetabolisme oleh beberapa isoenzim sitokrom P450, khususnya CYP2D6, yang menjelaskan potensi rendahnya untuk interaksi obat.
- Interaksi obat : amitriptyline, carbamazepine rarely interacts with other drugs, but its metabolism can be accelerated by rifampicin and delayed by cimetidine
- Efek samping : iritasi gastrointestinal atau kutan, perubahan palatabilitas, ruam, urtikaria dan sesekali hepatotoksisitas. Lupus eritematosus yang diinduksi oleh obat, erupsi lichenoid, fotosensitivitas, pityriasis rosea, pruritus, sindrom Sjogren, sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik, alopecia, onikokripsi

HYROXYPYRIDONE
a. Ciclopirox
- mekanisme kerja : memiliki sifat anti-inflamasi oleh penghambatan cyclooxygenase, 5-lipoxygenase, prostaglandin dan leukotrien. Menghambat penyerapan komponen penting dan merusak integritas membran sel jamur
- Efek samping : iritasi, terbakar, nyeri, eritema, pruritus, pigmentasi kuku, dan onychocryptosis


MORPHOLINE DERIVATIVES
a. Amorolfine
- Mekanisme kerja : Bertindak terutama dengan memodifikasi biosintesis sterol membran, mengurangi kandungan ergosterol dan menyebabkan akumulasi sterol abnormal.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3900345/
D. Penatalaksanaan penyakit
treatment berdasarkan staging
Stage Results (5 years DSS) Treatment options
IA 100% - Local RT
- Topikal kortikosteroid
- Topikal kemoterapi
- Topikal retinoid
- Topikal imiquimod
- fototerapi
IB-IIA IB (95 %)
IIA (84%) -TSEI khususnya untuk pasien dengan gejala kulit yang parah
- plak tebal atau tumor umum (TSEI diikuti oleh terapi sistemik seperti interferon atau bexarotene untuk mempertahankan respon)
IA-IIA penyakit dengan BI Blood involvement - - Perawatan yang lebih intensif seperti yang dijelaskan untuk tahap III dengan keterlibatan darah B1
- Pasien dengan bukti histologis dari transformasi folikulotropik atau sel besar (LCT) biasanya dikelola seperti yang dijelaskan untuk pengobatan penyakit stadium IIB
IIB 56% - Penyakit tumor terbatas dengan atau tanpa patch / penyakit plak: RT lokal dan terapi sistem adjuvant (retinoid, IFN, inhibitor HDAC, ECP, denileukin diftitox, methotrexate),Terapi sistemik dengan atau tanpa RT dan dengan atau tanpa terapi yang diarahkan pada kulit
- penyakit tumor umum :TSEI atau terapi sistemik (ketika menggunakan TSEI, terapi adjuvant dengan terapi sistemik dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan durasi respon)
- pasien dengan LCT : terapi sistemik
III 65% Pasien tanpa keterlibatan darah yang signifikan :Terapi-terapi kulit yang diarahkan secara umum,ECP,Terapi sistemik biologis dengan atau tanpa terapi yang diarahkan pada kulit
IV 30% - Sindrom Sézary:Agen tunggal terapi sistemik biologis atau terapi kombinasi
- Sindrom non-sézary :Kemoterapi sistemik dengan atau tanpa RT untuk kontrol lokal (terapi biologis adjuvant dapat dipertimbangkan setelah kemoterapi untuk meningkatkan durasi respon)

Rejimen terapi
a. nystatin
- Mukosa / esofagus oral: 1-2 ml suspensi oral, 4 kali / hari; atau pil yang dilapisi, 1 atau bahkan 2 pil setiap 8 jam, juga diindikasikan pada infeksi perineum rekuren.
- Kandidiasis kulit: 2-3 kali / hari;
- Vagina: 1-2 kali / hari
b. Ampothericin b
0,5-0,6 mg / kg diberikan dalam 5% dekstrosa, selama lebih dari 4 jam
c. Clotrimazole
Diaplikasikan di kulit 2 x / hari
d. Ketoconazole
Anak diatas 2 tahun: 3-6 mg / kg / hari
e. Terbinafine
- Anak diatas 12 kg: 62.5 mg / hari
- anak 20-40 kg: 125 mg / hari
- anak diatas 40 kg and dewasa: 250 mg / hari

- Terapi kulit yang diarahkan secara umum selain radioterapi

Perawatan ini diindikasikan pada pasien dengan keterlibatan kulit yang luas.seperti Fototerapi [PUVA (psoralen dan UVA) dan UVB]: Psoralen plus ultraviolet (UV) A terapi cahaya (PUVA) dengan 8-methoxypsoralen yang diberikan secara oral (8-MOP), yang membuat kulit sensitif terhadap radiasi UVA, merupakan pengobatan penting untuk penyakit tahap awal.39,40 8-MOP juga dapat ditambahkan ke bak mandi medis (mandi-PUVA) atau salep topikal (krim-PUVA). Kemanjuran broadband UVB cenderung terbatas pada tahap patch, sedangkan PUVA juga efektif dalam membersihkan plak.

-Terapi sistemik

Terapi sistemik dengan extracorporeal photopheresis (ECP), interferon, retinoid sistemik, atau inhibitor histone deacetylase (HDAC) lebih disukai daripada kemoterapi tradisional untuk pasien yang tidak merespons terapi awal yang diarahkan pada kulit. Kemoterapi multiagent diterapkan hanya untuk pasien yang tidak menanggapi beberapa terapi sebelumnya (termasuk kemoterapi agen tunggal dan rejimen kombinasi), atau memiliki nodus limfa besar atau penyakit parenkimal.

-Perawatan radiasi lokal

Radioterapi (RT) adalah pilihan pengobatan penting dalam manajemen pasien ini baik untuk mereka dengan tahap terbatas atau mereka dengan penyakit stadium lanjut. Karena kelangkaan penyakit ini, tidak ada uji acak yang mengevaluasi indikasi untuk RT dibandingkan dengan pendekatan pengobatan yang disebutkan sebelumnya. RT dapat dikirim ke ekstensi variabel dari permukaan kulit dan dengan niat paliatif atau kuratif, itu juga dapat disampaikan bersama dengan pilihan perawatan lain, lebih sering tidak bersamaan, tetapi dalam jadwal berurutan. Mycosis fungoides, seperti penyakit hematologi lainnya, sangat radiosensitif, sehingga perawatan dosis rendah dapat mencapai tingkat respons yang tinggi.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4054991/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3900345/
3. Mikosis
A. Tinjauan umum penyakit
• Definisi
Mikosis subkutan merupakan kelompok penyakit yang dihasilkan oleh sekelompok jamur heterogen yang menginfeksi kulit, jaringan subkutan, dan beberapa kasus pada jaringan-jaringan dasar dan organ-organ. Agen-agen kausatif biasanya diyemukan pada tanah, dedaunan, dan bahan-bahan organik, dan diawali dengan luka trauma pada kulit. Penyakit ini biasanya bersifat lokal dan menyebar secara lambat pada jaringan sekitarnya, disertai sedikit gejala atau bahkan tanpa gejala.

• Epidemiologi
Infeksi jamur sistemik merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien gagal fungsi imun. Infeksi jamur terhitung 20% hingga 30% dari infeksi fatal pada pasien dengan leukemia akut, 10% sampai 15% dari infeksi fatal pada pasien dengan limfoma, dan 5% dari infeksi fatal pada pasien dengan tumor padat. Frekuensi infeksi jamur di antara penerima transplantasi berkisar antara 0% hingga 20% untuk penerima transplantasi ginjal dan sumsum tulang hingga 10% hingga 35% untuk penerima transplantasi jantung dan 30% hingga 40% untuk penerima transplantasi hati.

Sekitar 2% sampai 4% dari semua pasien yang dirawat di rumah sakit mengembangkan infeksi nosokomial. Dari jumlah ini, bakteri terdiri dari agen etiologi yang paling umum. Jamur, bagaimanapun, menjadi patogen nosokomial yang semakin signifikan. Jamur terhitung 10% dari semua isolat aliran darah. Spesies Candida (terutama C. albicans) adalah isolat aliran darah keempat yang paling umum terisolasi dan menyumbang 78% dari semua infeksi jamur nosokomial.

Infeksi jamur yang diperoleh secara nosokomial dapat timbul dari flora eksogen atau endogen. Flora endogen dapat mencakup organisme komensal normal pada kulit, gastrointestinal (GI), genitourinary, atau saluran pernapasan. C. albicans ditemukan sebagai komensal normal saluran pencernaan pada 20% hingga 30% manusia.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780323296342000389
Dipiro, Joseph T., et al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. Mc.Graw-Hill Medical.
B. Patogenesis dan gejala penyakit
• Patogenesis
Mikosis sistemik disebabkan oleh jamur utama atau patogenik termasuk histoplasmosis, coccidioidomycosis, cryptococcosis, blastomycosis, paracoccidioidomycosis, dan sporotrichosis. Patogen utama dapat menyebabkan penyakit pada individu sehat maupun dengan gangguan imun, meskipun penyakit ini umumnya lebih parah atau menyebar pada inang dengan gangguan imun. Mikosis disebabkan oleh jamur oportunis seperti C. Albicans, spesies Aspergillus, Trichosporon, Torulopsis (Candida) glabrata, Fusarium, Alternaria, dan Mucor umumnya ditemukan hanya pada inang dengan gangguan imun. Sebagian besar infeksi jamur diperoleh sebagai hasil dari kejadian inhalasi udara. Contohnya, Histoplasma capsulatum ditemukan pada tanah yang terkontaminasi oleh kotoran kelelawar, ayam, dan burung jajak, dan C. Neoformans berkaitan dengan tetesan burung merpati.

Faktor inang dan patogen memiliki peran yang saling mempengaruhi pada penerimaan dan perkembangan infeksi jamur. Kulit utuh atau permukaan mukosa menjadi barier utama pada infeksi. Flora bakteri kulit dan membran mukus bersaing dengan jamur untuk pertumbuhannya. Perubahan pada keseimbangan flora normal disebabkan oleh penggunaan antibiotik atau perubahan pada status nutrisi yang dapat menyebabkan proliferasi jamur seperti Candida, meningkatkan kemungkinan invasi sistemik dan infeksi.

Pertumbuhan jamur dalam jaringan tertahan oleh sejumlah mekanisme. Sebagai contoh, serum memiliki aktivitas fungistatik melawan Candida sebagian karena transferin, protein pengikat besi manusia yang menghilangkan mikroba dari besi yang diperlukan untuk sintesis enzim pernapasan. Serum juga mengandung globulin, yang menyebabkan penggumpalan nonimmunologis Candida, memfasilitasi eliminasi mereka dengan inflamasi sel.

Reaksi jaringan dengan adanya jamur bervariasi tergantung dengan spesies jamur, sisi proliferasi, dan durasi infeksi. Fagositosis oleh neutrofil dan makrofag merupakan mekanisme paling awal yang mencegah pembentukan jamur. Akibatnya, pasien dengan penurunan jumlah neutrofil atau penurunan fungsi neutrofil memiliki risiko lebih tinggi terhadap infeksi, terutama infeksi yang disebabkan oleh Candida dan spesies Aspergillus. Beberapa mikosis ditandai dengan respon peradangan tingkat rendah yang tidak menghilangkan jamur. Sel jamur terkadang bisa bertahan dalam makrofag tanpa terbunuh, mungkin karena resistensi terhadap efek enzim lisosom.

• Gejala
• Ruam
• Tambalan yang mengeluarkan cairan bening
• Benjolan seperti jerawat
• Gatal atau terbakar
Dipiro, Joseph T., et al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. Mc.Graw-Hill Medical.
https://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/guide/fungal-infections-skin
1. Kandidiasis
C. Tinjauan farmakologis
1. Flukonazol
Dosis :
oral, vaginitis dan balanitis kandida, 150 mg dosis tunggal. Kandidiasis mukosa (kecuali genitalia) 50 mg/hari (100 mg/hari untuk infeksi yang sulit sembuh) diberikan selama 7-14 hari, untuk kandidiasis orofarings (maksimal 14 hari, kecuali pasien immunocompromised); 14 hari untuk kandidiasis oral atropikans; 14-30 hari untuk infeksi mukosa lainnya (mis. esofagitis, kandiduria, infeksi bronkopulmoner noninvasif).
Efek Samping:
nausea, sakit perut, diare, kembung; gangguan enzim hati; kadang-kadang ruam (hentikan obat atau awasi secara ketat); angioudem, anafilaksis, lesi bulosa, nekrolisis epidermal toksik, sindrom Stevens-Johnson; pada pasien AIDS pernah dilaporkan reaksi kulit yang hebat
Peringatan:
gangguan ginjal, kehamilan (dosis tinggi menyebabkan teratogenik pada hewan) dan menyusui, peningkatan enzim hati. Aritmia, hindarkan pemakaian bersama astemizol atau terfenadin atau cisaprid.(http://pionas.pom.go.id)
2. Itrakonazol
Indikasi:
kandidiasis orofarings dan vulvo vaginal; ptyriasis versicolor, infeksi dermatofita lainnya
Peringatan:
hindari pemakaian pada riwayat gangguan fungsi hati. Pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan bila pengobatan lebih dari 1 bulan atau bila timbul mual, anoreksia, muntah, lelah, sakit perut atau urin berwarna gelap (hentikan obat bila hasil tes abnormal); gangguan fungsi ginjal (bioavailabilitas dapat berkurang); absorpsi berkurang pada penderia AIDS dan neutreopenia (periksa kadar dalam darah dan bila perlu dosis dapat dinaikkan); hentikan obat bila terjadi neuropati perifer; kehamilan dan ibu menyusui.
Efek Samping:
mual, sakit perut, dispepsia, konstipasi, sakit kepala, pusing, kenaikan enzim hati, gangguan haid, reaksi alergi (pruritus, ruam, urtikaria, angioudem), hepatitis dan ikterus kolestatik (terutama bila pengobatan melebihi satu bulan); neuropati perifer (hentikan obat), pernah dilaporkan sindrom Stevens-Johnson; hipokalemia pada penggunaan jangka panjang, udem dan rambut rontok.

Dosis:
kandidiasis orofarings, 100 mg/hari (200 mg pada pasien AIDS atau neutropenia) selama 15 hari.Vulvovaginitis kandida, 200 mg 2 kali sehari selama 1 hari.(http://pionas.pom.go.id)

3. Kaspofungin asetat
Indikasi:
kandidiasis invasif (diantaranya kandidemia, pada pasien neutropenik dan non-neutropenik); kandidiasis esofageal; kandidiasis orofaringeal; aspergilosis invasif (pada pasien yang sukar disembuhkan atau intoleran terhadap terapi lain).
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap kaspofungin asetat.
Efek Samping:
demam, sakit kepala, nyeri perut, nyeri, kedinginan, mual, muntah, diare, peningkatan jumlah enzim hati (AST, ALT, alkalin fosfatase, direct bilirubin dan bilirubin total), peningkatan kreatinin serum, anemia (penurunan hemoglobin dan hematokrit), plebitis/tromboplebitis, komplikasi pada tempat pemberian infus, ruam kulit, pruritus, bengkak pada wajah, sensasi hangat, bronkospasme, anafilaktik, disfungsi hati, udem perifer, dan hiperkalsemia.

Dosis:
Invasive candidiasis, infus intravena lambat (± 1 jam), dosis muatan (loading dose) tunggal 70 mg diberikan pada hari pertama, selanjutnya diikuti dengan dosis 50 mg sehari. Lama pengobatan harus disesuaikan dengan respons klinis dan mikrobiologi pasien. Umumnya, terapi anti jamur harus dilanjutkan paling tidak 14 hari setelah hasil pemeriksaan kultur terakhir yang positif.
Esophageal dan oropharyngeal candidiasis, infus intravena lambat (± 1 jam), 50 mg sehari.(http://pionas.pom.go.id)
4. Ketokonazol
Indikasi:
mukosa sistemik, kandidiasis mukokutan resisten yang kronis, mukosa saluran cerna resisten serius, kandidiasis vaginal resisten yang kronis, infeksi dermatofita pada kulit atau kuku tangan (tidak pada kuku kaki); profilaksis mikosa pada pasien imunosupresan; kandidiasis mukokutan kronis yang tidak responsif terhadap nistatin dan obat-obat lain; infeksi mikosis sistemik (kandidiasis, paraksidioidomikasis, cocci dioidomycosis, hiptoplasmosis).
Kontraindikasi:
gangguan hati; kehamilan (teratogenesitas pada hewan, pada kemasan cantumkan peringatan kehamilan) dan menyusui; pemberian bersamaan dengan terfenadin atau astemizol.

Efek Samping:
mual, muntah, nyeri perut; sakit kepala; ruam, urtikaria, pruritus; jarang trombositopenia, parestesia, fotofobia, pusing, alopesia, ginaekomastia dan oligospermia; kerusakan hati fatal Peringatan: risiko terbentuknya hepatitis lebih besar jika diberikan lebih dari 14 hari.

Dosis:
DEWASA 200 mg/hari bersama makanan, biasanya untuk 14 hari; jika setelah 14 hari respons tidak memadai, lanjutkan hingga setidaknya 1 minggu setelah gejala hilang dan kultur menjadi negatif; maksimum 400 mg/hari. ANAK, 3 mg/kg bb/hari dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Kandidiasis vaginal resisten yang kronis, 400 mg/hari bersama makanan selama 5 hari.(http://pionas.pom.go.id)

5. Nistatin
Indikasi:
kandidiasis.
Efek Samping:
mual, muntal, diare pada dosis tinggi, iritasi oral dan sensitisasi, ruam (termasuk urtikaria) dan dilaporkan terjadi sindroma Stevens-Johnson (jarang).

Dosis:
oral, kandidiasis usus 500.000 UI setiap 6 jam, berikan dosis ganda pada kasus infeksi berat; ANAK 100.000 UI 4 kali/hari. Profilaksis, 1 juta unit/ hari. Neonatal, 100.000 UI/hari sebagai dosis tunggal. Untuk penggunaan sebagai obat kumur dalam kasus kandidiasis mulut. (http://pionas.pom.go.id)
http://pionas.pom.go.id)
D. Penatalaksanaan penyakit
1. Pengambilan riwayat penyakit / anamnesis yang baik dan benar. (Lukisari, Cane et al, 2010: 81)
2. Pasien dirujuk untuk pemeriksaan mikologi.(Lukisari, Cane et al, 2010: 81)
3. Pasien diinstruksikan untuk membersihkan rongga mulutnya terutama pada dorsum lidahnya pada kasus kandidiasis oral (Lukisari, Cane et al, 2010: 81)
4. Pemeriksaan dan pemberian antijamur yang tepat. (Lukisari, Cane et al, 2010: 81)
5. Edukasi mengenai cara penjagaan kesehatan lingkungan mulut dengan rutin membersihkan gigi, mulut dan lidah (Wongsojardjono dan Goeno, 2011 : 3)
Lukisari, Cane et al.2010. Penatalaksanaan kandidiasis oral disebabkan candida tropicalis pada anak dengan gangguan sistemik. Surabaya: FKG Universitas Airlangga
Wongsohardjono, Sri Budiarti., Goeno Subagyo. 2011. Kandidiasis dimulut akibat kemoterapi dan penatalaksanaannya. Yogyakarta: FKG UGM
3. Mikosis
A. Tinjauan umum penyakit
Infeksi jamur pada rambut, kulit dan daerah lainnya merupakan kasus umum yang terjadi di dunia, umunya daerah tropis, temperatur yang hangat menjadi tempat ideal bagi pertumbuhan jamur kutan. Pada mikosis superfisial, jamur dapat masuk melalui epidermis dan annex kemudian melewati dermis. Pada kasus yang parah, organ internal dapat terjangkit jamur. Sehingga dapat menyebabkan dua kategori yaitu infeksi dengan inflamasi dan infeksi non inflamasi.
https://dx.doi.org/10.1590%2Fabd1806-4841.20131996
C. Tinjauan farmakologis
Pengobatan pytiriasis versicolor sistemik dapat menggunakan :
Ketokonazole 200mg/hari selama 10 hari
Fluconazole 150mg/minggu selama 3 minggu
Itraconazole 200mg/hari selama 7 hari

Selain itu, obat-obat lain yang dapat digunakan untuk berbagai jenis mikosis yaitu Griseofulvin, terbinafine,
https://dx.doi.org/10.1590%2Fabd1806-4841.20131996
4. Herpes simpleks
C. Tinjauan farmakologis
TINJAUAN FARMAKOLOGIS
Asiklovir
Kelas: anti-virus.
Indikasi: Pengobatan genital herpes simplex virus (HSV) dan HSV ensefalitis.
Bentuk sediaan obat yang tersedia di rumah sakit: 5% krim kulit, Vial (250 mg), SUSP (200 mg / 5ml).
Nama dagang: Matrovir
Dosis:
-Infeksi Genital herpes simplex virus (HSV):
-I.V.: Immunocompetent: tahap awal, berat: 5 mg/kg/dosis setiap 8 jam selama 5-7 hari atau 5-10 mg/kg/dosis 8 jam setiap hari 2-7, ikuti dengan terapi oral untuk menyelesaikan setidaknya 10 hari terapi (CDC, 2010)
-Oral:
-Tahap awal: 200 mg 5 kali setiap hari selama 10 hari atau 400 mg 3 kali sehari selama 7-10 hari (CDC, 2010)
-Jika kambuh: 200 mg 5 kali sehari selama 5 hari. Selain itu, regimen berikut juga dianjurkan oleh CDC: 400 mg 3 x sehari selama 5 hari; 800 mg dua kali sehari selama 5 hari; 800 mg 3 kali sehari selama 2 hari (CDC, 2010)
-Pencegahan kronis: 400 mg dua kali sehari atau 200 mg 3 - 5 kali sehari, hingga 12 bulan diikuti oleh evaluasi ulang.
-Herpes zoster (sirap):
-Oral: Immunocompetent: 800 mg 5 kali sehari selama 7-10 hari
-I.V.: Gangguan kekebalan: 10 mg/kg/dosis atau 500 mg/m2/dosis setiap 8 jam selama 7 hari
-HSV ensefalitis: I.V.: 10 mg/kg/dosis setiap 8 jam selama 10 hari; 10-15 mg/kg/dosis setiap 8 jam selama 14-21 hari juga dilaporkan.
-Mucocutaneous HSV:
-I.V.: Gangguan kekebalan: pengobatan: 5 mg/kg/dosis setiap 8 jam selama 7 hari (Leflore, 2000);
-Oral : gangguan kekebalan: 400 mg 5 kali sehari selama 7 hari (Leflore, 2000)
-Orolabial HSV (menggunakan unlabeled): Oral (immunocompetent):
-Pengobatan: 200-400 mg 5 kali sehari selama 5 hari (Cernik, 2008; Leflore, 2000; Spruance, 1990) untuk pengobatan episodik/berulang; untuk pengobatan awal, data tersedia terbatas, 200 mg 5 x harian atau 400 mg 3 kali sehari untuk 7-10 hari telah direkomendasikan oleh beberapa dokter.
-Pencegahan kronis: 400 mg 2 x sehari (untuk klinis telah dievaluasi hingga 1 tahun) (Cernik, 2008; Rooney, 1993)
-Varicella-zoster (cacar air): memulai perawatan dalam 24 jam pertama onset ruam:
-Oral: > 40 kg (immunocompetent): 800 mg 4 x sehari selama 5 hari
-TERAPI:
-Produsen pelabelan (kekebalan): 10 mg/kg/dosis setiap 8 jam selama 7 hari
-CDC pedoman HIV (kekebalan): 10-15 mg/kg/dosis setiap 8 jam selama 7-10 hari
-Pencegahan HSV Reaktivasi pada pasien HIV-positif (menggunakan unlabeled): Oral: 400-800 mg 2 - 3 kali sehari-hari (CDC, 2010)
-Pencegahan HSV Reaktivasi di HSCT (menggunakan unlabeled): CDC rekomendasi: catatan: mulai dari awal pengkondisian terapi dan terus sampai engraftment atau sampai mucositis diselesaikan (~ 30 hari)
-Oral: 200 mg 3 x sehari
-I.V.: 250 mg/m2/dosis setiap 12 jam
-Pencegahan VZV Reaktivasi di HSCT alogenik (menggunakan unlabeled): NCCN Pedoman: Oral: 800 mg dua kali sehari
-Pencegahan CMV Reaktivasi risiko rendah HSCT alogenik (menggunakan unlabeled): NCCN
Pedoman: catatan: perlu pengawasan yang ketat (karena aktivitas lemah); tidak digunakan pada pasien berisiko tinggi untuk penyakit CMV: Oral: 800 mg 4 x sehari
-Pengobatan HSV yang menyebar atau VZV atau empiris perlakuan terhadap dugaan ensefalitis pada kekebalan pasien dengan kanker: (menggunakan unlabeled): NCCN Pedoman: I.V.: 10-12 mg/kg/dosis setiap 8 jam
-Pengobatan infeksi HSV episodik pasien HIV-positif (menggunakan unlabeled): Oral: 400 mg 3 x sehari selama 5-10 hari (CDC, 2010)
-Genital HSV: Topikal: kekebalan: salep: episode awal: 1/2" pita salep untuk 4" persegi luas permukaan setiap 3 jam (6 kali / hari) untuk 7 hari
-Herpes labialis (luka dingin): topikal: menerapkan 5 kali / hari selama 4 hari
-Mucocutaneous HSV: Topikal: salep: Non-hidup-mengancam, kekebalan: 1/2" pita salep untuk 4" persegi luas permukaan setiap 3 jam (6 kali / hari) untuk 7 hari.
Geriatri
Mengacu pada dosis dewasa.
Gangguan hati:
Oral, terapi:
Ada dosis penyesuaian dalam gangguan hati yang disediakan dalam label produsen; menggunakan
hati-hati pada pasien dengan gangguan berat.
Gangguan ginjal:
-Oral:
-Clcr 10-25 mL/minute/1.73 m2: rejimen dosis Normal 800 mg 5 kali sehari-hari: mengelola 800 mg setiap 8 jam
-Clcr < 10 mL/minute/1.73 m2:
-Normal rejimen dosis 200 mg 5 kali sehari-hari atau 400 mg setiap 12 jam: mengelola 200 mg setiap 12 jam
-Normal dosing rejimen 800 mg 5 kali sehari-hari: mengelola 800 mg setiap 12 jam
-TERAPI:
-Clcr 25-50 mL/minute/1.73 m2: mengelola dosis yang direkomendasikan setiap 12 jam
-Clcr 10-25 mL/minute/1.73 m2: mengelola dosis yang direkomendasikan setiap 24 jam
-Clcr < 10 mL/minute/1.73 m2: mengelola 50% dari dosis yang dianjurkan setiap 24 jam
-Intermiten hemodialisis (IHD) (mengelola setelah hemodialisis pada hari-hari dialisis): Dialyzable (60% pengurangan mengikuti sesi 6 jam): I.V.: 2,5-5 mg/kg setiap 24 jam (Heintz, 2009).
Catatan: Dosis tergantung pada asumsi 3 kali mingguan, lengkap IHD sesi.
-Peritoneal dialisis (PD): mengelola 50% dari dosis normal sekali sehari; ada dosis tambahan yang diperlukan.
-Continuous terapi penggantian ginjal (CRRT) (Heintz, 2009; Trotman, 2005): bersihan obat sangat tergantung pada metode penggantian ginjal, jenis filter, dan laju aliran. Dosis yang tepat membutuhkan pemantauan dekat untuk respon farmakologis, tanda-tanda reaksi yang merugikan akibat akumulasi obat, serta hubungan konsentrasi obat dengan target palung (jika berlaku). Berikut ini umum rekomendasi hanya (berdasarkan tingkat aliran/Ultrafiltrasi dialysate 1-2 L/jam dan minimal sisa fungsi ginjal) dan harus tidak menggantikan penilaian klinis:
-CVVH: I.V.: 5-10 mg/kg setiap 24 jam
-CVVHD CVVHDF: I.V.: 5-10 mg/kg setiap 12-24 jam
Dosis: obesitas
Pasien Obesitas harus menurutkan berat badan menjadi ideal.
Efek samping yang umum:
Oral:
-CNS: malaise, sakit kepala.
-GIT: mual, muntah, diare.
Parenteral:
-Dermatologi: gatal-gatal, ruam.
-GIT: mual, muntah.
-Hepatic: meningkatkan enzim hati.
-Lokal: Peradangan di tempat suntikan atau flebitis.
-Ginjal: BUN meningkat (5% sampai 10%), kreatinin meningkat (5% sampai 10%), gagal ginjal akut.
Faktor risiko kehamilan: B
Valaciclovir (HERCLOV®)
- mengandung Valasiklovir yaitu ester L-valindari asiklovir yang bekerja sebagai antiviral. Valasiklovirpada manusia diubah dengan cepat dan hampir sem-purna menjadi asiklovir dan valin oleh enzim valasiklovirhidrolase.
- HERCLOV® adalah inhibitor spesifik untuk virus herpesdengan aktivitas secara in vitro terhadap virus herpessimpleks (HSV) tipe 1 dan 2, virus varisela zoster (VZV),sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr (EBV) dan virushuman herpes 6 (HHV-6).
- HERCLOV® menghambat sintesa DNA virus herpessetelah difosforilasi menjadi bentuk trifosfat yang aktif.Tahap pertama fosforilasi memerlukan aktivitas spesifikenzim virus.
- INDIKASI: Pengobatan herpes zoster, Pengobatan infeksi herpes simpleks pada kulit, membran mukosa, termasuk herpes genital awal dankambuhan.
- KONTRA-INDIKASI : Hipersensitivitas terhadap Valasiklovir, asiklovir.
- EFEK SAMPING : ditoleransi dengan baik.Efek samping yang sering terjadi adalah sakit kepala,mual.
- PERHATIAN
Dosis sebaiknya disesuaikan untuk penderita dengankelainan ginjal yang nyata.-Hati-hati pemakaian pada wanita hamil dan menyusui.-Simetidin dan probenesid meningkatkan area dibawah kurva konsentrasi plasma asiklovir melaluireduksi bersihan kreatinin, akan tetapi tidak diperlukanpenyesuaian dosis.-Beberapa obat-obat lain yang mempengaruhi fungsiginjal dapat mempengaruhi kadar plasma asiklovir.
- INTERAKSI OBAT
-Simetidin dan probenesid meningkatkan area dibawah kurva konsentrasi plasma asiklovir melaluireduksi bersihan kreatinin, akan tetapi tidak diperlukanpenyesuaian dosis.
-Beberapa obat-obat lain yang mempengaruhi fungsiginjal dapat mempengaruhi kadar plasma asiklovir.
- DOSIS
*Dewasa
-Pengobatan herpes zoster:2 kaplet 3 kali sehari selama 7 hari.- Pengobatan herpes simpleks:1 kaplet 2 kali sehari.Untuk pengobatan herpes simpleks kambuhan dianjurkan pemakaian selama 5 hari, sedangkan untuk pengo-batan herpes simpleks awal yang dapat menjadi lebih berat,pengobatan sebaiknya diper-panjang sampai 10 hari.
*Anak-anak
Belum ada datanya.
*Usia lanjut
Tidak diperlukan penyesuaian dosis kecuali untuk kelainan fungsi ginjal yang nyata (lihat dosis untuk kelainan ginjal). Hidrasi yang cukup sebaiknya dipertahankan.


*Penderita dengan kelainan ginjal
Dosis untuk penderita dengan kelainan fungsi ginjalyang nyata sebaiknya disesuaikan sebagai berikut
Bersihan Kreatinin (ml/menit) Dosis
Herpes Zoster Herpes Simpleks
15 - 30 2 kaplet 2 kali sehari Tidak ada perubahan
< 15 2 kaplet sehari 1 kaplet sehari

*Pada penderita dengan hemodialisa, sebaiknya digunakan dosis yang dianjurkan untuk penderita denganbersihan kreatinin < 15 ml/menit, tetapi sebaiknyadiberikan setelah dilakukan hemodialisa.
*Penderita dengan kelainan hati
Modifikasi dosis tidak diperlukan untuk penderitadengan sirosis ringan atau sedang.
http://www.just.edu.jo/DIC/AZLibrary/Acyclovir.pdf
ISO Volume 50 tahun 2016, hal 191
https://www.scribd.com/document/338787007/Valacyclovir-pdf
D. Penatalaksanaan penyakit
PENATALAKSANAAN PENYAKIT
1. Pengobatan Klinis Pertama Infeksi HSV Genital
Rekomendasi 1
Untuk dewasa dan remaja dengan pengobatan pertama klinis infeksi HSV genital, WHO STI merekomendasikan perawatan selama ada pengobatan.
Rekomendasi 2
Untuk dewasa dan remaja dengan pengobatan pertama klinis infeksi HSV genital, WHO STI menunjukkan dosis standar aciclovir, valasiklovir atau famciclovir.
Dosis:
• aciclovir 400 mg oral tiga kali sehari selama 10 hari( dosis standar)
• aciclovir 200 mg oral lima kali setiap hari selama 10 hari
• valasiklovir 500 mg oral dua kali sehari selama 10 hari
• famciclovir 250 mg oral tiga kali sehari selama 10 hari

2. Pengobatan Klinis Berulang Infeksi HSV Genital (Episodik Therapy)
Rekomendasi 3
Untuk dewasa dan remaja dengan pengobatan klinis berulang infeksi HSV genital, WHO STI menunjukkan pengobatan selama ada pengobatan. Rekomendasi bersyarat, bukti kualitas moderat. Catatan: Pengobatan harus diberikan dalam 24 jam pertama dari timbulnya gejala atau selama fase prodromal. Rekomendasi ini juga berlaku untuk orang-orang HIV, orang-orang yang kebal dan wanita hamil.
Rekomendasi 4
Untuk orang dewasa dan remaja dengan pengobatan klinis berulang infeksi HSV genital, WHO STI menunjukkan penggunaan aciclovir, valasiklovir atau famciclovir. Rekomendasi bersyarat, bukti kualitas moderat
Dosis untuk orang dewasa, remaja dan wanita hamil:
• aciclovir 400 mg oral tiga kali sehari untuk 5 hari, 800 mg dua kali sehari selama 5 hari, atau 800 mg tiga kali sehari selama 2 hari
• valasiklovir 500 mg oral dua kali sehari selama 3 hari
• famciclovir 250 mg dua kali sehari selama 5 hari
Dosis untuk orang yang hidup dengan HIV dan orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan:
• aciclovir 400 mg oral tiga kali sehari selama 5 hari
• valasiklovir 500 mg oral dua kali sehari selama 5 hari
• famciclovir 500 mg oral dua kali sehari selama 5 hari
Catatan: Meskipun manfaat dari obat-obatan sama, biaya valasiklovir dan famciclovir lebih mahal dari aciclovir, dan karena itu aciclovir menjadi pilihan. Pilihan dosis tergantung pada pertimbangan terhadap kepatuhan. Perawatan harus diberikan dalam 24 jam pertama dari timbulnya gejala atau selama fase prodromal.
3. Pengobatan Klinis Berulang Infeksi HSV Genital Yang Sering, Parah Atau Menyebabkan Distres (Penekanan Therapy)
Rekomendasi 5
Untuk orang dewasa dan remaja dengan pengobatan klinis berulang infeksi HSV genital yang sering, parah atau menyebabkan distres, WHO STI menunjukkan terapi penekanan atas episodik terapi, dan mengkaji ulang setelah satu tahun. Rekomendasi bersyarat, bukti kualitas moderat
Catatan: Individu yang sering memiliki rekuren (misalnya 4-6 kali per tahun atau lebih), gejala yang parah atau pengobatan yang menyebabkan penderitaan akan cenderung memilih terapi penekanan atas episodik terapi. Untuk menentukan frekuensi atau keparahan, pengobatan dapat dipantau selama beberapa bulan pertama. Rekomendasi ini juga berlaku untuk orang-orang yang hidup dengan HIV, orang-orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan dan wanita hamil.
Rekomendasi 6
Untuk orang dewasa dan remaja dengan pengobatan klinis berulang infeksi HSV genital yang sering, parah atau menyebabkan distres, WHO STI menunjukkan aciclovir, valasiklovir atau famciclovir untuk penekanan terapi. Rekomendasi bersyarat, bukti kualitas rendah
Dosis untuk orang dewasa, remaja dan wanita hamil:
• aciclovir 400 mg oral dua kali sehari
• valasiklovir 500 mg oral sekali sehari
• famciclovir 250 mg oral dua kali sehari
Dosis untuk orang-orang yang hidup dengan HIV dan orang-orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan:
• aciclovir 400 mg oral dua kali sehari
• valasiklovir 500 mg oral dua kali sehari
• famciclovir 500 mg oral dua kali sehari
Catatan: Individu yang sering memiliki rekuren (misalnya 4-6 kali per tahun atau lebih), gejala yang parah atau pengobatan yang menyebabkan penderitaan akan cenderung memilih terapi penekanan atas episodik terapi. Untuk menentukan frekuensi atau keparahan, pengobatan dapat dipantau selama beberapa bulan pertama. Meskipun manfaat dari obat-obatan yang mungkin serupa, biaya valasiklovir dan famciclovir lebih mahal dari aciclovir, oleh karena itu aciclovir menjadi pilihan. Pilihan pengobatan mungkin juga tergantung pada pertimbangan terhadap kepatuhan.
WHO GUIDELINES FOR THE Treatment of Genital Herpes Simplex Virus
http://www.just.edu.jo/DIC/AZLibrary/Acyclovir.pdf
https://www.scribd.com/document/338787007/Valacyclovir-pdf
2. Aspergilosis
C. Tinjauan farmakologis
• Aspergilosis umumnya menyerang saluran nafas, namun pada pasien immunocompromised berat, bentuk invasifnya dapat mengenai sinus, jantung, otak dan kulit.
• Vorikonazol merupakan obat pilihan; amfoterisin (formulasi liposomal lebih disukai bila terjadi gangguan ginjal) dan itrakonazol merupakan alternatif pada pasien yang gagal diterapi dengan amfoterisin
1. GOLONGAN POLIEN
a. Termasuk dalam golongan ini adalah amfoterisin dan nistatin. Keduanya tidak diabsorpsi secara oral. Obat ini digunakan untuk infeksi oral, orofaringeal dan perioral yang diberikan secara topikal di mulut.Infus amfoterisin intravena digunakan untuk infeksi jamur sistemik dan aktif terhadap sebagian besar jamur dan ragi. Obat ini terikat kuat pada protein plasma dan penetrasinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh buruk. Amfoterisin bersifat toksik dan efek samping sering terjadi. Sediaan amfoterisin dalam lipid bersifat kurang toksik dan direkomendasikan bila sediaan konvensional dikontraindikasikan karena toksisitasnya, terutama nefrotoksisitas atau jika respon terhadap amfoterisin konvensional tidak memuaskan.
b. Nistatin terutama digunakan untuk infeksi Candida albicans di kulit dan membran mukosa, termasuk untuk kandidiasis pada usus dan esofageal.
2. GOLONGAN TRIAZOL.
a. Termasuk golongan ini adalah flukonazol dan itrakonazol.
b. Itrakonazol aktif terhadap semua bentuk infeksi dermatofit. Kapsul itrakonazol memerlukan kondisi asam dalam lambung untuk mendapatkan absorpsi yang optimal.
a. Itrakonazol dapat menyebabkan kerusakan hati dan sebaiknya dihindari atau digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, termasuk pasien anak. Flukonazol lebih jarang menyebabkan hepatotoksisitas.
b. Vorikonazol merupakan antijamur dengan spektrum luas dan diindikasikan untuk infeksi yang mengancam jiwa.
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
D. Penatalaksanaan penyakit
1. Observasi:
a. Aspergillomas tunggal biasanya tidak membutuhkan pengobatan, dan obat-obatan biasanya tidak efektif dalam mengobati massa jamur ini. Aspergillomas yang tidak menimbulkan gejala mungkin diperiksa secara ketat dengan bantuan rontgen dada.
b. Jika kondisi terus berkembang, penggunaan obat anti-jamur mungkin disarankan.
2. Kortikosteroid oral
a. Tujuan mengobati alergi aspergilosis bronkopul-moner adalah untuk mencegah asma yang sudah ada atau memburuknya cystic fibrosis.
b. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan kortikosteroid oral. Obat anti-jamur tidak membantu untuk alergi aspergilosis bronkopulmoner, tetapi dapat dikombina-sikan dengan kortikosteroid untuk mengurangi dosis steroid dan meningkatkan fungsi paru-paru.
3. Obat antijamur
a. Obat ini adalah pengobatan standar untuk aspergillosis paru invasif.
b. Secara historis, obat yang sering digunakan adalah amfoterisin B, tetapi obat yang lebih baru vorikonazol (Vfend) kini lebih disukai karena tampaknya menjadi lebih efektif dan mungkin memiliki efek samping yang lebih sedikit.
c. Semua obat anti-jamur dapat menyebabkan masalah serius seperti kerusakan hati atau ginjal. Obat juga dapat berinteraksi dengan obat lain jika diberikan kepada orang-orang dengan sistem imun lemah.
4. Operasi
a. Karena obat anti-jamur tidak cukup untuk mengatasi aspergillomas yang parah, operasi untuk mengangkat massa jamur adalah pilihan pengobatan pertama yang diperlukan ketika terjadi pendarahan di paru-paru.
b. Karena operasi sangat berisiko, dokter mungkin menyarankan embolisasi sebagai gantinya. Dalam embolisasi ahli radiologi akan mengulir kateter kecil ke dalam arteri yang memasok darah ke rongga yang berisi bola jamur dan menyuntikkan bahan yang menyumbat arteri. Meskipun prosedur ini dapat menghentikan pendarahan masif, tetapi pendarahan bisa saja terulang. Embolisasi umumnya dianggap sebagai pengobatan sementara.

Amphotericin B (Abelcet, AmBisome, Amphotec)
Dosing Form & Strengths
• injectable, lipid complex
• 5mg/mL

Peringatan:
Hati-hati pada wanita hamil dan ibu menyusui. Reaksi anafilaksis kadang-kadang terjadi pada penggunaan amfoterisin intravena
Efek Samping:
bila diberikan secara parenteral: Anoreksia, nausea, muntah, diare, sakit perut; demam, sakit kepala, sakit otot dan sendi; anemia; gangguan fungsi ginjal (termasuk hipokalemia dan hipomagnesemia) dan toksisitas ginjal; toksisitas kardiovaskuler (termasuk aritmia); gangguan darah dan neurologis (kehilangan pendengaran, diplopia, kejang, neuropati perifer); gangguan fungsi hati (hentikan obat); ruam; reaksi anafilaksis.
Dosis:
oral: untuk kandidiasis intestinal, 100-200 mg tiap 6 jam. Bayi dan Anak-anak, 100 mg 4 kali sehari. Injeksi intravena: infeksi jamur sistemik, dosis percobaan 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250 mcg/kg bb/hari, pelan-pelan dinaikkan sampai 1 mg/kg bb/hari; maksimum 1,5 mg/kg bb/hari atau selang sehari.


Itraconazole (Sporanox)
Dosage Forms & Strengths
• Capsule 100mg
• oral solution 10mg/mL
• tablet200mg
.
Peringatan:
hindari pemakaian pada riwayat gangguan fungsi hati. Pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan bila pengobatan lebih dari 1 bulan atau bila timbul mual, anoreksia, muntah, lelah, sakit perut atau urin berwarna gelap (hentikan obat bila hasil tes abnormal); gangguan fungsi ginjal (bioavailabilitas dapat berkurang); absorpsi berkurang pada penderia AIDS dan neutreopenia (periksa kadar dalam darah dan bila perlu dosis dapat dinaikkan); hentikan obat bila terjadi neuropati perifer; kehamilan dan ibu menyusui.
Efek Samping:
mual, sakit perut, dispepsia, konstipasi, sakit kepala, pusing, kenaikan enzim hati, gangguan haid, reaksi alergi (pruritus, ruam, urtikaria, angioudem), hepatitis dan ikterus kolestatik (terutama bila pengobatan melebihi satu bulan); neuropati perifer (hentikan obat), pernah dilaporkan sindrom Stevens-Johnson; hipokalemia pada penggunaan jangka panjang, udem dan rambut rontok.

ANAK dan LANSIA, tidak dianjurkan.
Voriconazole (VFEND)
Dosage Forms & Strengths
• oral suspension 200mg/5mL
• injection, powder for reconstitution 200mg
• tablets 50mg, 200mg

Peringatan:
monitor fungsi hati sebelum pengobatan dan selama pengobatan; penyakit hematologi yang berbahaya (meningkatkan risiko reaksi hepatik); gangguan fungsi hati; monitor fungsi ginjal; gangguan fungsi ginjal , kehamilan.
Kontraindikasi:
Menyusui, pasien yang hipersensitif terhadap vorikonazol dan golongan azol lainnya.
Efek Samping:
Gangguan gastrointestinal (termasuk mual, muntah, nyeri abdomen, diare), ikterus; udem, hipotensi, nyeri dada; sindrom sulit pernafasan, sinusitis; sakit kepala, pusing, asthenia, gelisah, depresi, bingung, agitasi, halusinasi, paraestesia, tremor; gejala menyerupai influenza; hipoglikemia; hematuria; kelainan darah
Dosis:
DEWASA: terapi harus dimulai dengan regimen dosis muatan (loading dose) vorikonazol intravena untuk mencapai kadar plasma pada hari pertama yang mendekati steady state. Perpindahan dari intravena ke oral dapat dilakukan bila diindikasikan secara klinis.
• Dosis muatan adalah vorikonazol intravena 6 mg/kg bb setiap 12 jam untuk 2 dosis, dilanjutkan dengan 4 mg/kg bb setiap 12 jam. Jika pasien dapat mentolerir pengobatan peroral, dapat digunakan vorikonazol oral.
Lansia: tidak diperlukan penyesuaian dosis.
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
https://emedicine.medscape.com/article/296052-medication
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/download/8777/7584
3. Mikosis
A. Tinjauan umum penyakit
Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti: Dermatophytes spp., Candida spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi lainnya (Kazemi, 2013) Infeksi jamur (mikosis) ada yang bersifat superfisial maupun sistemik. Mikosis sistemik dibagi menjadi dua yaitu mikosis sistemik primer dan oportunistik (Walsh dan Dixon, 1996).
Walsh TJ, Dixon DM., 1996, "Deep Mycoses". In Baron S et al. eds. Baron's Medical Microbiology (4th ed.). Univ of Texas Medical Branch. ISBN 0- 9631172-1-1.
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B.Patogenesis & Gejala Penyakit
a.Masa inkubasi & patogenesis
Dermatofita menempel pada permukaan keratin dengan arthroconidia. Setelah beberapa jam, spora mulai bergerminasi untuk mempersiapkan langkah selanjutnya dalam menginvasi. Elemen fungi yang bergerminasi tersebut mensekresikan protease, lipase, dan ceramidase tertentu. Dermatofita akan melawan respon host seperti asam lemak fungistatik, proliferasi epidermal, dan sekresi mediator inflamasi hingga cell mediated – immunity. Mekanisme pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi invasi tersebbut adalah keratinosit. Keratinosit mensekresikan peptida antimikroba, seperti: human β defensin – 2, Universitas Sumatera Utara 13 dan sitokin inflamasi seperti IFN – α, TNFα, IL - 1β, 8, 16, dan 17 yang mengaktifkan sistem imun. Tingkat pertahanan tubuh selanjutnya ialah cell – mediated immunity yang menghasilkan hipersensitivitas tipe delayed terhadap fungi yang menginvasi (Goldsmith, et al., 2012). Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut – rambut yang mengandung jamur baik dari manusia atau dari binatang, dan tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang – barang atau pakaian, debu, atau air (Goldsmith, et al., 2012)
b. Gejala & 0rgan terdampak
Gejala Mikosis
Gejala mikosis yang dirasakan oleh penderitanya akan berbeda-beda sesuai dengan letak kelainan dan jenis jamur penyebabnya. Misalnya pada penderita mikosis superfisial, gejala dapat berupa:
Pityriasis versicolor. Disebut juga dengan panu dengan gejala seperti hipopigmentasi atau hiperpigmentasi pada bagian leher, pundak, punggung, dan dada.
Piedra hitam. Munculnya bintik hitam kecil pada bagian batang rambut, umumnya disebabkan oleh jamur Piedraia hortae.    
Piedra putih. Munculnya bintik kecil berwarna krem yang lembut dan rapuh di ujung batang rambut, disebabkan oleh jamur T.beigelli.       
Tinea nigra. Munculnya bintik seperti noda asam berwarna cokelat hingga hitam keperakan di telapak tangan atau kaki.
Sedangkan pada penderita mikosis subkutan, gejala bisa berupa:
Kromoblastomik. Ditandai dengan lesi kulit yang menyerupai kutil (veruka), khususnya pada tungkai dan kaki.             
Misetoma. Ditandai dengan adanya lubang-lubang pada pemukaan kulit yang merupakan jalur keluarnya nanah yang berasal dari bagian subkutan. Dan di sekitar lubang tersebut tampak bintik-bintik jamur yang berpigmen. Misetoma dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang, tendon hingga otot.
Sporotrikosis. Muncul benjolan di lengan, jari, atau tangan, dapat membesar seperti bisul, dan berkembang menjadi luka borok.
Pada kasus mikosis dalam, berikut ini adalah gejala-gejala yang menyertai berdasarkan pembagian jenisnya, yaitu:
Mikosis primer. Gejala yang muncul beragam, tergantung organ yang terkena infeksi jamur, mulai dari pneumonia hingga meningtis.
Mikosis oportunistik. Terdapat 2 jenis infeksi oportunistik yang paling umum, yaitu kandidiasis dan aspergilosis. Kandidiasis adalah infeksi yang kerap terjadi, dengan gejala yang timbul sesuai dengan lokasi infeksi. Gejala umumnya berupa bintik-bintik warna putih di dalam mulut dan lidah, kemerahan pada rongga mulut, dan rasa nyeri di tenggorokan. Selain itu, gejala iritasi di sekitar alat kelamin juga bisa dialami, seperti gatal, ruam, keputihan bagi wanita dan bau tidak sedap. Dalam kondisi tertentu, kemunculan gejala di saluran pernapasan, pencernaan, hingga organ tubuh lain juga dapat terjadi.
Sedangkan aspergilosis umumnya terjadi di saluran pernapasan, sinus, hingga paru-paru. Gejala yang dapat timbul antara lain adalah reaksi alergi terhadap hifa jamur pada penderita asma atau cystic fibrosis, yang memperburuk gangguan pada pernapasan. Selain itu, gangguan pada saluran pernapasan, mulai dari batuk ringan hingga batuk darah, dapat terjadi karena terbentuknya bola jamur (fungus ball) di saluran pernapasan. Kondisi ini disebut aspergiloma, dan biasanya terjadi pada aspergilosis jangka lama (kronis).
Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012: 197-242.
3. Mikosis
A. Tinjauan umum penyakit
Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti: Dermatophytes spp., Candida spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi lainnya (Kazemi, 2013) Infeksi jamur (mikosis) ada yang bersifat superfisial maupun sistemik. Mikosis sistemik dibagi menjadi dua yaitu mikosis sistemik primer dan oportunistik (Walsh dan Dixon, 1996).
Walsh TJ, Dixon DM., 1996, "Deep Mycoses". In Baron S et al. eds. Baron's Medical Microbiology (4th ed.). Univ of Texas Medical Branch. ISBN 0- 9631172-1-1.
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B.Patogenesis & Gejala Penyakit
a.Masa inkubasi & patogenesis
Dermatofita menempel pada permukaan keratin dengan arthroconidia. Setelah beberapa jam, spora mulai bergerminasi untuk mempersiapkan langkah selanjutnya dalam menginvasi. Elemen fungi yang bergerminasi tersebut mensekresikan protease, lipase, dan ceramidase tertentu. Dermatofita akan melawan respon host seperti asam lemak fungistatik, proliferasi epidermal, dan sekresi mediator inflamasi hingga cell mediated – immunity. Mekanisme pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi invasi tersebbut adalah keratinosit. Keratinosit mensekresikan peptida antimikroba, seperti: human β defensin – 2, Universitas Sumatera Utara 13 dan sitokin inflamasi seperti IFN – α, TNFα, IL - 1β, 8, 16, dan 17 yang mengaktifkan sistem imun. Tingkat pertahanan tubuh selanjutnya ialah cell – mediated immunity yang menghasilkan hipersensitivitas tipe delayed terhadap fungi yang menginvasi (Goldsmith, et al., 2012). Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut – rambut yang mengandung jamur baik dari manusia atau dari binatang, dan tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang – barang atau pakaian, debu, atau air (Goldsmith, et al., 2012)
b. Gejala & 0rgan terdampak
Gejala Mikosis
Gejala mikosis yang dirasakan oleh penderitanya akan berbeda-beda sesuai dengan letak kelainan dan jenis jamur penyebabnya. Misalnya pada penderita mikosis superfisial, gejala dapat berupa:
Pityriasis versicolor. Disebut juga dengan panu dengan gejala seperti hipopigmentasi atau hiperpigmentasi pada bagian leher, pundak, punggung, dan dada.
Piedra hitam. Munculnya bintik hitam kecil pada bagian batang rambut, umumnya disebabkan oleh jamur Piedraia hortae.    
Piedra putih. Munculnya bintik kecil berwarna krem yang lembut dan rapuh di ujung batang rambut, disebabkan oleh jamur T.beigelli.       
Tinea nigra. Munculnya bintik seperti noda asam berwarna cokelat hingga hitam keperakan di telapak tangan atau kaki.
Sedangkan pada penderita mikosis subkutan, gejala bisa berupa:
Kromoblastomik. Ditandai dengan lesi kulit yang menyerupai kutil (veruka), khususnya pada tungkai dan kaki.             
Misetoma. Ditandai dengan adanya lubang-lubang pada pemukaan kulit yang merupakan jalur keluarnya nanah yang berasal dari bagian subkutan. Dan di sekitar lubang tersebut tampak bintik-bintik jamur yang berpigmen. Misetoma dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang, tendon hingga otot.
Sporotrikosis. Muncul benjolan di lengan, jari, atau tangan, dapat membesar seperti bisul, dan berkembang menjadi luka borok.
Pada kasus mikosis dalam, berikut ini adalah gejala-gejala yang menyertai berdasarkan pembagian jenisnya, yaitu:
Mikosis primer. Gejala yang muncul beragam, tergantung organ yang terkena infeksi jamur, mulai dari pneumonia hingga meningtis.
Mikosis oportunistik. Terdapat 2 jenis infeksi oportunistik yang paling umum, yaitu kandidiasis dan aspergilosis. Kandidiasis adalah infeksi yang kerap terjadi, dengan gejala yang timbul sesuai dengan lokasi infeksi. Gejala umumnya berupa bintik-bintik warna putih di dalam mulut dan lidah, kemerahan pada rongga mulut, dan rasa nyeri di tenggorokan. Selain itu, gejala iritasi di sekitar alat kelamin juga bisa dialami, seperti gatal, ruam, keputihan bagi wanita dan bau tidak sedap. Dalam kondisi tertentu, kemunculan gejala di saluran pernapasan, pencernaan, hingga organ tubuh lain juga dapat terjadi.
Sedangkan aspergilosis umumnya terjadi di saluran pernapasan, sinus, hingga paru-paru. Gejala yang dapat timbul antara lain adalah reaksi alergi terhadap hifa jamur pada penderita asma atau cystic fibrosis, yang memperburuk gangguan pada pernapasan. Selain itu, gangguan pada saluran pernapasan, mulai dari batuk ringan hingga batuk darah, dapat terjadi karena terbentuknya bola jamur (fungus ball) di saluran pernapasan. Kondisi ini disebut aspergiloma, dan biasanya terjadi pada aspergilosis jangka lama (kronis).
Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012: 197-242.
3. Mikosis
A. Tinjauan umum penyakit
Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti: Dermatophytes spp., Candida spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi lainnya (Kazemi, 2013) Infeksi jamur (mikosis) ada yang bersifat superfisial maupun sistemik. Mikosis sistemik dibagi menjadi dua yaitu mikosis sistemik primer dan oportunistik (Walsh dan Dixon, 1996).
Walsh TJ, Dixon DM., 1996, "Deep Mycoses". In Baron S et al. eds. Baron's Medical Microbiology (4th ed.). Univ of Texas Medical Branch. ISBN 0- 9631172-1-1.
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B.Patogenesis & Gejala Penyakit
a.Masa inkubasi & patogenesis
Dermatofita menempel pada permukaan keratin dengan arthroconidia. Setelah beberapa jam, spora mulai bergerminasi untuk mempersiapkan langkah selanjutnya dalam menginvasi. Elemen fungi yang bergerminasi tersebut mensekresikan protease, lipase, dan ceramidase tertentu. Dermatofita akan melawan respon host seperti asam lemak fungistatik, proliferasi epidermal, dan sekresi mediator inflamasi hingga cell mediated – immunity. Mekanisme pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi invasi tersebbut adalah keratinosit. Keratinosit mensekresikan peptida antimikroba, seperti: human β defensin – 2, Universitas Sumatera Utara 13 dan sitokin inflamasi seperti IFN – α, TNFα, IL - 1β, 8, 16, dan 17 yang mengaktifkan sistem imun. Tingkat pertahanan tubuh selanjutnya ialah cell – mediated immunity yang menghasilkan hipersensitivitas tipe delayed terhadap fungi yang menginvasi (Goldsmith, et al., 2012). Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut – rambut yang mengandung jamur baik dari manusia atau dari binatang, dan tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang – barang atau pakaian, debu, atau air (Goldsmith, et al., 2012)
b. Gejala & 0rgan terdampak
Gejala Mikosis
Gejala mikosis yang dirasakan oleh penderitanya akan berbeda-beda sesuai dengan letak kelainan dan jenis jamur penyebabnya. Misalnya pada penderita mikosis superfisial, gejala dapat berupa:
Pityriasis versicolor. Disebut juga dengan panu dengan gejala seperti hipopigmentasi atau hiperpigmentasi pada bagian leher, pundak, punggung, dan dada.
Piedra hitam. Munculnya bintik hitam kecil pada bagian batang rambut, umumnya disebabkan oleh jamur Piedraia hortae.    
Piedra putih. Munculnya bintik kecil berwarna krem yang lembut dan rapuh di ujung batang rambut, disebabkan oleh jamur T.beigelli.       
Tinea nigra. Munculnya bintik seperti noda asam berwarna cokelat hingga hitam keperakan di telapak tangan atau kaki.
Sedangkan pada penderita mikosis subkutan, gejala bisa berupa:
Kromoblastomik. Ditandai dengan lesi kulit yang menyerupai kutil (veruka), khususnya pada tungkai dan kaki.             
Misetoma. Ditandai dengan adanya lubang-lubang pada pemukaan kulit yang merupakan jalur keluarnya nanah yang berasal dari bagian subkutan. Dan di sekitar lubang tersebut tampak bintik-bintik jamur yang berpigmen. Misetoma dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang, tendon hingga otot.
Sporotrikosis. Muncul benjolan di lengan, jari, atau tangan, dapat membesar seperti bisul, dan berkembang menjadi luka borok.
Pada kasus mikosis dalam, berikut ini adalah gejala-gejala yang menyertai berdasarkan pembagian jenisnya, yaitu:
Mikosis primer. Gejala yang muncul beragam, tergantung organ yang terkena infeksi jamur, mulai dari pneumonia hingga meningtis.
Mikosis oportunistik. Terdapat 2 jenis infeksi oportunistik yang paling umum, yaitu kandidiasis dan aspergilosis. Kandidiasis adalah infeksi yang kerap terjadi, dengan gejala yang timbul sesuai dengan lokasi infeksi. Gejala umumnya berupa bintik-bintik warna putih di dalam mulut dan lidah, kemerahan pada rongga mulut, dan rasa nyeri di tenggorokan. Selain itu, gejala iritasi di sekitar alat kelamin juga bisa dialami, seperti gatal, ruam, keputihan bagi wanita dan bau tidak sedap. Dalam kondisi tertentu, kemunculan gejala di saluran pernapasan, pencernaan, hingga organ tubuh lain juga dapat terjadi.
Sedangkan aspergilosis umumnya terjadi di saluran pernapasan, sinus, hingga paru-paru. Gejala yang dapat timbul antara lain adalah reaksi alergi terhadap hifa jamur pada penderita asma atau cystic fibrosis, yang memperburuk gangguan pada pernapasan. Selain itu, gangguan pada saluran pernapasan, mulai dari batuk ringan hingga batuk darah, dapat terjadi karena terbentuknya bola jamur (fungus ball) di saluran pernapasan. Kondisi ini disebut aspergiloma, dan biasanya terjadi pada aspergilosis jangka lama (kronis).
Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012: 197-242.
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
A.Tinjauan Umum Penyakit
Definisi & Informasi Umum/ Profil Penyakit
Kandidiasis
Kandidiasis merupakan sekelompok infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans ataupun spesies lain dari genus kandida. Organisme ini khususnya menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa, dan traktus gastrointestinal, tetapi organisme ini juga dapat menyebabkan penyakit sistemik.
Infeksi kandida pertama kali didapatkan di dalam mulut sebagai thrush yang dilaporkan oleh Francois Valleix (1836). Langerbach (1839) menemukan jamur penyebab trush, kemudian Berhout (1923) memberi nama organisme tersebut kandida. Pada sediaan apus eksudat, kandida tampak sebagai ragi lonjong, kecil, berdinding tipis, bertunas, gram positif, berukuran 2-3 x 4-6 碌m, yang memanjang menyerupai hifa (pseudohifa). Kandida membentuk pseudohifa ketika tunas-tunas terus tumbuh tetapi gagal melepaskan diri, menghasilkan rantai sel-sel yang memanjang yang terjepit atau tertarik pada septasi-septasi antara sel. Candida albicans bersifat dimorfik, selain ragi-ragi dan pseudohifa, ia juga bisa menghasilkan hifa sejati. Kandida berkembang-biak dengan budding.

 Epidemiologi
Kandidiasis biasanya terjadi pada pasien yang memiliki faktor resiko, seperti pasien dengan imunokompromais. Secara global, frekuensi dari infeksi ini meningkat. Kejadian kandidiasis dilaporkan memiliki proporsi yang sama antara laki-laki maupun perempuan. Kandidiasis secara predominan terjadi pada usia pertengahan atau lanjut usia. Kandidiasis dapat menyerang segala umur. Insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Terjadi lebih banyak pada daerah tropis dengan kelembapan udara yang tinggi. Kandidiasis seringkali lebih banyak pada musim hujan, sehubungan dengan 15 daerah-daerah yang tergenang air. Terutama menyerang pekerja kebun, tukang cuci, petani. Riwayat diabetes melitus, salah satu faktor yang mempermudah berkembangnya Candida albicans
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12542/6.BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y
ASPEK KRONISITAS KANDIDIASIS MUKOKUTANEUS Made Swastika Adiguna Bagian Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar
Rippon JW. Candidiasis. Dalam: Monsiewiz M,, Kilmer D, Editor. Medical Mycology. Edisi ke-3. Philadelphia: W. B. Saundes; 1988. h.536-575.
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B.Patogenesis & gejala Penyakit
Masa inkubasi & Patogenesis
Patogenensis
Kandidiasis termasuk infeksi jamur superfisial yang menyerang jaringan berkeratin (rambut, kuku, stratum korneum), yang disebabkan oleh jamur genus kandida. Kandida merupakan organisme oportunistik yang dapat menjadi patogen pada kulit, kuku, dan mukosa . Candida albicans merupakan penyebab tersering dari kandidiasis. Candida albicans sering ditemukan sebagai jamur saprofit dan berkoloni di membran mukosa pada hewan berdarah panas.
Pada sekitar 50% dari individu normal, terdapat kolonisasi di orofaring. Selain itu, Candida albicans merupakan organisme komensal pada mukosa vagina pada 20 - 25% dari wanita sehat yang tidak memiliki gejala. Jamur ini jarang diisolasi dari kulit normal kecuali pada area intertriginosa yang kadang-kadang dapat ditemukan kolonisasi kandida.
Faktor predisposisi yang berpengaruh pada infeksi kandida meliputi kondisi kulit lokal, status nutrisi, perubahan status fisiologi, penyakit sistemik, dan penyebab iatrogenik.
1)Faktor predisposisi mekanik : trauma, sumbatan lokal, kelembaban, dan atau maserasi, pemakaian gigi palsu, sumbatan pakaian, dan obesitas.
2) Faktor predisposisi nutrisi : avitaminosis, defisiensi besi, malnutrisi.
3) Faktro predisposisi perubahan status fisiologis : umur yang berkaitan dengan status imunologis, kehamilan dan menstruasi pada wanita.
4) Faktor predisposisi penyakit sistemik : sindrom down, acrodermatitis enteropathica, penyakit endokrin (diabetes melitus, penyakit chusing, hipoadrenalism, hipotiroidism, hipoparatiroidism), uremia, keganansan, dan kondisi imunodefisiensi.
5) Faktor predisposisi iatrogenik : penggunaan kateter dan jalur intravena, irradiasi-X, obat-obatan (glukokortikoid, agen imunosupresif lain, antibiotik, kontrasepsi oral). Faktor penting lainnya adalah perbedaan virulensi di antara spesies kandida .
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya kandidiasis adalah pekerjaan. Pekerjaan adalah suatu aktifitas yang dilakukan setiap hari dan bisa menyebabkan kelelahan, sehingga menyebabkan daya tahan tubuh menurun dan muncul gejala kandidiasis .
Gejala & Organ Terdampak
Gejala Candidiasis
Gejala candidiasis yang muncul akan berbeda-beda tergantung lokasinya. Gejala yang sering muncul adalah ruam pada kulit. Ruam yang muncul akibat candidiasis dapat menyebabkan kulit gatal, pecah-pecah, dan kering. Selain itu, candidiasis juga dapat menimbulkan lepuhan dan nanah pada kulit.
Ruam yang muncul akibat candidiasis dapat terjadi pada kulit di berbagai bagian tubuh, namun umumnya terjadi di daerah lipatan kulit, seperti ketiak, selangkangan, sela jari, dan bawah payudara. Candidiasis juga dapat terjadi pada kuku, tepian kuku, dan di sudut mulut.
Organ Terdampak
Pada kandidiasis pseudomembranosus akut yang disebut juga sebagai thrush, pertama sekali dijelaskan kandidiasis ini tampak sebagai plak mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru, terdiri dari sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat dihapus meninggalkan permukaan merah dan kasar. Pada umumnya dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak.
Kandidiasis mukokutan:
1.Pada mulut: thrush, glositis, stomatitis, cheilitis, perleche
2.Vaginitis dan balanitis 3
3.Pada bronkhus dan paru-paru
4.Pada saluran pencernaan: esofagus, usus, dan perianal
5.Kandidiasis mukokutan kronis
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12542/6.BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12542/6.BAB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y
ASPEK KRONISITAS KANDIDIASIS MUKOKUTANEUS Made Swastika Adiguna Bagian Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasa
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
penyakit ini disebabkan oleh candida albican yang dapat menyerang vaginal ataupun sistemik
medscape
D. Penatalaksanaan penyakit
ada beberapa obat yang dapat diberikan sesuai dengan golonganya seperti kandidiasis vaginal ataupun yang sistemik
pada umumnya sering digunakan turunan azol
medscapguideline for candidiasis . CDL
4. Herpes simpleks
C. Tinjauan farmakologis
TINJAUAN FARMAKOLOGIS
Antivirus
Ringkasan Kelas
Nukleosida analog terfosforilasi pada awalnya oleh virus timidin kinase untuk akhirnya membentuk trifosfat nukleosida. Molekul-molekul ini menghambat virus herpes simpleks (HSV) polimerase dengan 30-50 kali potensi polimerase alfa-DNA manusia.
Contoh
• Acyclovir (Zovirax)
Analog nukleosida purin sintetis dengan aktivitas melawan sejumlah virus herpes, termasuk herpes simplex dan varicella-zoster. Sangat selektif untuk sel yang terinfeksi virus karena afinitasnya yang tinggi untuk enzim thymidine kinase virus. Efek ini berfungsi untuk memusatkan asiklovir monofosfat ke dalam sel yang terinfeksi virus. Monofosfat kemudian dimetabolisme menjadi bentuk aktif trifosfat oleh kinase seluler.
Dosis ganda disarankan untuk proctitis herpes simplex atau infeksi okular. Infeksi okular juga dapat diobati dengan acyclovir topikal. Tersedia suspensi oral (40 mg / mL). Insial dosis Aciclovir 400mg PO, TDS selama 5 - 10 hari
Bentuk & Kekuatan Dosis:larutan injeksi 50mg / mL, suspensi oral 200mg / 5mL bubuk untuk injeksi500mg / vial 1g / vial, tablet 400mg 800mg, kapsul 200mg

Modifikasi Dosis
Penyesuaian dosis berdasarkan klirens ginjal dan rejimen dosis normal
200 mg setiap 4 jam 0-10 mL / menit / 1,73 m²:
200 mg q12hr > 10 mL / menit / 1,73 m²:
200 mg q4hr (lima kali sehari) 400 mg setiap 12 jam 0-10 mL / menit / 1,73 m²:
200 mg q12hr > 10 mL / menit / 1,73 m²:
400 mg q12hr 800 mg setiap 4 jam 0-10 mL / menit / 1,73 m²:
800 mg q12hr 10-25 mL / menit / 1,73 m²:
800 mg q8hr > 25 mL / menit / 1,73 m²: 800 mg q4hr (lima kali sehari)
Penyesuaian dosis berdasarkan bentuk sediaan
Kerusakan ginjal (IV)
CrCl 25-50 mL / min / 1,73 m²: Berikan dosis yang direkomendasikan q12hr
CrCl 10-25 mL / min / 1,73 m²: Berikan dosis yang direkomendasikan q24hr
CrCl <10 mL / min / 1,73 m²: Berikan 50% dari dosis yang direkomendasikan q24hr

Kerusakan ginjal (PO)
Dosis normal 200 mg q4hr atau 400 mg q12hr dan CrCl <10 mL / min / 1,73 m²: Turun menjadi 200 mg q12 jam
Dosis normal 800 mg q4hr dan CrCl 10-25 mL / menit / 1,73 m²: Turun menjadi 800 mg q8hr
Dosis normal 800 mg q4hr dan CrCl <10 mL / min / 1,73 m²: Turun menjadi 800 mg q12 jam

Efek samping
> 10%
Oral : Malaise (≤12%)

1-10%
Parenteral :
Peradangan atau flebitis di tempat suntikan (9%)
Mual (7%)
Muntah (7%)
Ruam atau gatal-gatal (2%)
Peningkatan kadar transaminase (1-2%)

Oral :
Mual (2-5%)
Muntah (≤3%)
Diare (2-3%)
Sakit kepala (2%)

<1%
Sakit perut
Agresi / kebingungan
Agitasi
Alopecia
Anafilaksis
Anemia
Angioedema
Anorexia
Ataxia
Koma
Koagulasi intravaskular diseminata (DIC)
https://www.webmd.com/genital-herpes/guide/skin-simplex-viruses
https://www.webmd.com/genital-herpes/pain-management-herpes#2
D. Penatalaksanaan penyakit
Penatalaksanaan penyakit herpes simpleks
1. Pengobatan pertama pada infeksi HSV genital
• Rekomendasi 1
Untuk orang dewasa dan remaja WHO merekomendasikan perawatan tanpa pengobatan.
• Rekomendasi 2
Untuk orang dewasa dan remaja, menyarankan:
Dosis asiklovir atau famiklovir.
• Rekomendasi kondisional
aciklovir 400 mg peroral 3 kali sehari selama 10 hari ( dosis standar)
Aciklovir 200 mg peroral 5 kali sehari selama 10 hari
Aciklovir 500 mg peroral 2 kali sehrai selama 10 hari

Rekomendasi dengan asiklovir juga direkomendasikan untuk orang penderita HIV, immunocompromised serta wanita hamil.

2. Pengobatan klinis terjadinya infeksi HSV secara umum ( terapi episodik)
• Rekomendasi 1
Untuk dewasa dan remaja dengan episode klinis yang berulang, WHO merekomendasikan perawatan tanpa pengobatan. Perawatan diberikan pada 24 jam pertama setelah timbul gejala selama fase prodormal, perawatan juga disarankan untuk pasien yang menderita HIV, immunocoproside dan wanita hamil.
• Rekomendasi 2
 Untuk orang dewasa,remaja dan wanita hamil disarankan pemakaian asiklovir dan famiklovir dengan dosis:
Asiklovir 400 mg secara oral 3 kali sehari selama 5 hari
Asiklovir 800 mg secara oral 3 kali sehari selama 2 hari
Valaciklovir 500 mg secara oral 2 kali sehari selama 3 hari
Famciklovir 250 mg secara oral 2 kali sehari selama 5 hari.
 Untuk pasien penderita HIV dan imunocomposide
Asiklovir 400 mg secara oral 3 kali sehari selama 5 hari
Valaciklovir 500 mg secara oral 2 kali sehari selama 5 hari
Famciklovir 500 mg secara oral 2 kali sehari selama 5 hari

Perawatan diberikan pada 24 jam pertama setelah timbul gejala selama fase prodormal

3. Pengobatan infeksi HSV genium yang berulang dan parah yang menyebabkan distress ( terapi supressiv)
 Rekomendasi 1
Menyarankan terapi yang supresis terhadap terapi episodik yang berulang dan dilakukan pemeriksaan kembali setelah 1 tahun. Terapi kondisional.



 Rekomendasi 2
 Untuk orang dewasa,remaja dan wanita hamil disarankan pemakaian asiklovir dan famiklovir dengan dosis:
Asiklovir 400 mg secara oral 2 kali sehari
Valaciklovir 500 mg secara oral 1 kali sehari
Famciklovir 250 mg secara oral 2 kali sehari

 Untuk pasien penderita HIV dan imunocomposide :
Asiklovir 400 mg secara oral 2 kali sehari
Valaciklovir 500 mg secara oral 2 kali sehari
Famciklovir 500 mg secara oral 2 kali sehari
WHO. 2016. Treatmen of Genital Herpes Simplex Virus. WHO.Switzerland
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
KANDIDIASIS
TINJAUAN UMUM PENYAKIT
Definisi dan Informasi Umum/Profil Penyakit
Definisi :
Candidiasis merupakan infeksi invasive karena spesies dari genus candida. Setidaknya ada 15 spesies candida yang berbeda yang menyebabkan penyakit pada manusia tetapi >90% penyakit invasive disebabkan oleh 5 spesies yang paling umum diantaranya C. albicans, C.glabrata, C. tropicalis, C. Parapsilosis dan C. krusei. Candidiasi dapat menyerang mulut, vagina maupun infeksi sitemik.
Morfologi dari genus candida :
Bebrbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 x 3-6 μhingga 2-5 x 5-28 μ. Khamir ini memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang disebut blastospora dan blastospora ini terus memanjang membentuk hifa semu.

Koloni Candida albicans Koloni Candida krusei

Koloni Candida tropicalis


Epidemiologi :
Peningkatan infeksi karena candida selama beberapa decade terakhir semakin meningkat. Hal ini berlaku untuk pasien rawat inap dimana telah meningkat hamper 500% selama decade 1980-an. Peningkatan ini disertai dengan kematian yang significant untuk pasien yang lama tinggal di rumah sakit. Perkembangan berlanjut pada tahun 1990-an di US dimana Candida sp merupakan pathogen dengan peringkat keempat untuk infeksi aliran darah di rumah sakit. . Khususnya, lebih dari sepertiga dari infeksi aliran darah candidal disebabkan oleh spesies selain C. albicans. Mayoritas infeksi ini berasal dari fokus kolonisasi endogen
Pappas, Peter. Et.al. 2016. Clinical Practice Guideline for the Management of Candidiasis: 2016 Update by the Infectious Diseases Society of America
Department of Pathology, University of Iowa College of Medicine, Iowa City 52242, USA. Epidemiology of candidiasis
Buschelman, Barry, Jones, Ronald, et.al. Colony Morphology of Candida spp. as a Guide to Species Identification
C. Tinjauan farmakologis
1. Echinocandin, Anidulafungin, Caspofungin, Micafungin
Mekanisme kerja : Inhibitors of β-(1,3)-D-glucan synthase
2. Golongan azole
Mekanisme kerja : Inhibitors of 14α-sterol demethylase
Contoh obat : Imidazoles
Butoconazole
Clotrimazole
Econazole
Ketoconazole
Luliconazole
Miconazole
Oxiconazole
Sertaconazole
Triazoles
Fluconazole
Itraconazole
Posaconazole
Terconazole
Voriconazole
Isavuconazole
3. Polyenes
Contoh obat : Amphotericin B
Nystatin
Mekanisme kerja :Inhibitors of fungal plasma membrane stability
4. Flucytosine
Mekanisme kerja :Inhibitor of fungal nucleic acid synthesis
https://www.dentalcare.com/en-us/professional-education/ce-courses/ce538/treatment-of-fungal-infections
Pappas, Peter. Et.al. 2016. Clinical Practice Guideline for the Management of Candidiasis: 2016 Update by the Infectious Diseases Society of America
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
Defenisi
Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur pada genus Candida. Ada lebih dari 20 spesies jamur Candida yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, yang paling umum adalah Candida albicans.
Jamur Candida biasanya hidup di kulit dan selaput lendir tanpa menyebabkan infeksi. Namun, pertumbuhan organisme yang berlebih ini dapat menyebabkan berkembangnya gejala.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMHT0024526/
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B. Patogenesis dan Gejala Penyakit
Patogenesis
Infeksi kandida pada kulit dan mukosa superfisial adalah hasil dari interaksi antara virulensi jamur dan inangnya. Proliferasi epidermal dan respons imun limfosit T diekspresikan oleh inang untuk melawan invasi jamur,Candida albicans dapat mengekspresikan setidaknya tiga jenis molekul adhesi permukaan untuk mengkolonisasi permukaan epitel, dibantu oleh enzim aspartil proteinase yang dapat memfasilitasi penetrasi awal sel keratin. Penetrasi yang lebih dalam dari epitel keratin dibantu oleh pembentukan hifa. Patogenesis membutuhkan ekspresi diferensial faktor virulensi pada setiap tahap baru dari proses patogenesis.

Gejala
Kandidiasis menyebabkan gejala yang berbeda, tergantung pada lokasi infeksi, diantara nya :
• Sariawan pada bibir dalam mulut dan lidah
• Kandida esofagus dapat membuat sulit atau sakit saat menelan dan dapat menyebabkan nyeri dada di belakang tulang dada (sternum).
• kandidiasis kulit menyebabkan bercak-bercak merah, lembab.
• Infeksi vagina dapat menyebabkan gejala gatal dan nyeri pada vagina; keputihan yang tebal dengan tekstur seperti keju lunak; dan rasa sakit atau tidak nyaman selama hubungan seksual.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8077502
https://www.drugs.com/health-guide/candidiasis.html
1. Kandidiasis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Patogenesis
Candida spp dimulai pada saat kondisi lingkungan dalam rongga mulut memungkinkan untuk menjadi patogen, hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah Candida spp. Sebelum terjadi proses kolonisasi, Candida terlebih dahulu harus melekat / adhesi pada dinding sel epitel mukosa rongga mulut (Gambar 2.3). Dinding sel Candida spp terdiri atas polisakarida mannan, glucan dan chitin. Perlekatan kandida pada mukosa dibantu oleh enzim Als1p, Als5p, Int1p dan Hwp1p. Glikoprotein tersebut berikatan dengan matriks ekstra selular dinding sel inang seperti fibrinogen, laminin dan kolagen. Setelah kandida berhasil melekat maka candida akan melakukan kolonisasi kemudian tahap selanjutnya adalah invasi. Candida spp dapat melakukan penetrasi ke dalam epitel dengan merusak permukaan epitel, hifa Candida spp memiliki enzim aspartyl proteinase, enzim ini bersifat dapat melisiskan lapisan epitel rongga mulut sehingga epitel rusak dan candida dapat menginvasi lapisan epitel lebih dalam, kemudian Candida spp akan melekat pada complement receptor 3 (CR3) pada permukaan endotel. Jika infeksi candida terus berlanjut menjadi lebih parah maka melalui sistem pembuluh darah candida akan menyebar ke jantung, ginjal, dan sebagainya.
Candida spp dapat bermetabolisme secara aerob dan non aerob. Jenis-jenis Candida tertentu (Candida albicans, Candida tropicalis, Candida glabrata, Candida dublinensis) dapat menyebabkan kandidiasis. Candida spp adalah flora normal didalam rongga mulut, tetapi dapat menimbulkan kondisi patogen pada keadaan tertentu. Candida spp merupakan mikroorganisme komensal yang terdapat dalam rongga mulut dalam jumlah sedikit pada kondisi normal. Proliferasi Candida spp dalam rongga mulut dapat terjadi jika pertahanan tubuh individu mengalami penurunan dan mengakibatkan suatu penyakit infeksi yang disebut dengan kandidiasis oral.
Kandidiasis oral merupakan salah satu bentuk infeksi oportunistik, yaitu infeksi yang terjadi karena ada kesempatan untuk muncul pada kondisi-kondisi terutama saat tubuh mengalami penurunan daya tahan tubuh. Faktor predisposisi kandidiasis oral diantaranya kelainan endokrin, ganguan nutrisi, keganasan, gangguan hematologi, ganguan imunitas, serostomia, obat-obatan (kortikosteroid, atau antibiotik spektrum luas dalam jangka panjang), dentures, merokok.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3087208
http://media.unpad.ac.id/files/publikasi/2016/rpm_20160810234323_7458.pdf
Gow, Neil A. R, Frank L. van de Veerdonk, Alistair J. P. Brown, Mihai G. Netea. Candida albicans: Morphogenesis and host defence: discriminating invasion from colonization. Nature reviews. Microbiology. 2012 Feb;10(2):112–122.
C. Tinjauan farmakologis
Polyenes
Mekanisme kerja : Berikatan dengan ergosterol dan mengganggu membran sel jamur
Nystatin diberikan secara Topikal pada Pasien CEC (Chronic Erythematous Candidosis).
Amphotericin B diberikan secara Topikal pada Pasien CEC (Chronic Erythematous Candidosis).

Azoles
Mekanisme kerja : Menghambat biosintesis ergosterol
Fluconazole diberikan secara Sistemik pada Pasien PMC, AEC, CHC.
Miconazole diberikan secara Topikal pada Pasien CEC (Chronic Erythematous Candidosis).
Ketoconazole diberikan secara Topikal / Sistemik pada Pasien PMC ( pseudomembranous candidosis), AEC (acute erythematous candidosis), CHC ( chronic erythematous candidosis).
Clotrimazole diberikan secara Topikal / Sistemik pada Pasien CEC.

5-flucytosine
Mekanisme kerja : Menghambat Pembentukan DNA / Sintesis Protein diberikan secara sistemik, bisa dikombinasikan dengan Amphotericin

Echinocandins
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis ß 1, 3 D-glucan
Diberikan Intravenous, Contoh : Caspofungin, Micafungin, Anidulafungin

Terapi farmakologis
1. Flukonazol
Dosis :
oral, vaginitis dan balanitis kandida, 150 mg dosis tunggal. Kandidiasis mukosa (kecuali genitalia) 50 mg/hari (100 mg/hari untuk infeksi yang sulit sembuh) diberikan selama 7-14 hari, untuk kandidiasis orofarings (maksimal 14 hari, kecuali pasien immunocompromised); 14 hari untuk kandidiasis oral atropikans; 14-30 hari untuk infeksi mukosa lainnya (mis. esofagitis, kandiduria, infeksi bronkopulmoner noninvasif).
Efek Samping:
nausea, sakit perut, diare, kembung; gangguan enzim hati; kadang-kadang ruam (hentikan obat atau awasi secara ketat); angioudem, anafilaksis, lesi bulosa, nekrolisis epidermal toksik, sindrom Stevens-Johnson; pada pasien AIDS pernah dilaporkan reaksi kulit yang hebat
Peringatan:
gangguan ginjal, kehamilan (dosis tinggi menyebabkan teratogenik pada hewan) dan menyusui, peningkatan enzim hati. Aritmia, hindarkan pemakaian bersama astemizol atau terfenadin atau cisaprid.
2. Itrakonazol
Indikasi:
kandidiasis orofarings dan vulvo vaginal; ptyriasis versicolor, infeksi dermatofita lainnya
Peringatan:
hindari pemakaian pada riwayat gangguan fungsi hati. Pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan bila pengobatan lebih dari 1 bulan atau bila timbul mual, anoreksia, muntah, lelah, sakit perut atau urin berwarna gelap (hentikan obat bila hasil tes abnormal); gangguan fungsi ginjal (bioavailabilitas dapat berkurang); absorpsi berkurang pada penderia AIDS dan neutreopenia (periksa kadar dalam darah dan bila perlu dosis dapat dinaikkan); hentikan obat bila terjadi neuropati perifer; kehamilan (lihat Lampiran 4) dan ibu menyusui.
Efek Samping:
mual, sakit perut, dispepsia, konstipasi, sakit kepala, pusing, kenaikan enzim hati, gangguan haid, reaksi alergi (pruritus, ruam, urtikaria, angioudem), hepatitis dan ikterus kolestatik (terutama bila pengobatan melebihi satu bulan); neuropati perifer (hentikan obat), pernah dilaporkan sindrom Stevens-Johnson; hipokalemia pada penggunaan jangka panjang, udem dan rambut rontok.

Dosis:
kandidiasis orofarings, 100 mg/hari (200 mg pada pasien AIDS atau neutropenia) selama 15 hari.Vulvovaginitis kandida, 200 mg 2 kali sehari selama 1 hari.

3. Kaspofungin asetat
Indikasi:
kandidiasis invasif (diantaranya kandidemia, pada pasien neutropenik dan non-neutropenik); kandidiasis esofageal; kandidiasis orofaringeal; aspergilosis invasif (pada pasien yang sukar disembuhkan atau intoleran terhadap terapi lain).
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap kaspofungin asetat.
Efek Samping:
demam, sakit kepala, nyeri perut, nyeri, kedinginan, mual, muntah, diare, peningkatan jumlah enzim hati (AST, ALT, alkalin fosfatase, direct bilirubin dan bilirubin total), peningkatan kreatinin serum, anemia (penurunan hemoglobin dan hematokrit), plebitis/tromboplebitis, komplikasi pada tempat pemberian infus, ruam kulit, pruritus, bengkak pada wajah, sensasi hangat, bronkospasme, anafilaktik, disfungsi hati, udem perifer, dan hiperkalsemia.

Dosis:
Invasive candidiasis, infus intravena lambat (± 1 jam), dosis muatan (loading dose) tunggal 70 mg diberikan pada hari pertama, selanjutnya diikuti dengan dosis 50 mg sehari. Lama pengobatan harus disesuaikan dengan respons klinis dan mikrobiologi pasien. Umumnya, terapi anti jamur harus dilanjutkan paling tidak 14 hari setelah hasil pemeriksaan kultur terakhir yang positif.
Esophageal dan oropharyngeal candidiasis, infus intravena lambat (± 1 jam), 50 mg sehari.
4. Ketokonazol
Indikasi:
mukosa sistemik, kandidiasis mukokutan resisten yang kronis, mukosa saluran cerna resisten serius, kandidiasis vaginal resisten yang kronis, infeksi dermatofita pada kulit atau kuku tangan (tidak pada kuku kaki); profilaksis mikosa pada pasien imunosupresan; kandidiasis mukokutan kronis yang tidak responsif terhadap nistatin dan obat-obat lain; infeksi mikosis sistemik (kandidiasis, paraksidioidomikasis, cocci dioidomycosis, hiptoplasmosis).
Kontraindikasi:
gangguan hati; kehamilan (teratogenesitas pada hewan, pada kemasan cantumkan peringatan kehamilan) dan menyusui; pemberian bersamaan dengan terfenadin atau astemizol.

Efek Samping:
mual, muntah, nyeri perut; sakit kepala; ruam, urtikaria, pruritus; jarang trombositopenia, parestesia, fotofobia, pusing, alopesia, ginaekomastia dan oligospermia; kerusakan hati fatal Peringatan: risiko terbentuknya hepatitis lebih besar jika diberikan lebih dari 14 hari.

Dosis:
DEWASA 200 mg/hari bersama makanan, biasanya untuk 14 hari; jika setelah 14 hari respons tidak memadai, lanjutkan hingga setidaknya 1 minggu setelah gejala hilang dan kultur menjadi negatif; maksimum 400 mg/hari. ANAK, 3 mg/kg bb/hari dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Kandidiasis vaginal resisten yang kronis, 400 mg/hari bersama makanan selama 5 hari.
www.idsociety.org/Guidelines/Patient_Care/IDSA_Practice_Guidelines/Infections_By_Organism-28143/Fungi/Candidiasis/
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3087208
http://pionas.pom.go.id
4. Herpes simpleks
A. Tinjauan umum penyakit
Herpes simpleks adalah penyakit yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (VHS) yang merupakan virus DNA.Virus ini terdiri dari dua kelompok utama yang dapat menginfeksi manusia, yaitu VHS tipe 1 dan tipe 2. Pada manusia, VHS bersifat laten atau dormant dan dapat mengalami reaktivasi. Kemungkinan terjadi rekurensi lesi sebesar 30-40%. Lesi infeksi rekuren bermanifestasi dalam dua bentuk,yaitu lesi yang sering terjadi pada daerah di dekat bibir yang dikenal dengan nama herpes labialis atau cold sore, dan lesi pada rongga mulut yang disebut infeksi herpes simpleks intraoral rekuren. Lesi rekuren di daerah sekitar wajah lebih sering dijumpai dibanding lesi intraoral.
Marlina, Erni , Bagus, Soebadi, 2013. Penatalaksanaan infeksi herpes simpleks oral rekuren. Dentofasial, Vol.12, No.1, Februari 2013:28-32
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Masa Inkubasi :
Masa inkubasi infeksi ini berlangsung 2-10 hari

Pathogenesis
Virus herpes simplex dapat menyerang semua umur, tanpa predileksi jenis kelamin. Infeksi primer maupun infeksi sekunder dapat menyebabkan EHS. Angka kejadian adalah 1 dalam 250. 000-500.000 populasi per tahun. Virus ini mempunyai predileksi pada lobus frontalis dan lobus temporalis otak. Bagaimana mekanisme virus dapat mencapai otak dan mengapa ada predileksi tertentu masih menjadi tanda tanya. Diduga VHS dapat mencapai otak melalui traktus olfaktorius atau ganglion trigeminal (hidup dalam keadaan laten), melalui cabang tentorial dari nervus trigeminus, melalui duramater lalu mencapai korteks frontalis atau temporalis.
Lesi korteks biasanya asimetris. Otopsi menunjukkan nekrosis korteks lobus temporalis dengan perdarahan petekial, edema otak, serta pelebaran pembuluh darah korteks. Terlihat pula hiperemia serta infiltrasi perivaskular oleh sel mononuklear, makrofag dan sel plasma pada meningen dan korteks serebri. Pada EHS dapat ditemukan herniasi unkus dan serebelum sebagai komplikasi peninggian tekanan intrakranial

Gejala dan organ terdampak
Pada infeksi yang ringan, yaitu gejala subklinis dengan tanda-tanda yangtidakkhas seperti influenza.
Gejala prodromal berupa :
• demam,
• sakit kepala,
• malaise, dan muntah
• disertai rasa tidak nyaman di mulut.
Pada satu sampai dua hari setelah gejala prodromal,timbul lesi-lesi lokal berupa vesikel kecil berkelompokdimukosamulut, berdinding tipis yang dikelilingi oleh peradangan
Pusponegoro, Hardiono D, 2000 Ensefalitis Herpes Simplex pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 77 - 81
Harlina, Marlina, Erni, Athifah, 2014. Penanganan herpes simpleks labialis rekuren (Management of recurrent herpes simplex labialis. Dentofasial, Vol.13, No.3, Oktober 2014:195-198
3. Mikosis
C. Tinjauan farmakologis
Penatalaksanaan mikosis paru berkaitan erat dengan: jenis jamur, status imun pejamu, lokasi infeksi, kepekaan jamur terhadap obat, terapi antijamur sebelumnya,penanganan sumber infeksi dan faktor risiko.Penatalaksanaan ini terdiri atas medikamentosa dan bedah. Terapi medikamentosa dilakukan dengan memberikan obatantijamur (OAJ), yang terdiri atas beberapa golongan obat: golongan polien, golongan alilamin, golongan flusitosin, golongan azol, golongan ekinokandin.
Obat antijamur dapat diberikan sebagai terapidefinitif, pre-emptive( targeted prophylaxis), empirik dan profilaksis.
Terapi definitif diberikan kepada pasiendengan diagnosis proven.
Terapi pre-emptive(targeted prophylaxis) diberikan kepada pasien dengan diagnosisprobable . Terapi empirik diberikan kepada pasien dengandiagnosis
possible. Terapi profilaksis diberikan kepadapasien dengan faktor pejamu khusus (misalnya pasientransplantasi organ, leukemia, keganasan denganleukopenia tanpa demam), tetapi tidak ditemukan gejalainfeksi. Harus diperhatikan pemberian obat antijamur (OAJ)yang adekuat, dalam waktu dan dosis tepat sehingga dapatmencegah toksisitas.Selama bertahun-tahun, satu-satunyaobat antijamur yang tersedia adalah amfoterisin-B dangolongan azol. Dalam beberapa dekade terakhir telahditemukan obat antijamur baru dengan mekanisme aksilebih baik, spektrum lebih luas, dan efek samping lebihsedikit. Gambar berikut menunjukkan sejarah penemuanobat antijamur

1.Golongan Polien
Golongan polien termasuk
amfoterisin-B (AmB),nistatin dan natamisin
. Cara kerjanya adalahmembuat kerusakan pada membran sel jamur dengancara berikatan dengan ergosterol (komponen pentingdinding sel), sehingga permeabilitas seluler meningkatdan terjadi kebocoran isi sel yang berakibat kematian jamur (efek fungisidal). Saat ini golongan polien yangtersedia di Indonesia adalah amfoterisin-B deoksikolat(fungizone) dan nistatin.
Amfoterisin-B
diperkenalkan pada tahun 1950an,merupakan terapi standar berbagai infeksi jamursistemik sebelum azol berspektrum luas danekinokandin diperkenalkan. Amfoterisin-B memilikiaktivitas terhadap hampir semua infeksi jamur invasif,termasuk Candida
spp, Aspergillus spp,Cryptococcus,Histoplasma
, dan Zygomyces. Perlu diperhatikan bahwa Candida lusitaniae, Scedosporium prolificans
Dan Aspergillus terreus memiliki resistensi primer terhadapAm-B. Dosis standar Am-B deoksikolat adalah 0,7-1mg/kgBB/hari.Selanjutnya diperkenalkan Am-B dalam formulasi lainyang memiliki spektrum aktivitas luas dan toksisitaslebih kecil, yaitu: amfoterisin-B liposomal (Ambisome)dan kompleks lipid amfoterisin-B (Abelcet). Dosisstandar Am-B formula lipid adalah 3-6 mg/kgBB/hari. Toksisitas yang dapat terjadi pada pemberian Am-Bmeliputi nefrotoksisitas termasuk gagal ginjal akut,toksisitas hematologi, reaksi terkait infus (misalnyademam, menggigil, sakit kepala, mual, muntah) dangangguan elektrolit (misalnya hipokalemia,hipomagnesemia, hipernatremia, asidosis metabolik).Pemberian infus lambat (biasanya lebih dari 4 jam) danpremedikasi dengan antipiretik, antihistamin dapatdilakukan untuk mencegah reaksi terkait-infus.Pemberian infus garam fisiologis sebelum terapi dapat
menurunkan nefrotoksisitas yang diinduksi obat. Untukmeminimalkan nefrotoksisitas, dapat dipilih Am-Bformula lipid, serta mengoreksi kelainan elektrolitmisalnya hipokalemia dan hipomagnesemia.Pada pasien dewasa tanpa neutropenia, AmB diberikansampai 14 hari setelah hasil terakhir kultur darahnegatif dan terdapat perbaikan klinis.

ginal atau tidak dapatmenerima toksisitasamfoterisin-B konvensionaldalam dosis efektif danpada pasien denganaspergilosis invasif yangmengalami kegagalandengan terapi amforeisin-Bkonvesional sebelumnya.
Dikutip dari
Proceeding ATS 2010
Nistatin,
secara

struktural mirip dengan amfoterisin B,namun tidak diberikan parenteral karena toksisitasnya.Nistatin biasanya bersifat fungistatik secara
in vivo
tetapi dapat juga bersifat fungisida pada konsentrasitinggi atau terhadap organisme yang sangat peka. Obatitu tersedia dalam bentuk oral maupun topikal, dantidak memiliki interaksi obat yang signifikan karenahampir tidak diserap dalam usus. Efek samping jarangterjadi, tetapi dalam dosis yang besar dapatmenimbulkan mual, muntah, diare, dan nyeri perut.
2.Golongan allylamines
Terbinafin adalah antijamur
allylamine yang memilikiefek menghambat enzim mono-oksigenase squalene ,enzim penting dalam biosintesis sterol pada jamur.Pemberiannya dapat dilakukan topikal maupun oralterutama untuk terapi mikosis superfisialis. Terbinafinyang tersedia di Indonesia adalah dalam bentuk obattopikal yang biasa digunakan untuk mikosis superfisial.
3.Flusitosin
Turunan pirimidin ini aktif terhadap infeksi Candida,Cryptococcus. Cara kerjanya dengan mengganggu sintesis asam nukleat. Mudah mengalami resistensi.Absropsi oral baik, t½ 4 jam, diekskresi dalam urin.Obat ini terdistribusi baik dalam SSP dan dapatdikombinasikan dengan amfoterisin- untuk infeksi jamur sistemik. Efek samping meliputi: netropenia,trombositopenia. Perlu dilakukan pengawasan terhadapkemungkinan terjadinya gangguan fungsi ginjal. Obat initidak tersedia di Indonesia.
4. Golongan azol
Selama lebih dari dua dekade, antijamur golongan azoltelah digunakan dalam praktek klinis. Golongan azoldiklasifikasikan menjadi dua kelas yang berbeda:
a.
imidazol
(misalnya klotrimazol, mikonazol danketokonazol)
b.triazol
(flukonazol, itrakonazol, vorikonazol danposakonazol).

5.Golongan
ekinokandinEkinokandin
merupakan antijamur golongan baru, carakerjanya melalui penghambatan sintesis enzim 1,2-β-Ddan 1,6-β-D
-glucan synthase.
Enzim itu penting dalamproduksi glukan (komponen penting dinding sel jamur)yang mengakibatkan ketidakstabilan osmotik sehinggasel jamur tidak dapat mempertahankan bentuknya danberujung pada kematian jamur. Glukan tidak ditemukanpada dinding sel mamalia sehingga efek sampingekinokandin terhadap sel manusia sangat sedikit.Dinding sel
C. neoformans
terutama terdiri atas 1,3-αatau 1,6-α-glucan, sehingga jamur itu lebih resistenterhadap ekinokandin. Terdapat beberapa kelas Ekinokandin yaitu: kaspofungin,mikafungin, dan anidulafungin. Semua golongan ekinokandin memilikiketerbatasan bioavailabilitas oral dan hanya tersediadalam sediaan intravena

Terapi Obat Mikosis
Ketokonazol
Ketokonazol + amoxicilin
Kotrimoksazol+Ketokonazol
Kotrimoksazol+Rifampisin
Itrakonazol (sporanox)
https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/viewFile/1571/1219
https://dokumen.tips/documents/guideline-mikosis-paru-pdpi-edit1.html
D. Penatalaksanaan penyakit
AMFOTERISIN (AMFOTERISIN B)
Dianjurkan untuk memberikan dosis percobaan sebelum infus amfoterisin dan pasien diamati selama kira-kira 30 menit.
Efek Samping:
bila diberikan secara parenteral: Anoreksia, nausea, muntah, diare, sakit perut; demam, sakit kepala, sakit otot dan sendi; anemia; gangguan fungsi ginjal (termasuk hipokalemia dan hipomagnesemia) dan toksisitas ginjal; toksisitas kardiovaskuler (termasuk aritmia); gangguan darah dan neurologis (kehilangan pendengaran, diplopia, kejang, neuropati perifer); gangguan fungsi hati (hentikan obat); ruam; reaksi anafilaksis.
Dosis:
oral: untuk kandidiasis intestinal, 100-200 mg tiap 6 jam. Bayi dan Anak-anak, 100 mg 4 kali sehari. Injeksi intravena: infeksi jamur sistemik, dosis percobaan 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250 mcg/kg bb/hari, pelan-pelan dinaikkan sampai 1 mg/kg bb/hari; maksimum 1,5 mg/kg bb/hari atau selang sehari.
Catatan:
Biasanya diperlukan terapi jangka panjang. Jika terputus lebih dari 7 hari, ulangi lagi dengan dosis 250 mcg/kg bb/hari dan dinaikkan pelan-pelan. Mikosis sistemik berat dan atau deep mycosis: terapi dapat dimulai dengan dosis harian 1,0 mg/kg bb berat badan. Dosis dapat ditingkatkan jika dibutuhkan menjadi dosis yang direkomendasikan yaitu 3,0 - 4,0 mg/kg bb. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien.
ITRAKONAZOL
Peringatan:
hindari pemakaian pada riwayat gangguan fungsi hati. Pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan bila pengobatan lebih dari 1 bulan atau bila timbul mual, anoreksia, muntah, lelah, sakit perut atau urin berwarna gelap (hentikan obat bila hasil tes abnormal); gangguan fungsi ginjal (bioavailabilitas dapat berkurang); absorpsi berkurang pada penderia AIDS dan neutreopenia (periksa kadar dalam darah dan bila perlu dosis dapat dinaikkan); hentikan obat bila terjadi neuropati perifer; kehamilan (lihat Lampiran 4) dan ibu menyusui.
Interaksi:
Lampiran 1 (anti jamur, imidazol, triazol). Aritmia: hindarkan penggunaan bersamaan dengan astemizol, terfenadin dan cisaprid.
Efek Samping:
mual, sakit perut, dispepsia, konstipasi, sakit kepala, pusing, kenaikan enzim hati, gangguan haid, reaksi alergi (pruritus, ruam, urtikaria, angioudem), hepatitis dan ikterus kolestatik (terutama bila pengobatan melebihi satu bulan); neuropati perifer (hentikan obat), pernah dilaporkan sindrom Stevens-Johnson; hipokalemia pada penggunaan jangka panjang, udem dan rambut rontok.
Dosis:
kandidiasis orofarings, 100 mg/hari (200 mg pada pasien AIDS atau neutropenia) selama 15 hari.
Vulvovaginitis kandida, 200 mg 2 kali sehari selama 1 hari.
Ptyriasis versicolor, 200 mg/hari selama 7 hari.
Tinea korporis dan tinea kruris, 100 mg/hari selama 15 hari, atau 200 mg/hari selama 7 hari.
Tinea manus dan pedis, 100 mg/hari selama 30 hari.
Onikomikosis, 200 mg/hari selama 3 bulan, atau bertahap 200 mg 2 kali sehari selama 7 hari diulangi setelah interval 21 hari; dua tahap untuk kuku jari tangan, tiga tahap untuk kuku jari kaki.
Histoplasmosis, 200 mg, 1-2 kali sehari. Alternatif pada infeksi sistemik, 200 mg sekali sehari (kandidiasis 100-200 mg/hari), untuk infeksi invasif atau diseminata dan meningtis kriptokokus sampai 200 mg dua kali sehari. Terapi pemeliharaan pada pasien AIDS dan profilaksis pada neutropenia, 200 mg sekali sehari; dosis digandakan bila kadar dalam darah rendah.
ANAK dan LANSIA, tidak dianjurkan.
KETOKONAZOL
Indikasi:
mukosa sistemik, kandidiasis mukokutan resisten yang kronis, mukosa saluran cerna resisten serius, kandidiasis vaginal resisten yang kronis, infeksi dermatofita pada kulit atau kuku tangan (tidak pada kuku kaki); profilaksis mikosa pada pasien imunosupresan; kandidiasis mukokutan kronis yang tidak responsif terhadap nistatin dan obat-obat lain; infeksi mikosis sistemik (kandidiasis, paraksidioidomikasis, cocci dioidomycosis, hiptoplasmosis).
Peringatan:
lakukan uji fungsi hati secara klinis dan secara biokimia untuk pengobatan yang berlangsung lebih dari 14 hari lakukan uji fungsi hati sebelum memulainya, 14 hari setelah mulai, kemudian selang sebulan sekali. Hindari pada porfiria Aritmia. Hindari pemberian bersama dengan astemizol atau terfenadina. Juga hindari pemberian bersama cisaprid.
Interaksi:
Lampiran 1 (antifungi, imidazol dan triazol).
Kontraindikasi:
gangguan hati; kehamilan (teratogenesitas pada hewan, pada kemasan cantumkan peringatan kehamilan) dan menyusui; pemberian bersamaan dengan terfenadin atau astemizol.
Efek Samping:
mual, muntah, nyeri perut; sakit kepala; ruam, urtikaria, pruritus; jarang trombositopenia, parestesia, fotofobia, pusing, alopesia, ginaekomastia dan oligospermia; kerusakan hati fatal Peringatan: risiko terbentuknya hepatitis lebih besar jika diberikan lebih dari 14 hari.
Dosis:
DEWASA 200 mg/hari bersama makanan, biasanya untuk 14 hari; jika setelah 14 hari respons tidak memadai, lanjutkan hingga setidaknya 1 minggu setelah gejala hilang dan kultur menjadi negatif; maksimum 400 mg/hari. ANAK, 3 mg/kg bb/hari dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Kandidiasis vaginal resisten yang kronis, 400 mg/hari bersama makanan selama 5 hari.
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
3. Mikosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
TOPIK 1
Patogenesis dan Gejala Penyakit

1. Masa inkubasi dan patogenesis
Mikosis kulit atau disebut juga dengan “ring worm” atau dalam istilah klinis disebut dengan tinea disebabkan oleh 3 genus jamur yaitu Microsporum, Tricophyton dan Epidermophyton.

Infeksi sekunder oleh bakteri pada saat serangan jamur terjadi karena kekebalan tubuh menurun akibat infeksi yang sedang terjadi. Bakteri ini berasal dari flora normal tubuh atau berasal dari lingkungan. Pada tinea pedis menunjukkan bahwa pemeriksaan lebih lanjut ditemukan peningkatan jumlah bakteri Gram negatif yaitu Staphylococcus aureus dan S. epidermidis.

Kultur Bakteri. Bila pemeriksaan positif (ditandai adanya hifa atau konidia pada hasil scrapping) dilanjutkan dengan kultur bakteri. Infeksi positif oleh jamur dikerok dengan skalpel, hasil kerokan diencerkan dengan akuades hingga 10-2. Hasil pengenceran dikultur pada media nutrient agar, diinkubasi 37ᵒC, 24 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung.

2. Gejala dan organ terdampak
Mikosis subkutan yang sering dijumpai adalah kromoblastomikosis, sporotrikosis, misetoma. Kasus yang jarang adalah basidiobolomikosis, faeomikosis, lobomikosis, dan zigomikosis subkutan.

Sporotrikosis disebabkan oleh jamur Sporothrix schenckii. Sporotrikosis dapat menyebar melalui aliran limfatik lokal atau aliran darah. Gejala klinis berupa nodul yang berkembang menjadi ulkus kecil hingga terdapat sepanjang aliran limfatik. Tanda khas penyakit ini adalah badan asteroid dan spora yang berbentuk seperti cerutu (cigar shaped).

Misetoma disebabkan oleh spesies jamur eumisetoma atau bakteri aktinomisetoma. Gejala klinis berupa pembengkakan, nodul tidak nyeri, pembentukan sinus dengan fistula yang menyekresikan grain. Lokasi lesi terutama pada tempat yang terjadi trauma yaitu kaki dan tungkai bawah. Organisme penyebab eumisetoma adalah Madurella mycetomatis, M. grisea, Pseudallescheria boydii, dan beberapa spesies jamur lainnya. Aktinomisetoma disebabkan oleh beberapa spesies Actinomycetes termasuk Actinomadura madurae, Streptomyces somaliensis, dan Nocardia brasiliensis.

Kromoblastomikosis disebabkan oleh jamur berpigmen yang membentuk sel badan sklerotik atau muriform bodies yang merupakan ciri khas penyakit ini. Organisme penyebab adalah Phialophora verrucosa, Fonsecaea pedrosoi, Fonsacea compacta, Wangiella dermatitidis dan Cladophialophoracarrionii.

Jamur-jamur ini menyerang permukaan tubuh yang terkeratinisasi seperti kulit pada tubuh, kulit yang berambut seperti pada kepala, dan kuku. Namun jamur ini tidak menginfeksi ke jaringan kulit yang lebih dalam. Tergantung pada bagian tubuh yang diserang, dikenal tinea pada kulit kepala (tinea kapitis), permukaan badan (tinea korporis), lipat paha (tinea kruris), dagu dan leher (tinea barbae), jari-jari tangan (tinea manus), kaki (tinea pedis) dan pada kuku (tinea ungium).
https://www.researchgate.net/publication/42362277_Identifikasi_Jenis_Dan_Jumlah_Bakteri_Pada_Pasien_Mikosis_Kulit
http://docplayer.info/58017241-Penelitian-retrospektif-mikosis-superfisialis-retrospective-study-superficial-mycoses.html
A. Tinjauan umum penyakit
TOPIK 2
Tinjauan Umum Penyakit

1. Definisi dan informasi umum/profil penyakit

Mikosis kulit atau disebut juga dengan “ring worm” atau dalam istilah klinis disebut dengan tinea disebabkan oleh 3 genus jamur yaitu Microsporum, Tricophyton dan Epidermophyton.

Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi. Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah dermatofitosis, pitiriasis versikolor, dan kandidiasis superfisialis.

2. Epidemiologi
Infeksi jamur pada kulit atau mikosis banyak diderita penduduk khususnya yang tinggal di daerah tropis. Iklim panas dan lembab merupakan salah satu penyebab tingginya insiden tersebut. Selain itu mikosis pada kulit dipredisposisi oleh higiene yang kurang sehat, adanya sumber penularan, pemakaian antibiotika, dan penyakit kronis

Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat.

Di Indonesia angka yang tepat teratasi, insidensi mikosis superfisialis belum ada. Insidensi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia tahun 1998 bervariasi.

https://www.researchgate.net/publication/42362277_Identifikasi_Jenis_Dan_Jumlah_Bakteri_Pada_Pasien_Mikosis_Kulit
http://docplayer.info/58017241-Penelitian-retrospektif-mikosis-superfisialis-retrospective-study-superficial-mycoses.html
3. Mikosis
A. Tinjauan umum penyakit
DEFINISI
Mikosis didefinisikan sebagai infeksi jamur yang disebabkan organisme eumycotic yang oportunistik dan patogenik, seperti: Dermatophytes spp., Candida spp., Aspergillus spp., Feomycetes spp., Cryptococcus, dan beberapa spesies fungi
lainnya (Kazemi, 2013).
Mikosis terdiri dari mikosis superfisialis, intermedia dan profunda (Goldsmith, et al., 2012). Faktor yang mempengaruhi mikosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali (Brooks, et al., 2013).

EPIDEMIOLOGI

Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat (Hidayati, 2009). Tinea kruris sering terdapat di daerah dengan iklim hangat, lembab, dan faktor predisposisi meliputi sepatu tertutup dan sering terpapar. Tinea kruris adalah invasi folikel rambut, ini paling sering terjadi pada musim panas, pada pria muda, dan orang dengan pakaian ketat (Paramata, 2009). Spesies trichophyton bertanggung jawab atas 80% kasus di Amerika Serikat, sebelum 1960, agen etiologi yang paling umum adalah microsporum audouinii. Sampai 30% dari anak-anak adalah pembawa asimtomatik trichophyton tonsurans menjadi agen penyebab utama.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56179/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
D. Penatalaksanaan penyakit
Obat yang digunakan untuk infeksi jamur
GOLONGAN POLIEN. Termasuk dalam golongan ini adalah amfoterisin dan nistatin. Keduanya tidak diabsorpsi secara oral. Obat ini digunakan untuk infeksi oral, orofaringeal dan perioral yang diberikan secara topikal di mulut.

Infus amfoterisin intravena digunakan untuk infeksi jamur sistemik dan aktif terhadap sebagian besar jamur dan ragi. Obat ini terikat kuat pada protein plasma dan penetrasinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh buruk. Amfoterisin bersifat toksik dan efek samping sering terjadi. Sediaan amfoterisin dalam lipid bersifat kurang toksik dan direkomendasikan bila sediaan konvensional dikontraindikasikan karena toksisitasnya, terutama nefrotoksisitas atau jika respon terhadap amfoterisin konvensional tidak memuaskan.
oral: untuk kandidiasis intestinal, 100-200 mg tiap 6 jam. Bayi dan Anak-anak, 100 mg 4 kali sehari. Injeksi intravena: infeksi jamur sistemik, dosis percobaan 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250 mcg/kg bb/hari, pelan-pelan dinaikkan sampai 1 mg/kg bb/hari; maksimum 1,5 mg/kg bb/hari atau selang sehari.

Nistatin terutama digunakan untuk infeksi Candida albicans di kulit dan membran mukosa, termasuk untuk kandidiasis pada usus dan esofageal.

GOLONGAN IMIDAZOL. Termasuk dalam golongan imidazol, klotrimazol, ketokonazol, ekonazol, sulkonazol dan tiokonazol. Obat-obat ini digunakan untuk terapi lokal kandidiasis vagina dan untuk infeksi dermatofit.

Ketokonazol pada pemberian oral diabsorpsi jauh lebih baik dibandingkan dengan golongan imidazol lainnya. Namun obat ini telah dilaporkan berkaitan dengan kejadian hepatotoksisitas yang fatal. Untuk pemberian per oral, risiko dan manfaat ketokonazol sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati terutama yang berkaitan dengan hepatotoksisitas. Oleh karena itu diperlukan pengamatan klinik dan laboratorium. Pemberian per oral tidak untuk infeksi superfisial.

Mikonazol dapat digunakan secara topikal untuk infeksi pada rongga mulut. Obat ini juga efektif untuk infeksi usus. Absorpsi sistemik dapat terjadi pada penggunaan gel mikonazol oral sehingga dapat menimbulkan interaksi obat yang bermakna.

GOLONGAN TRIAZOL. Termasuk golongan ini adalah flukonazol dan itrakonazol.

Flukonazol diabsorpsi sangat baik setelah pemberian oral. Penetrasi obat ini pada cairan serebro spinal cukup baik sehingga dapat digunakan untuk mengatasi meningitis fungal.

Itrakonazol aktif terhadap semua bentuk infeksi dermatofit. Kapsul itrakonazol memerlukan kondisi asam dalam lambung untuk mendapatkan absorpsi yang optimal. Itrakonazol dapat menyebabkan kerusakan hati dan sebaiknya dihindari atau digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, termasuk pasien anak. Flukonazol lebih jarang menyebabkan hepatotoksisitas. Vorikonazol merupakan antijamur dengan spektrum luas dan diindikasikan untuk infeksi yang mengancam jiwa.

ANTI JAMUR LAIN
Griseofulvin efektif dalam mengatasi infeksi dermatofit yang meluas dan sulit diobati, namun penggunaannya telah banyak digantikan oleh antijamur yang lebih baru, terutama pada infeksi kuku. Obat ini merupakan pilihan utama pada infeksi trichophyton pada anak. Lama terapi tergantung pada tempat infeksi dan dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Terbinafin merupakan obat pilihan untuk infeksi jamur pada kuku dan juga untuk mengatasi kurap.
Dewasa dan lansia, 500 mg satu kali sehari dosis tunggal atau terbagi. Anak-anak, dosis harian 10 mg/kg BB satu kali sehari dosis tunggal atau terbagi.
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
1. Kandidiasis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B. Patogenesis dan gejala penyakit

I. Patogenesis

Kemampuan C. albicans untuk menginfeksi niche host yang beragam seperti itu didukung oleh berbagai faktor virulensi dan atribut kebugaran. Sejumlah atribut, termasuk transisi morfologis antara ragi dan bentuk hifa, ekspresi adhesin dan invasin pada permukaan sel, thigmotropism, pembentukan biofilm, peralihan fenotipik dan sekresi enzim hidrolitik dianggap sebagai faktor virulensi. Selain itu, atribut kebugaran termasuk adaptasi cepat terhadap fluktuasi pH lingkungan, fleksibilitas metabolik, sistem akuisisi nutrisi yang kuat dan mesin tanggap stres yang tangguh.


Gambar 1. Gambaran umum mekanisme patogenisitas C. albicans yang dipilih. Sel-sel ragi menempel ke permukaan sel tuan rumah dengan ekspresi adhesin. Kontak ke sel inang memicu transisi ragi-ke-hifa dan pertumbuhan yang diarahkan melalui thigmotropism. Ekspresi invasin memediasi penyerapan jamur oleh sel inang melalui induksi endositosis. Adhesi, kekuatan fisik dan sekresi hidrolase jamur telah diusulkan untuk memfasilitasi mekanisme kedua invasi, yaitu, penetrasi aktif yang digerakkan oleh jamur ke sel inang dengan memecah hambatan.
Keterikatan sel ragi ke abiotik (misalnya, kateter) atau biotik (sel inang) permukaan dapat menimbulkan pembentukan biofilm dengan sel ragi di bagian bawah dan sel-sel hifa di bagian atas biofilm. Plastisitas fenotipik (switching) telah diusulkan untuk mempengaruhi antigenisitas dan pembentukan biofilm C. albicans. Selain faktor-faktor virulensi ini, beberapa ciri kebugaran mempengaruhi patogenitas jamur. Mereka termasuk respon stres yang kuat dimediasi oleh heat shock proteins (Hsps); auto-induksi pembentukan hifa melalui penyerapan asam amino, ekskresi amonia (NH3) dan alkalinisasi ekstraseluler bersamaan; fleksibilitas metabolik dan penyerapan berbagai senyawa sebagai sumber karbon (C) dan nitrogen (N); dan penyerapan logam jejak penting, misalnya, besi (Fe), seng (Zn), tembaga (Cu) dan mangan (Mn).

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3654610/

II. Gejala
1) Kandidiasis Vaginal
Gejala
• Gatal vagina atau nyeri
• Nyeri saat berhubungan seksual
• Nyeri atau ketidaknyamanan saat buang air kecil
• Keputihan abnormal

Meskipun sebagian besar kandidiasis vagina ringan, beberapa wanita dapat mengalami infeksi berat yang melibatkan kemerahan, pembengkakan, dan retakan di dinding vagina.
Hubungi penyedia layanan kesehatan Anda jika Anda memiliki gejala-gejala ini. Gejala-gejala ini mirip dengan jenis infeksi vagina lainnya, yang diobati dengan berbagai jenis obat. Seorang penyedia layanan kesehatan dapat memberi tahu Anda apakah Anda memiliki kandidiasis vagina dan bagaimana mengobatinya.
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/genital/index.html

2) Kandidiasis Invasif

Gejala
Orang-orang yang mengembangkan kandidiasis invasif sering sudah sakit dari kondisi medis lainnya, sehingga bisa sulit untuk mengetahui gejala yang berhubungan dengan infeksi Candida. Namun, gejala yang paling umum dari kandidiasis invasif adalah demam dan menggigil yang tidak membaik setelah pengobatan antibiotik untuk infeksi bakteri yang dicurigai. Gejala lain dapat berkembang jika infeksi menyebar ke bagian lain dari tubuh, seperti jantung, otak, mata, tulang, atau sendi.
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/invasive/symptoms.html


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3654610/
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/genital/index.html
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/invasive/symptoms.html
C. Tinjauan farmakologis
Kelas-kelas agen antijamur itu terutama digunakan dalam invasive Infeksi spesies candida termasuk azoles, polyenes dan echinocandins. Agen antijamur Azole menargetkan 14- Sebuah Enzim –demethylase yang memediasi konversi lanosterol menjadi ergosterol dalam dinding jamur. Kelas ini dimetabolisme oleh sitokrom P450, yang dapat menghasilkan interaksi obat-obat. Flukonazol digunakan dalam pengobatan candidaemia sebagai terapi de-eskalasi, dan untuk perawatan pasien yang tidak kritis tanpa sebelumnya paparan azoles dan tanpa bukti kolonisasi dengan strain yang mengurangi kerentanan terhadap azoles.
Amphotericin B adalah agen antifungal polyene yang mengikat ke ergosterol dalam membran jamur. Karena toksisitasnya, ampho-Tericin B deoxycholate kini telah digantikan oleh ditoleransi dengan lebih baik polyenes. Tiga formulasi lipid amphotericin B saat ini disetujui untuk penggunaan klinis: liposomal amfoterisin B (L-AmB), amphotericin B lipid complex (ABLC) dan amfoterisin B koloidal dispersi (ABCD). L-AmB banyak digunakan dan menguntungkan farmakokinetik bersama dengan penetrasi intraseluler tinggi cairan tulang belakang otak dan di mata. Baik L-AmB dan ABLC mencapai konsentrasi efektif terapeutik di epitel cairan lining pasien yang sakit kritis. L-AmB digunakan sebagai baris pertama terapi untuk bentuk yang disebarluaskan Candida infeksi spesies, dan sebagai terapi lini kedua untuk IC.
Echinocandins menargetkan dinding sel jamur dan bertindak dengan menghambat 1,3-b-D-glucan (BDG) sintesis, menunjukkan aktivitas fungisida melawan Candida jenis. Karena BDG bukan bagian dari sel manusia, echinocandins menampilkan profil tolerabilitas dan keamanan yang kuat. Karakteristik lain dari senyawa ini termasuk luas dan aksi fungisida yang kuat dengan aktivitas melawan biofilm, dan sedikit interaksi obat-obat; perkembangan resistensi juga langka.
Saat ini, tiga echinocandins (anidulafungin, caspofungin dan micafungin) digunakan untuk pengobatan intravena dan pencegahan tion of IC, meskipun sebagian besar data berasal dari kontrol acak uji coba untuk candidaemia; sangat sedikit data pada bentuk-bentuk lain dari IC tersedia. Selain itu, harus diperhitungkan bahwa ini obat tidak mencapai konsentrasi yang efektif dalam terapi beberapa jaringan (misalnya mata, CNS, urin, endokardium, dan peritoneum) dan sifat farmakokinetik / farmakodinamiknya kurang dikenal untuk pasien yang sakit kritis.
Apalagi, CLSI klinis breakpoints belum ditetapkan untuk caspofungin untuk variasi antar laboratorium yang signifikan dalam rentang MIC. Secara umum, isolat yang rentan terhadap anidulafungin serta micafungin harus dianggap rentan terhadap caspofungin. Echinocandins direkomendasikan sebagai terapi lini pertama dalam pengobatan ofICincrit-pasien sakit parah dan lebih disukai pada pasien yang tidak kritis dengan paparan sebelumnya terhadap azoles dan / atau bukti kolonisasi dengan a Candida saring dengan mengurangi kerentanan terhadap azoles.
Flusitosin (5-fluorocytosine) adalah agen antijamur yang interferes dengan sintesis DNA dan protein. Karena tingginya insidendence resistansi primer dan / atau diperoleh, penggunaan flucytosine sebagai monoterapi secara signifikan dibatasi. Namun demikian, seharusnya begitu
diingat bahwa flucytosine memiliki distribusi jaringan yang sangat baik dan harus digunakan dalam kombinasi dengan anti jamur lain dalam kasus endophthalmitis, endocarditis atau infeksi CNS.
Beberapa kelas baru agen antijamur saat ini di saluran pipa. Ini termasuk agen dengan mekanisme aksi yang serupa kelas yang tersedia secara klinis, dan mekanisme aksi baru yang spesifik jamur atau lebih selektif untuk target jamur dari sel mamalia. Banyak dari agen-agen ini memiliki demon-bertegangan kuat in vitro dan in vivo kegiatan melawan berbagai macam jamur, dengan beberapa juga menjaga aktivitas melawan isolate dikenal tahan terhadap azoles dan echinocandins.

http://sci-hub.tw/10.1093/jac/dkw392

Oral Candidiasis
Rekomendasi pedoman dari Infectious Diseases Society of America (IDSA) untuk pengobatan kandidiasis orofaring dirangkum dalam Tabel 1. Terapi topikal (misalnya troches clotrimazole atau suspensi nistatin atau pastiles) direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama untuk pasien dengan episode awal penyakit ringan (kekuatan rekomendasi: B) [30]. Perawatan awal yang direkomendasikan untuk penyakit sedang hingga berat adalah flukonazol oral 100-200 mg (3 mg / kg) sekali sehari selama 7-14 hari (kekuatan rekomendasi: A) [30]. Untuk kandidiasis esofagus, terapi antijamur sistemik selalu diperlukan, dan fluconazole oral 200–400 mg (3-6 mg / kg) setiap hari selama 14-21 hari direkomendasikan (kekuatan rekomendasi:A)
Kandidiasis Kutan
Pedoman IDSA merekomendasikan triazoles topikal dan polyenes (misalnya clotrimazole, miconazole, dan nystatin) untuk pengobatan kandidiasis kulit. Area yang terkena harus dijaga tetap kering dan, jika perlu, kompres solusi Burrow dapat digunakan sebagai agen pengering
Kandidiasis Vaginal
Sebagian besar (sekitar 90%) kasus VVC tidak rumit, dan pedoman IDSA merekomendasikan pengobatan dengan agen antijamur topikal (Tabel 2) atau dosis tunggal flukonazol oral 150 mg (kekuatan rekomendasi: A) [30]. Sejumlah agen antijamur topikal adalah pengobatan yang efektif untuk VVC tanpa komplikasi, tanpa agen yang menunjukkan keunggulan yang jelas. Tingkat respons umumnya tinggi (> 90%) dan sebanding dengan terapi topikal versus oral, apakah diberikan sebagai kursus singkat atau terapi dosis tunggal [30]. Karena ada banyak terapi yang tersedia yang aman dan efektif untuk VVC yang tidak rumit, preferensi pasien (misalnya untuk terapi oral vs topikal) harus dipertimbangkan ketika membuat keputusan perawatan.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4963441/


http://sci-hub.tw/10.1093/jac/dkw392
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4963441/
4. Herpes simpleks
A. Tinjauan umum penyakit
a. Definisi Penyakit
Virus herpes simplex merupakan virus yang ada dimana mana, patogen yang dapat beradaptasi pada host-nya dan menyebabkan berbagai variasi penyakit yang luas. Terdapat dua tipe virus herpes: herpes simplex virus type 1 (HSV-1) dan type 2 (HSV-2. Keduanya hampir mirip tapi berbeda secara epidemiolog. HSV-1 berhubungan dengan penyakit orofasia sedangkan HSV-2 berhubungan dengan penyakit genital (kelamin. Tapi, lokasi lesi tidak selalu mengindikasikan tipe virus, contohnya pada beberapa subpopulasi unik, HSV-1 lebih sering berhubungan dengan infeksi kelamin daripada HSV-2. Kata herpes berasal dari kata Yunani yang artinya 'merayap atau merangkak'.
b. Epidemiologi
1. HSV-1
Infeksi HSV-1 tinggi penularannya, umum terjadi dan bersifat endemik diseluruh dunia. Kebanyakan infeksi HSV-1 terjadi pada anak-anak dan infeksinya seumur hidup. Pada tahun 2012, sekitar 3.7 miliar penduduk dibawah usia 50 tahun atau 67% dari populasi terjangkit infeksi HSV-1. Prevalensi tertinggi terjadi di Afrika (87%) dan terendah di Amerika (40-50%). Kemudian, 140 juta penduduk pada usia 15-49 tahun terjangkit infeksi kelamin HSV-1. Umumnya infeksi kelamin HSV-1 terjadi di Amerika, Eropa dan Pasifik Barat.
2. HSV-2
Herpes genital (kelamin) yang disebabkan oleh HSV-2 merupakan isu global dan sekitar 417 juta penduduk dunia terinfeksi pada tabun 2012. Prevalensi tertinggi infeksi HSV-2 terjadi di Afrika (31.5%) dan Amerika (14.4%). Wanita lebih banyak terinfeksi oleh HSV-2 daripada pria. Pada tahun 2012, sekitar 267 juta wanita dan 150 juta pria terinfeksi HSV-2. Hal ini terjadi karena transmisi seksual HSV-2 lebih efisien dari pria ke wanita dibandingkan dari wanita ke pria.
Medscape
http://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/herpes-simplex-virus
D. Penatalaksanaan penyakit
1. Gejala klinis pertama infeksi kelamin HSV
Rekomendasi 1
- tidak diberi terapi
Rekomendasi 2
- diberi terapi dosis standar aciclovir dengan valaciclovir atau famciclovir
- atau Dosis:
• aciclovir 400 mg oral tiga kali sehari selama 10 hari
(dosis standar )
• aciclovir 200 mg oral lima kali sehari selama 10 hari
• valaciclovir 500 mg oral dua kali sehari selama 10 hari
• famciclovir 250 mg oral tiga kali sehari selama 10 hari
2. Gejala Klinis Kambuhan Infeksi Kelamin HSV
Rekomendasi 3
- tanpa perawatan/terapi
Rekomendasi 4
- Dosis untuk pasien dewasa, anak-anak dan wanita hamil
• aciclovir 400 mg oral hriceiga kali sehari selama 5 hari, 800 mg
dua kali sehari selama 5 hari , atau 800 mg tiga kali sehari selama 2 hari
• valaciclovir 500 mg oral dua kali sehari selama 3 hari
• famciclovir 250 mg dua kali sehari selama 5 hari
- Dosis untuk pasien yang hidup dengan HIV dan masalah imunitas
• aciclovir 400 mg oral tiga kali sehari selama 5 hari
• valaciclovir 500 mg oral dua kali sehari selama 5 hari
• famciclovir 500 mg oral dua kali sehari selama 5 hari
WHO. (2016). WHO Guidelines For The Treatment of Genital Herpes Simplex Virus. Switzerland:WHO Press
2. Aspergilosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Masa inkubasi : 7 hari menunjukkan pada koloni A. fumigatus, A. flavus, A. niger, A. terreus e A. nidulans dengan 45–60 mm,
55–65 mm, 40–62 mm, 30–48 mm dan 38–43 mm, masing-masing. Persentase perkecambahan nyata meningkat 3- hingga 10 kali lipat untuk kedua A. fumigatus
dan A. flavus ketika suhu meningkat dari 20 hingga 30◦C, dan lagi
2- hingga 3 kali lipat dari 30 menjadi 37◦C. Namun pada perkecambahan 41◦C A. fumigatus adalah masih ditingkatkan, sementara germinasi A. flavus menurun hingga 45% (dibandingkan dengan 37◦C). Studi ini menunjukkan bahwa suhu mempengaruhi pertumbuhan patogen
Aspergilli, dengan A. fumigatus menjadi spesies yang paling mampu beradaptasi dengan ekstrim perubahan kondisi lingkungan.

Aspergillosis paru invasif akut biasanya menyebabkan batuk, se hemoptisis, nyeri dada pleuritik, dan sesak napas. Jika aspergillosis paru yang tidak diobati dan invasif dapat menyebabkan kegagalan pernafasan yang cepat, akhirnya fatal.

Aspergillosis paru kronis dapat bermanifestasi dengan gejala ringan dan lamban meskipun ada penyakit yang signifikan.

Aspergillosis invasif ekstrapulmoner dimulai dengan lesi kulit, sinusitis, atau radang paru-paru dan mungkin melibatkan hati, ginjal, otak, dan jaringan lain; sering berakibat fatal.

Aspergillosis dalam sinus dapat membentuk aspergilloma atau menyebabkan sinusitis jamur atau peradangan granulomatosa kronis dan lambat dengan demam, rhinitis, dan sakit kepala. Pasien mungkin mengalami nekrosis lesi kulit di atas hidung atau sinus, ulkus palatal atau gingiva, tanda-tanda trombosis sinus kavernosus, atau lesi paru.
Aspergilloma biasanya asimtomatik, meskipun dapat menyebabkan batuk ringan dan kadang-kadang hemoptisis
Pasqualotto, Allessandro C. 2010. Aspergillosis : From Diagnosis to Prevention. London : Springer
Hasanah, Uswatun.2017.MENGENAL ASPERGILLOSIS, INFEKSI JAMUR GENUS ASPERGILLUS. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera Vol 15
C. Tinjauan farmakologis
Aspergilosis umumnya menyerang saluran nafas, namun pada pasien immunocompromised berat, bentuk invasifnya dapat mengenai sinus, jantung, otak dan kulit. Vorikonazol merupakan obat pilihan; amfoterisin (formulasi liposomal lebih disukai bila terjadi gangguan ginjal) dan itrakonazol merupakan alternatif pada pasien yang gagal diterapi dengan amfoterisin.
Perawatan dan pengobatan aspergillosis dapat dilakukan dengan cara :
1). Observasi: Aspergillomas tunggal biasanya tidak membutuhkan pengobatan, dan obat-obatan biasanya tidak efektif dalam mengobati massa jamur ini. Aspergillomas yang tidak menimbulkan gejala mungkin diperiksa secara ketat dengan bantuan rontgen dada. Jika kondisi terus berkembang, penggunaan obat anti-jamur mungkin disarankan.
2). Kortikosteroid oral: Tujuan mengobati alergi aspergilosis bronkopul-moner adalah untuk mencegah asma yang sudah ada atau memburuknya cystic fibrosis. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan kortikosteroid oral. Obat anti-jamur tidak membantu untuk alergi aspergilosis bronkopulmoner, tetapi dapat dikombina-sikan dengan kortikosteroid untuk mengurangi dosis steroid dan meningkatkan fungsi paru-paru.
3). Obat anti- jamur: Obat ini adalah pengobatan standar untuk aspergillosis paru invasif. Secara historis, obat yang sering digunakan adalah amfoterisin B, tetapi obat yang lebih baru vorikonazol (Vfend) kini lebih disukai karena tampaknya menjadi lebih efektif dan mungkin memiliki efek samping yang lebih sedikit. Semua obat anti-jamur dapat menyebabkan masalah serius seperti kerusakan hati atau ginjal. Obat juga dapat berinteraksi dengan obat lain jika diberikan kepada orang-orang dengan sistem imun lemah.
4). Operasi: Karena obat anti-jamur tidak cukup untuk mengatasi aspergillomas yang parah, operasi untuk mengangkat massa jamur adalah pilihan pengobatan pertama yang diperlukan ketika terjadi pendarahan di paru-paru. Karena operasi sangat berisiko, dokter mungkin menyarankan embolisasi sebagai gantinya. Dalam embolisasi, ahli radiologi akan mengulir kateter kecil ke dalam arteri yang memasok darah ke rongga yang berisi bola jamur dan menyuntikkan bahan yang menyumbat arteri. Meskipun prosedur ini dapat menghentikan pendarahan masif, tetapi pendarahan bisa saja terulang.
Hasanah, Uswatun.2017.MENGENAL ASPERGILLOSIS, INFEKSI JAMUR GENUS ASPERGILLUS. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera Vol 15
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
4. Herpes simpleks
A. Tinjauan umum penyakit
A. Tinjauan umum penyakit

a. Definisi dan informasi umum penyakit

Herpes simpleks adalah penyakit yang disebabkan infeksi patogen yaitu virus, ada 2 jenis tipe virus yaitu HSV1 (virus yang menginfeksi organ oral) dan HSV2 (virus yang menginfeksi organ genital). (https://emedicine.medscape.com/article/218580-overview)

b. Epidemiologi

Virus herpes simpleks tipe 2 adalah penyebab paling umum dari ulkus genital di banyak Negara. Diperkirakan 19,2 juta infeksi baru HSV2 terjadi di kalanga dewasa dan remaja (15-49 tahun) di seluruh dunia pada tahun 2012, dengan tingkat tertinggi di antara kelompok usia muda. (WHO, 2016 : 9)
(https://emedicine.medscape.com/article/218580-overview)
WHO: Guideline For The Treatment of Genital Herpes Simplex Virus (2016)
D. Penatalaksanaan penyakit
A. treatment goals
Tujuan pengobatan adaah mengurangi jumlah wabah dan mengurangi resiko penularan. (https://online.epocrates.com/diseases/5341/Herpes-simplex-virus-infection/Treatment-Approach)

B. rejimen terapi pilihan untuk beberapa kategori pasien (nama obat, bentuk sediaan, kekuatan dosis, frekuensi, durasi)

• Pengobatan pertama
o Aciclovir 400 mg secara oral 3 kali sehari selama 10 hari
o Aciclovir 200 mg secara oral 5 kali sehari selama 10 hari
o Valaciclovir 500 mg secara oral 2 kali sehari selama 10 hari
o Famciclovir 250 mg secara oral 3 kali sehari selama 10 hari
(WHO, 2016 : 3)

• Pengobatan selanjutnya
Dosis untuk dewasa,remaja dan wanita hamil:
o Aciclovir 400 mg secara oral 3 kali sehari selama 5 hari, 800 mg secara oral 2 kali sehari selama 5 hari, 800 mg secara oral 3 kali sehari selama 2 hari
o Valaciclovir 500 mg secara oral 2 kali sehari selama 3 hari
o Famciclovir 250 mg secara oral 2 kali sehari selama 5 hari

Dosis untuk pasien HIV:
o Aciclovir 400 mg secara oral 3 kali sehari selama 5 hari
o Valaciclovir 500 mg secara oral 2 kali sehari selama 5 hari
o Famciclovir 500 mg secara oral 2 kali sehari selama 5 hari

(WHO, 2016 : 4)

• Pengobatan selanjutnya untuk infeksi berat

Dosis untuk dewasa, remaja, dan wanita hamil:
o Aciclovir 400 mg secara oral 2 kali sehari
o Valaciclovir 500 mg secara oral 1 kali sehari
o Famciclovir 250 mg secara oral 2 kali sehari

Dosis untuk pasien HIV:
o Aciclovir 400 mg secara oral 2 kali sehari
o Valaciclovir 500 mg secara oral 2 kali sehari
o Famciclovir 500 mg secara oral 2 kali sehari

(WHO, 2016 : 5)
(https://online.epocrates.com/diseases/5341/Herpes-simplex-virus-infection/Treatment-Approach)
WHO: Guideline For The Treatment of Genital Herpes Simplex Virus (2016)
2. Aspergilosis
A. Tinjauan umum penyakit
Defenisi dan Parasit Penyebab

Aspergillus adalah salah satu dari sekian banyak jamur (fungi) yang banyak dimanfaatkan untuk penelitian di bidang bioteknologi, industri, dan pendidikan. Penyakit Aspergillosis disebut juga Brooder Pneumonia, mycotic pneumonia, atau pneumomycosis. Aspergillosis juga merupakan penyakit sistem pernapasan yang disebabkan oleh infeksi jamur dari genus Aspergillus (Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus nidulans dan Aspergillus terreus). Aspergilus Ini termasuk :
1. Mikotoksikosis karena menelan makanan yang terkontaminasi
2. Alergi dan sekuele terhadap keberadaan konidia atau pertumbuhan semsntara dari organisme pada lubang-lubang tubuh
3. Kolonisasi tanpa perluasan pada akvitas yang belum terbentuk dan jaringan yang rusak
4. Peradangan, granulomatosa, penyakit “narcotizing” pada paru, dan organ-organ lain; dan jarang sekali
5. sistemik dan penyakit diseminata yang mematikan. Jenis penyakit dan beratnya bergantung pada status fisiologi dari hospes dan spesies Aspergillus yang terlibat

Aspergillus adalah suatu jamur yang termasuk dalam kelas Ascomycetes, dengan karakteristik:
• Aspergillus membutuhkan suhu yang hangat, kelembaban, dan material organik untuk berkembang biak.
• Aspergillus membentuk filamen-filamen panjang bercabang, dan dalam media biakan membentuk miselia dan konidiospora
• Berkembang biak dengan pembentukan hifa atau tunas dan menghasilkan konidiofora pembentuk spora

Epidemiologi
Aspergillus spp. terdapat di mana-mana, umumnya terdapat di tanah, air, dan sayur-sayuranan yang membusuk. Aspergillus spp., Terutama Aspergillus fumigatus, A. flavus, dan A. terreus, telah menjadi penyebab umum infeksi nosokomial pada pasien dengan tingkat imunokompromais tinggi.
Data dari sistem NNIS menunjukkan bahwa hanya 1,3% infeksi jamur nosocomial di rumah sakit yang dilaporkan selama tahun 1980 hingga 1990 yang disebabkan oleh Aspergillus spp. Beberapa penelitian menyatakan Aspergillus spp. Ditemukan dari isolasi 20 dari 55 pasien (36%) dengan pneumonia nosokomial pada unit transplantasi sumsum tulang.
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/view/8777
http://cmr.asm.org/content/9/4/499.short
D. Penatalaksanaan penyakit
Tujuan Terapi
Tujuan terapi untuk membunuh jamur dan mengurangi gejala-gejala akibat infeksi Aspergilus spp.
Regimen Dosis
1. Lini Utama :
a. Voriconazole (6 mg/kg IV tiap 12 jam selama 1 hari, diikuti dengan 4 mg/kg IV tiap 12 jam; dosis oral 200 mg tiap 12 jam)

2. Lini Kedua (Alternatif) :
a. L-AMB (3-5 mg/kg/hari intravena),
b. ABLC (5 mg/kg/hari IV),
c. caspofungin (70 mg pada hari pertama secara IV dan 50 mg/hari IV),
d. micafungin (IV 100-150 mg/day),
e. itraconazole (dosis tergantung formulasi)
Catatan : Terapi utama dengan polifarmasi tidak dianjurkan berdasarkan kurangnya data klinis, penambahan obat lain atau beralih ke kelas obat lain untuk terapi penyelamatan dapat dipertimbangkan pada masing-masing pasien; dosis pada pasien anak untuk vorikonazol adalah 5-7 mg / kg IV setiap 12 jam dan untuk caspofungin adalah 50 mg / m2 / hari; pengalaman klinis terbatas dilaporkan dengan anidulafungin.
http://www.jstor.org/stable/40306987?seq=1#page_scan_tab_contents
2. Aspergilosis
A. Tinjauan umum penyakit
DEFINIS DAN PROFIL UMUM
Aspergillosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Aspergillus, sejenis jamur yang umumnya hidup di dalam ruangan dan di luar ruangan. Kebanyakan orang bernafas dengan spora Aspergillus setiap hari tanpa merasakan sakit. Namun, orang dengan sistem kekebalan yang lemah atau penyakit paru-paru berada pada risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan masalah kesehatan karena Aspergillus. Jenis-jenis masalah kesehatan yang disebabkan oleh Aspergillus termasuk reaksi alergi, infeksi paru-paru, dan infeksi pada organ lain.
Jenis aspergillosis :
 Alergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) : Aspergillus menyebabkan peradangan di paru-paru dan gejala alergi seperti batuk dan mengi, tetapi tidak menyebabkan infeksi.

 Alergi Aspergillus sinusitis : Aspergillus menyebabkan peradangan pada sinus dan gejala infeksi sinus (drainase, hidung tersumbat, sakit kepala) tetapi tidak menyebabkan infeksi.

 Aspergilloma : juga disebut "bola jamur." Seperti namanya, itu adalah bola Aspergillus yang tumbuh di paru-paru atau sinus, tetapi biasanya tidak menyebar ke bagian lain dari tubuh.

 Aspergillosis paru kronis : kondisi jangka panjang (3 bulan atau lebih) di mana Aspergillus dapat menyebabkan paru-paru berlubang. Satu atau lebih bola jamur (aspergillomas) juga dapat ditemukan di paru-paru.

 Aspergillosis invasive : infeksi serius yang biasanya mempengaruhi orang yang memiliki sistem kekebalan yang lemah, seperti orang yang telah melakukan transplantasi organ atau transplantasi sel induk. Aspergillosis invasif paling sering mempengaruhi paru-paru, tetapi juga bisa menyebar ke bagian lain dari tubuh.

 Aspergillosis kulit : Aspergillus memasuki tubuh melalui celah di kulit (misalnya, setelah operasi atau luka bakar) dan menyebabkan infeksi, biasanya pada orang yang memiliki sistem kekebalan yang lemah. Aspergillosis kulit juga dapat terjadi jika aspergillosis invasif menyebar ke kulit dari tempat lain di tubuh, seperti paru-paru.


EPIDEMIOLOGI
Alergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) kemungkinan mempengaruhi antara 1 dan 15% pasien fibrosis kistik. Satu penelitian menghitung bahwa 2,5% orang dewasa yang menderita asma juga memiliki ABPA, yang sekitar 4,8 juta orang di seluruh dunia. Dari 4,8 juta orang yang memiliki ABPA, diperkirakan 400.000 juga memiliki aspergillosis paru kronis (CPA). 1,2 juta orang lainnya diperkirakan memiliki CPA sebagai sekuel tuberkulosis, 3 dan lebih dari 70.000 orang diperkirakan memiliki CPA sebagai komplikasi sarkoidosis.
Aspergillosis invasif terjadi terutama pada orang yang memilik kekebalan tubuh lemah. Perkiraan insiden berbasis populasi pertama untuk aspergillosis invasif diperoleh dari pengawasan laboratorium yang dilakukan di San Francisco Bay Area selama 1992-1993 dan menyarankan tingkat tahunan 1 hingga 2 kasus aspergillosis per 100.000 penduduk.
Pengamatan prospektif di antara penerima transplantasi yang dilakukan selama tahun 2001-2006 menemukan bahwa aspergillosis invasif adalah jenis infeksi jamur yang paling umum di antara penerima transplantasi sel induk dan merupakan jenis infeksi jamur kedua yang paling umum di antara penerima transplantasi organ padat.
Bentuk alergi aspergillosis seperti aspergillosis bronkopulmonal alergika (ABPA) dan alergi Aspergillus sinusitis umumnya tidak mengancam jiwa.
Sebaliknya, meskipun aspergillosis invasif jarang terjadi, itu adalah infeksi serius dan bisa menjadi penyebab utama kematian pada pasien dengan kekebalan tubuh lemah. Sebagai contoh, sebuah penelitian prospektif besar menemukan bahwa kelangsungan hidup satu tahun untuk orang yang memiliki aspergillosis invasif adalah 59% di antara penerima transplantasi organ yang kuat dan 25% di antara penerima transplantasi sel induk.
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/definition.html
B. Patogenesis dan gejala penyakit
MASA INKUBASI
Meskipun sebagian besar kasus aspergillosis adalah sporadis (bukan bagian dari wabah), wabah aspergillosis invasif kadang-kadang terjadi pada pasien rawat inap. Masa inkubasi untuk aspergillosis tidak jelas dan kemungkinan bervariasi tergantung pada dosis Aspergillus dan respon imun.
PATOGENESIS
Di antara spesies patogen Aspergillus pada manusia, A. fumigatus adalah agen penyebab utama infeksi manusia, diikuti oleh A. flavus, A. terreus, dan A. niger. Aspergilli menyebabkan berbagai penyakit manusia tergantung pada status kekebalan tubuh inang. Pada individu dengan gangguan fungsi paru-paru seperti pasien asma dan cystic fibrosis, aspergilli dapat menyebabkan aspergillosis bronkopulmoner alergik, respons hipersensitif terhadap komponen jamur. Aspergilloma noninvasif dapat terbentuk setelah paparan berulang terhadap konidia dan target rongga paru yang sudah ada sebelumnya seperti lesi yang sembuh pada pasien tuberkulosis. Aspergillosis invasif (IA) mungkin merupakan penyakit terkait Aspergillus yang paling dahsyat, dengan sasaran pasien yang mengalami gangguan sistem kekebalan yang berat. Mereka yang paling berisiko untuk penyakit yang mengancam jiwa ini adalah individu dengan keganasan hematologi seperti leukemia; pasien transplantasi sel induk padat dan hematopoietik; pasien dengan terapi kortikosteroid berkepanjangan, yang umumnya digunakan untuk pencegahan dan / atau pengobatan penyakit graft-versus-host pada pasien transplantasi; individu dengan imunodefisiensi genetik seperti penyakit granulomatosa kronis (CGD); dan individu yang terinfeksi virus human immunodeficiency. Tingkat mortalitas berkisar antara 40% hingga 90% pada populasi berisiko tinggi dan tergantung pada faktor-faktor seperti status imun inang, tempat infeksi, dan rejimen pengobatan yang diterapkan. Organisme ini secara inheren adalah patogen oportunistik, dan patologi penyakit dan perkembangan adalah hasil dari pertumbuhan jamur dan respon inang.
Siklus hidup yang menular.
Aspergilli sebagian besar adalah saprophytes, tumbuh pada materi yang mati atau membusuk di lingkungan. Siklus hidup infeksi Aspergillus dimulai dengan produksi konidia (spora aseksual) yang mudah tersebar ke udara, di lingkungan indoor dan outdoor. Rute utama infeksi manusia adalah melalui inhalasi konidia di udara ini, diikuti oleh deposisi konidia di bronkiolus atau ruang alveolar. Pada individu yang sehat, konidia yang tidak dihilangkan oleh pembukaan mukosiliar sel epitel atau makrofag alveolar, fagosit primer penduduk paru. Makrofag alveolar terutama bertanggung jawab untuk fagositosis dan pembunuhan Aspergillus conidia serta inisiasi respon proinflamasi yang merekrut neutrofil (satu jenis sel polimorfonuklear [PMN]) ke tempat infeksi. Conidia yang menghindari pembunuhan makrofag dan berkecambah menjadi target infiltrasi neutrofil yang mampu menghancurkan hifa. Risiko pengembangan IA hasil terutama dari disfungsi dalam pertahanan host ini dalam kombinasi dengan atribut jamur yang memungkinkan kelangsungan hidup A. fumigatus dan pertumbuhan di lingkungan paru ini.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2708386/
GEJALA
Berbagai jenis aspergillosis dapat menyebabkan gejala yang berbeda.
1. Gejala-gejala aspergillosis bronkopulmonal alergika (ABPA) mirip dengan gejala asma, termasuk :
 Mengi (Wheezing)
 Sesak napas
 Batuk
 Demam

2. Gejala alergi Aspergillus sinusitis meliputi:
 Kesesakan
 Hidung berair
 Sakit kepala
 Mengurangi kemampuan untuk penciuman

3. Gejala aspergilloma ("fungus ball") meliputi:
 Batuk
 Batuk berdarah
 Sesak napas

4. Gejala aspergillosis paru kronik meliputi:
 Berat badan turun
 Batuk
 Batuk berdarah
 Kelelahan
 Sesak napas

5. Aspergillosis invasif biasanya terjadi pada orang yang sudah sakit dari kondisi medis lainnya, sehingga sulit untuk mengetahui gejala mana yang terkait dengan infeksi Aspergillus. Namun, gejala aspergillosis invasif di paru-paru meliputi:
 Demam
 Sakit dibagian dada
 Batuk
 Batuk berdarah
 Sesak napas
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2708386/
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/symptoms.html
3. Mikosis
C. Tinjauan farmakologis
1.3 komentar Farmakologis
Mycosis fungoides adalah limfoma non-Hodgkin derajat rendah yang muncul di kulit dan awalnya menyerupai eksim, dermatitis atau psoriasis. Fungoides mikosis dapat berkembang dari kulit ke kelenjar getah bening atau organ dalam. Mycosis fungoides adalah subtipe yang paling umum dari limfoma sel T kutan.
Klasifikasi obat:
1 Agen alkilasi
mechlorethamine
efek samping
Kurang umum
• Tinja hitam, tinggal
• darah dalam urin atau tinja
• batuk atau suara serak
• demam atau kedinginan
• nyeri punggung bagian bawah atau samping
• nyeri atau kemerahan di tempat suntikan
• buang air kecil yang menyakitkan atau sulit
• menunjukkan bintik-bintik merah pada kulit
• pendarahan atau memar yang tidak biasa
Langka
• Sesak nafas, gatal, atau mengi
Periksa dengan dokter Anda sesegera mungkin jika salah satu efek samping berikut terjadi saat mengambil mechlorethamine:
Lebih umum
• Hilang periode menstruasi
• ruam yang menyakitkan
Kurang umum
• Pusing
• nyeri sendi
• kehilangan pendengaran
• dering di telinga
• pembengkakan kaki atau tungkai bawah
Langka
• Mati rasa , kesemutan, atau membakar jari, jari-jari kaki, atau wajah
• luka di mulut dan di bibir
• mata atau kulit kuning
Beberapa efek samping mechlorethamine dapat terjadi yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis. Efek samping ini mungkin hilang selama perawatan saat tubuh Anda menyesuaikan dengan obat.Selain itu, ahli kesehatan Anda mungkin dapat memberi tahu Anda tentang cara-cara untuk mencegah atau mengurangi beberapa efek samping ini. Tanyakan kepada profesional perawatan kesehatan Anda jika salah satu dari efek samping berikut ini berlanjut atau mengganggu atau jika Anda memiliki pertanyaan tentang mereka:
Lebih umum
• Mual dan muntah (biasanya hanya berlangsung 8 hingga 24 jam)
Kurang umum
• Kebingungan
• diare
• kantuk
• sakit kepala
• kehilangan selera makan
• rasa logam
• kelemahan
Obat ini dapat menyebabkan hilangnya rambut sementara pada beberapa orang. Setelah pengobatan dengan mechlorethamine telah berakhir, pertumbuhan rambut normal harus kembali.
Setelah Anda berhenti menggunakan obat ini, mungkin masih menghasilkan beberapa efek samping yang perlu diperhatikan. Selama periode waktu ini, segera periksa dengan dokter Anda jika Anda memperhatikan efek samping berikut:
• Tinja hitam, tinggal
• darah dalam urin atau tinja
• batuk atau suara serak
• demam atau kedinginan
• nyeri punggung bagian bawah atau samping
• buang air kecil yang menyakitkan atau sulit
• menunjukkan bintik-bintik merah pada kulit
• pendarahan atau memar yang tidak biasa

siklofosfamid
efek samping
Lebih umum
• Batuk atau suara serak
• demam atau kedinginan
• nyeri punggung bagian bawah atau samping
• periode menstruasi hilang
• buang air kecil yang menyakitkan atau sulit
Dengan dosis tinggi dan / atau pengobatan jangka panjang
• Darah dalam urin
• pusing , kebingungan, atau agitasi
• detak jantung cepat
• nyeri sendi
• sesak napas
• pembengkakan kaki atau tungkai bawah
• kelelahan atau kelemahan yang tidak biasa
Kurang umum
• Tinja hitam, tinggal
• menunjukkan bintik-bintik merah pada kulit
• pendarahan atau memar yang tidak biasa
Langka
• Sering buang air kecil
• kemerahan, bengkak, atau nyeri di tempat suntikan
• luka di mulut dan di bibir
• napas pendek tiba-tiba
• rasa haus yang tidak biasa
• mata atau kulit kuning

2 Antimetabolit
metotreksat
efek samping
Lebih umum
• Tinja hitam, tinggal
• darah di urin atau tinja
• muntah berdarah
• diare
• nyeri sendi
• memerah kulit
• luka di mulut atau bibir
• sakit perut
• pembengkakan kaki atau tungkai bawah
Kurang umum
• Sakit punggung
• penglihatan kabur
• kebingungan
• kejang ( kejang )
• batuk atau suara serak
• urine gelap
• pusing
• kantuk
• demam atau kedinginan
• sakit kepala
• nyeri punggung bagian bawah atau samping
• buang air kecil yang menyakitkan atau sulit
• menunjukkan bintik-bintik merah pada kulit
• sesak napas
• pendarahan atau memar yang tidak biasa
• kelelahan atau kelemahan yang tidak biasa
• mata atau kulit kuning
Beberapa efek samping dari methotrexate dapat terjadi yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis. Efek samping ini mungkin hilang selama perawatan saat tubuh Anda menyesuaikan dengan obat.Selain itu, ahli kesehatan Anda mungkin dapat memberi tahu Anda tentang cara-cara untuk mencegah atau mengurangi beberapa efek samping ini. Tanyakan kepada profesional perawatan kesehatan Anda jika salah satu dari efek samping berikut ini berlanjut atau mengganggu atau jika Anda memiliki pertanyaan tentang mereka:
Lebih umum
• Kerontokan rambut , sementara
• kehilangan selera makan
• mual atau muntah
Kurang umum
• Jerawat
• mendidih pada kulit
• kulit pucat
• ruam kulit atau gatal

3 Inhibitor mitotik
vinblastin
efek samping
Lebih sering
• Batuk atau suara serak disertai demam atau kedinginan
• demam atau kedinginan
• nyeri punggung bagian bawah atau samping disertai demam atau menggigil
• buang air kecil yang menyakitkan atau sulit disertai demam atau kedinginan
Kurang umum
• Darah dalam urin atau tinja
• nyeri atau kemerahan di tempat suntikan
• menunjukkan bintik-bintik merah pada kulit
• pendarahan atau memar yang tidak biasa
Langka
• Tinja hitam, tinggal
Periksa dengan dokter Anda sesegera mungkin jika salah satu efek samping berikut terjadi saat mengambil vinblastin:
Kurang umum
• Nyeri sendi
• luka di mulut dan di bibir
• pembengkakan kaki atau tungkai bawah
Langka
• Kesulitan dalam berjalan
• pusing
• penglihatan ganda
• kelopak mata terkulai
• sakit kepala
• nyeri rahang
• mental depresi
• mati rasa atau kesemutan pada jari tangan dan kaki
• sakit pada jari tangan dan kaki
• nyeri pada testikel
• kelemahan
Beberapa efek samping dari vinblastine dapat terjadi yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis. Efek samping ini mungkin hilang selama perawatan saat tubuh Anda menyesuaikan dengan obat. Selain itu, ahli kesehatan Anda mungkin dapat memberi tahu Anda tentang cara-cara untuk mencegah atau mengurangi beberapa efek samping ini. Tanyakan kepada profesional perawatan kesehatan Anda jika salah satu dari efek samping berikut ini berlanjut atau mengganggu atau jika Anda memiliki pertanyaan tentang mereka:
Kurang umum
• Tulang atau nyeri otot
• mual dan muntah
Obat ini sering menyebabkan hilangnya rambut sementara. Setelah pengobatan dengan vinblastine telah berakhir, atau kadang-kadang bahkan selama pengobatan, pertumbuhan rambut normal harus kembali.

4. Antireumatics
metotreksat
efek samping
Lebih umum
• Tinja hitam, tinggal
• darah di urin atau tinja
• muntah berdarah
• diare
• nyeri sendi
• memerah kulit
• luka di mulut atau bibir
• sakit perut
• pembengkakan kaki atau tungkai bawah
Kurang umum
• Sakit punggung
• penglihatan kabur
• kebingungan
• kejang ( kejang )
• batuk atau suara serak
• urine gelap
• pusing
• kantuk
• demam atau kedinginan
• sakit kepala
• nyeri punggung bagian bawah atau samping
• buang air kecil yang menyakitkan atau sulit
• menunjukkan bintik-bintik merah pada kulit
• sesak napas
• pendarahan atau memar yang tidak biasa
• kelelahan atau kelemahan yang tidak biasa
• mata atau kulit kuning
Beberapa efek samping dari methotrexate dapat terjadi yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis. Efek samping ini mungkin hilang selama perawatan saat tubuh Anda menyesuaikan dengan obat.Selain itu, ahli kesehatan Anda mungkin dapat memberi tahu Anda tentang cara-cara untuk mencegah atau mengurangi beberapa efek samping ini. Tanyakan kepada profesional perawatan kesehatan Anda jika salah satu dari efek samping berikut ini berlanjut atau mengganggu atau jika Anda memiliki pertanyaan tentang mereka:
Lebih umum
• Kerontokan rambut , sementara
• kehilangan selera makan
• mual atau muntah
Kurang umum
• Jerawat
• mendidih pada kulit
• kulit pucat
• ruam kulit atau gatal
5. Glukokortikoid
prednisone
Lebih umum
• Agresi
• agitasi
• penglihatan kabur
• penurunan jumlah urin
• pusing
• detak jantung atau denyut nadi cepat, lambat, berdebar, atau tidak teratur
• sakit kepala
• sifat lekas marah
• perubahan mood
• napas berisik dan berderak
• mati rasa atau kesemutan di lengan atau kaki
• berdebar di telinga
• sesak napas
• pembengkakan jari, tangan, kaki, atau kaki bagian bawah
• kesulitan berpikir, berbicara, atau berjalan
• pernapasan bermasalah saat istirahat
• penambahan berat badan
Insiden tidak diketahui
• Kram perut atau perut atau terbakar (parah)
• sakit perut atau perut
• sakit punggung
• bangku berdarah, hitam, atau tinggal
• batuk atau suara serak
• penggelapan kulit
• penurunan tinggi badan
• penglihatan menurun
• diare
• mulut kering
• sakit mata
• mata merobek
• pertumbuhan rambut wajah pada wanita
• pingsan
• demam atau kedinginan
• memerah, kulit kering
• fraktur
• bau nafas seperti buah
• wajah penuh atau bulat, leher, atau batang
• mulas atau gangguan pencernaan (berat dan terus menerus)
• meningkatkan rasa lapar
• peningkatan rasa haus
• meningkatkan buang air kecil
• kehilangan selera makan
• kehilangan hasrat atau kemampuan seksual
• nyeri punggung bagian bawah atau samping
• ketidakteraturan menstruasi
• nyeri otot atau nyeri
• pengecilan otot atau kelemahan
• mual
• nyeri di punggung, tulang rusuk, lengan, atau kaki
• buang air kecil yang menyakitkan atau sulit
• ruam kulit
• berkeringat
• kesulitan penyembuhan
• kesulitan tidur
• penurunan berat badan tanpa alasan
• kelelahan atau kelemahan yang tidak biasa
• perubahan visi
• muntah
• muntah material yang terlihat seperti bubuk kopi
Beberapa efek samping dari prednisone dapat terjadi yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis. Efek samping ini mungkin hilang selama perawatan saat tubuh Anda menyesuaikan dengan obat. Selain itu, ahli kesehatan Anda mungkin dapat memberi tahu Anda tentang cara-cara untuk mencegah atau mengurangi beberapa efek samping ini. Tanyakan kepada profesional perawatan kesehatan Anda jika salah satu dari efek samping berikut ini berlanjut atau mengganggu atau jika Anda memiliki pertanyaan tentang mereka:
Lebih umum
• Nafsu makan meningkat
Insiden tidak diketahui
• Endapan lemak abnormal pada wajah, leher, dan batang tubuh
• jerawat
• kulit kepala kering
• keringanan warna kulit normal
• wajah merah
• garis ungu kemerahan pada lengan, wajah, kaki, badan, atau selangkangan
• pembengkakan area perut
• penipisan rambut kulit kepala

deksametason
Efek samping deksametason
Dapatkan bantuan medis darurat jika Anda punya tanda-tanda reaksi alergi terhadap deksametason: gatal-gatal; sulit bernafas; pembengkakan wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan Anda.
Hubungi dokter Anda segera jika Anda memiliki:
• kekakuan otot, kelemahan, atau perasaan lemas;
• masalah dengan visi Anda;
• sesak napas (bahkan dengan pengerahan tenaga ringan), pembengkakan, peningkatan berat badan yang cepat;
• depresi berat, pikiran atau perilaku yang tidak biasa;
• kejang (kejang);
• tinja berdarah atau tinggal, batuk darah;
• nyeri punggung bawah, darah dalam urin Anda, sedikit atau tanpa buang air kecil;
• kebingungan, mati rasa atau perasaan geli di sekitar mulut Anda;
• denyut jantung cepat atau lambat, denyut nadi lemah;
• gangguan pankreas - Nyeri hebat di perut bagian atas menyebar ke punggung Anda, mual dan muntah, denyut jantung cepat;
• potasium rendah - kram kaki, konstipasi, denyut jantung tidak teratur, berkibar di dada, peningkatan rasa haus atau buang air kecil, mati rasa atau kesemutan; atau
• tekanan darah tinggi yang berbahaya - Sakit kepala berat, penglihatan kabur, berdebar di leher atau telinga, mimisan, cemas.
Efek samping deksametason yang umum mungkin termasuk:
• retensi cairan (pembengkakan di tangan atau pergelangan kaki Anda);
• masalah tidur (insomnia), perubahan mood;
• jerawat, kulit kering, kulit menipis, memar atau perubahan warna;
• penyembuhan luka yang lambat;
• peningkatan berkeringat, peningkatan pertumbuhan rambut;
• sakit kepala, pusing, sensasi berputar;
• mual, sakit perut, kembung;
• kelemahan otot; atau
• perubahan bentuk atau lokasi lemak tubuh (terutama di lengan, kaki, wajah, leher, payudara, dan pinggang).
6 Imunosupresan
metotreksat
efek samping
Lebih umum
• Tinja hitam, tinggal
• darah di urin atau tinja
• muntah berdarah
• diare
• nyeri sendi
• memerah kulit
• luka di mulut atau bibir
• sakit perut
• pembengkakan kaki atau tungkai bawah
Kurang umum
• Sakit punggung
• penglihatan kabur
• kebingungan
• kejang ( kejang )
• batuk atau suara serak
• urine gelap
• pusing
• kantuk
• demam atau kedinginan
• sakit kepala
• nyeri punggung bagian bawah atau samping
• buang air kecil yang menyakitkan atau sulit
• menunjukkan bintik-bintik merah pada kulit
• sesak napas
• pendarahan atau memar yang tidak biasa
• kelelahan atau kelemahan yang tidak biasa
• mata atau kulit kuning
Beberapa efek samping dari methotrexate dapat terjadi yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis. Efek samping ini mungkin hilang selama perawatan saat tubuh Anda menyesuaikan dengan obat.Selain itu, ahli kesehatan Anda mungkin dapat memberi tahu Anda tentang cara-cara untuk mencegah atau mengurangi beberapa efek samping ini. Tanyakan kepada profesional perawatan kesehatan Anda jika salah satu dari efek samping berikut ini berlanjut atau mengganggu atau jika Anda memiliki pertanyaan tentang mereka:
Lebih umum
• Kerontokan rambut , sementara
• kehilangan selera makan
• mual atau muntah
Kurang umum
• Jerawat
• mendidih pada kulit
• kulit pucat
• ruam kulit atau gatal
7 brentuximab
efek samping
Lebih umum
• Sakit punggung
• hitam, bangku tinggal
• gusi berdarah
• darah di urin atau tinja
• nyeri tubuh atau rasa sakit
• sakit tulang
• pembakaran, sensasi mati rasa , kesemutan, atau nyeri
• panas dingin
• batuk
• pernapasan sulit atau sulit
• kemacetan telinga
• demam
• sakit kepala
• kehilangan suara
• nyeri punggung bagian bawah atau samping
• rasa sakit
• buang air kecil yang menyakitkan atau sulit
• kulit pucat
• menunjukkan bintik-bintik merah pada kulit
• bersin
• sakit tenggorokan
• hidung tersumbat atau berair
• kelenjar getah bening yang bengkak, nyeri, atau lunak di leher, ketiak, atau selangkangan
• sesak di dada
• pernapasan bermasalah dengan pengerahan tenaga
• bisul, luka, atau bintik-bintik putih di mulut
• ketidakstabilan atau kecanggungan
• pendarahan atau memar yang tidak biasa
• kelelahan atau kelemahan yang tidak biasa
• kelemahan di lengan, tangan, kaki, atau kaki
Kurang umum
• Kegelisahan
• sakit kandung kemih
• terik, mengelupas, atau melonggarkan kulit
• kembung atau bengkak pada wajah, lengan, tangan, kaki bagian bawah, atau kaki
• penglihatan kabur
• sakit dada
• urine berawan
• kebingungan
• diare
• pusing atau sakit kepala ringan
• kantuk
• pingsan
• detak jantung cepat
• sering ingin buang air kecil
• perasaan tidak nyaman atau sakit umum
• detak jantung tak teratur
• gatal
• nyeri sendi , kekakuan, atau pembengkakan
• nyeri otot
• cepat penambahan berat badan
• lesi kulit merah, seringkali dengan pusat ungu
• mata merah, jengkel
• kejang
• sakit parah di dada
• sakit perut
• onset kesulitan bernapas yang tiba-tiba
• penebalan sekresi bronkus
• kenaikan atau kehilangan berat badan yang tidak biasa
Insiden tidak diketahui
• Bangku berwarna ungu
• urine gelap
• mulut kering
• bau nafas seperti buah
• mulas
• meningkatkan rasa lapar
• peningkatan rasa haus
• meningkatkan buang air kecil
• gangguan pencernaan
• mual
• parah sakit perut , kram, atau terbakar
• parah sembelit
• parah muntah
• pernapasan bermasalah
• penurunan berat badan tanpa alasan
• muntah
• muntah material yang terlihat seperti bubuk kopi
• mata atau kulit kuning
8. Antineoplastik topikal
mechlorethamine
efek samping
Lebih umum
• Blistering, pengerasan kulit, iritasi, gatal, atau memerah kulit
• kulit yang retak, kering, bersisik
• nyeri, bengkak, nyeri, atau kehangatan pada kulit
Kurang umum
• Gelap kulit
https://www.drugs.com/condition/mycosis-fungoides.html?category_id=442&include_rx=true&include_otc=true&show_off_label=true&only_generics=true&submitted=true
D. Penatalaksanaan penyakit
1,4 penatalaksanaan penyakit
Mechlorethamine
Dosis Biasa
Oleskan film tipis sekali setiap hari ke area kulit yang terkena.

Gunakan: Pengobatan topikal stadium IA dan IB mycosis fungoides-jenis limfoma sel-T kutan pada pasien yang telah menerima terapi kulit sebelumnya
IV: 0,4 mg / kg baik sebagai dosis tunggal atau dalam dosis terbagi 0,1 hingga 0,2 mg / kg per hari
Intracavitary (intrapleurally, intraperitoneal): 0,4 mg / kg
Intraperikardial: 0,2 mg / kg
Siklofosfamid
Dosis Dewasa Biasa untuk Penyakit Ganas
Intravena: Bila digunakan sendiri, dosis awal untuk pasien tanpa defisiensi hematologi adalah 40 hingga 50 mg / kg biasanya dalam dosis terbagi selama 2 hingga 5 hari. Sebagai alternatif, 10 hingga 15 mg / kg dapat diberikan setiap 7 hingga 10 hari atau 3 hingga 5 mg / kg dua kali seminggu.

Oral: Rentang Biasa: 1 hingga 8 mg / kg / hari untuk dosis awal dan pemeliharaan.
Dosis Dewasa Biasa untuk Kanker Ovarium
Untuk digunakan dalam pengobatan kanker ovarium epitelial :

600 mg / m2 intravena pada hari pertama dalam kombinasi dengan carboplatin atau cisplatin
Ulangi siklus setiap 28 hari.
Dosis Dewasa Biasa untuk Multiple Myeloma
(Dalam kombinasi dengan agen kemoterapi lainnya sebagai bagian dari protokol M2)
10 mg / kg IV pada hari pertama
Dosis Anak Biasa untuk Penyakit Ganas
Intravena: Bila digunakan sendiri, dosis awal untuk pasien tanpa defisiensi hematologi adalah 40 hingga 50 mg / kg biasanya dalam dosis terbagi selama 2 hingga 5 hari. Sebagai alternatif, 10 hingga 15 mg / kg dapat diberikan setiap 7 hingga 10 hari atau 3 hingga 5 mg / kg dua kali seminggu.

Oral: Rentang Biasa: 1 hingga 8 mg / kg / hari untuk dosis awal dan pemeliharaan.
Dosis Anak Biasa untuk Nephrotic Syndrome
Ketika digunakan untuk biopsi yang terbukti "perubahan minimal" sindrom nefrotik pada anak-anak, dosis 2,5-3 mg / kg / hari secara oral selama 60 hingga 90 hari dianjurkan.
Penyesuaian Dosis Renal
Perhatian dianjurkan ketika digunakan pada pasien dengan disfungsi ginjal. Namun, tidak ada modifikasi dosis khusus yang saat ini direkomendasikan.
Penyesuaian Dosis
Ketika digunakan dalam pengobatan penyakit ganas, dosis harus disesuaikan sesuai dengan bukti aktivitas antitumor atau leukopenia.
Tindakan pencegahan
Ketika digunakan untuk biopsi yang terbukti "perubahan minimal" sindrom nefrotik pada seorang anak laki-laki, kejadian oligospermia dan azoospermia meningkat jika durasi pengobatan melebihi 60 hari.Perawatan setelah 90 hari meningkatkan kemungkinan kemandulan.
Metotreksat
Dosis Dewasa Biasa untuk Leukemia Limfoblastik Akut
Catatan: Berbagai kombinasi rejimen kemoterapi telah digunakan untuk terapi induksi dan pemeliharaan pada leukemia limfoblastik akut. Dokter harus terbiasa dengan kemajuan baru dalam terapi anti-leukemia.

-Induksi: 3,3 mg / m2 / hari secara oral atau parenteral (dalam kombinasi dengan prednisone 60 mg / m2) setiap hari selama 4 sampai 6 minggu
- Dosis perawatan selama remisi: 30 mg / m2 secara oral atau IM 2 kali seminggu
-Alasan perawatan yang tidak normal selama remisi: 2,5 mg / kg IV setiap 14 hari

Komentar :
-Ketika kambuh terjadi, reinduksi remisi biasanya dapat diperoleh dengan mengulangi rejimen induksi awal.
- Leukemia limfoblastik akut pada pasien anak dan remaja muda adalah yang paling responsif terhadap kemoterapi saat ini. Pada dewasa muda dan pasien yang lebih tua, remisi klinis lebih sulit diperoleh dan kambuh lebih dini lebih umum.

Gunakan: leukemia limfoblastik akut (ALL)
Dosis Dewasa Biasa untuk Choriocarcinoma
15 hingga 30 mg per oral atau IM setiap hari selama 5 hari; kursus biasanya diulang selama 3 hingga 5 kali, dengan waktu istirahat satu atau beberapa minggu di antara kursus, sampai gejala toksik yang muncul mereda

Komentar :
-Efektivitas terapi dievaluasi dengan analisis kuantitatif 24 jam dari chorionic gonadotropin urin (hCG), yang harus kembali normal atau kurang dari 50 IU / 24 jam biasanya setelah kursus ketiga atau keempat dan biasanya diikuti oleh resolusi lengkap dari lesi terukur dalam 4 sampai 6 minggu.
-Satu hingga dua program terapi setelah normalisasi hCG biasanya dianjurkan.
-Sejak Mola hidatidosa mungkin mendahului choriocarcinoma, kemoterapi profilaksis dengan obat ini telah direkomendasikan.
-Chorioadenoma destruens adalah bentuk invasif dari mola hidatidosa. Obat ini diberikan di negara-negara penyakit ini dalam dosis seperti yang direkomendasikan untuk choriocarcinoma.

Gunakan: Gestational trophoblastic disease (GTD) termasuk gestational choriocarcinoma, chorioadenoma destruens, dan hydatidiform mole
Dosis Dewasa Biasa untuk Penyakit Trophoblastic
15 hingga 30 mg per oral atau IM setiap hari selama 5 hari; kursus biasanya diulang selama 3 hingga 5 kali, dengan waktu istirahat satu atau beberapa minggu di antara kursus, sampai gejala toksik yang muncul mereda

Komentar :
-Efektivitas terapi dievaluasi dengan analisis kuantitatif 24 jam dari chorionic gonadotropin urin (hCG), yang harus kembali normal atau kurang dari 50 IU / 24 jam biasanya setelah kursus ketiga atau keempat dan biasanya diikuti oleh resolusi lengkap dari lesi terukur dalam 4 sampai 6 minggu.
-Satu hingga dua program terapi setelah normalisasi hCG biasanya dianjurkan.
-Sejak Mola hidatidosa mungkin mendahului choriocarcinoma, kemoterapi profilaksis dengan obat ini telah direkomendasikan.
-Chorioadenoma destruens adalah bentuk invasif dari mola hidatidosa. Obat ini diberikan di negara-negara penyakit ini dalam dosis seperti yang direkomendasikan untuk choriocarcinoma.

Gunakan: Gestational trophoblastic disease (GTD) termasuk gestational choriocarcinoma, chorioadenoma destruens, dan hydatidiform mole
Dosis Dewasa Biasa untuk Limfoma
-Burkitt's tumor Stages I hingga II: 10 hingga 25 mg secara oral sekali sehari selama 4 hingga 8 hari
-Burkitt's tumor Tahap III: Metotreksat umumnya diberikan bersamaan dengan agen antitumor lainnya
-Durasi terapi: Semua tahap biasanya memerlukan beberapa program terapi yang dilakukan dengan 7 hingga 10 hari waktu istirahat
-Lymphosarcoma Stadium III: 0,625 hingga 2,5 mg / kg per oral setiap hari sebagai bagian dari kombinasi kemoterapi

Menggunakan:
-Burkitt's tumor
Limfoma
Dosis Dewasa Biasa untuk Tumor Burkitt
-Burkitt's tumor Stages I hingga II: 10 hingga 25 mg secara oral sekali sehari selama 4 hingga 8 hari
-Burkitt's tumor Tahap III: Metotreksat umumnya diberikan bersamaan dengan agen antitumor lainnya
-Durasi terapi: Semua tahap biasanya memerlukan beberapa program terapi yang dilakukan dengan 7 hingga 10 hari waktu istirahat
-Lymphosarcoma Stadium III: 0,625 hingga 2,5 mg / kg per oral setiap hari sebagai bagian dari kombinasi kemoterapi

Menggunakan:
-Burkitt's tumor
Limfoma
Dosis Dewasa Biasa untuk Meningeal Leukemia
12 mg (maksimum 15 mg) intratekal setiap 2 sampai 5 hari sampai jumlah sel CSF kembali normal; pada titik ini, satu dosis tambahan dianjurkan

Komentar :
-Administrasi dengan interval kurang dari 1 minggu dapat menyebabkan peningkatan toksisitas subakut.
-Formula yang diawetkan dari obat ini mengandung benzil alkohol dan tidak boleh digunakan untuk terapi intratekal atau dosis tinggi.

Gunakan: Perawatan dan profilaksis meningeal leukemia
Dosis Dewasa Biasa untuk Mycosis Fungoides
Dosis tahap awal: 5 hingga 50 mg secara oral atau parenteral seminggu sekali; alternatifnya, 15 hingga 37,5 mg 2 kali seminggu dapat digunakan pada pasien yang memiliki respon yang buruk terhadap terapi mingguan

Komentar :
-Terapi dengan obat ini sebagai agen tunggal muncul untuk menghasilkan respons klinis pada hingga 50% pasien yang diobati.
Pengurangan atau penghentian Dosis dipandu oleh respon pasien dan pemantauan hematologi.

Gunakan: Mycosis fungoides (limfoma sel T kutaneus)
Dosis Dewasa Biasa untuk Osteosarcoma
Dosis Awal: 12 g / m2 IV sebagai infus 4 jam (dalam kombinasi dengan agen kemoterapi lainnya); jika dosis ini tidak cukup untuk mencapai konsentrasi serum puncak 1000 mikromolar pada akhir infus, dosis dapat ditingkatkan hingga 15 g / m2

Perawatan dapat terjadi pada 4, 5, 6, 7, 11, 12, 15, 16, 29, 30, 44, dan 45 minggu setelah operasi.

Komentar :
-Jika pasien muntah atau tidak dapat mentoleransi obat oral, leucovorin yang diberikan IV atau IM harus ditambahkan ke rejimen ini dengan dosis dan jadwal yang sama dengan methotrexate.
Pelabelan produk -Consult atau protokol lokal untuk dosis obat bersamaan dalam rejimen kemoterapi.

Gunakan: Osteosarcoma
Dosis Dewasa Biasa untuk Psoriasis
Dosis Tunggal: 10 hingga 25 mg / minggu secara oral, IM, IV, atau secara subkutan sampai respon memadai tercapai
Dosis Terbagi: 2,5 mg per oral setiap 12 jam untuk 3 dosis seminggu sekali
Dosis maksimum: 30 mg / minggu

Komentar :
-Setiap tanggapan klinis yang optimal telah tercapai, setiap jadwal dosis harus dikurangi hingga jumlah obat yang paling rendah dan untuk periode istirahat yang paling lama.
-Penggunaan MTX dapat memungkinkan kembalinya terapi topikal konvensional, yang harus didorong.

Penggunaan: Untuk kontrol simptomatik psoriasis yang parah, membandel, dan melumpuhkan yang tidak cukup responsif terhadap bentuk terapi lain, tetapi hanya ketika diagnosis telah ditetapkan, seperti dengan biopsi dan / atau setelah konsultasi dermatologic. Penting untuk memastikan bahwa "flare" psoriasis bukan karena penyakit penyerta yang tidak terdiagnosis yang memengaruhi respons imun.
Dosis Dewasa Biasa untuk Rheumatoid Arthritis
Dosis tunggal: 7,5 mg per oral atau subkutan seminggu sekali
Dosis terbagi: 2,5 mg per oral setiap 12 jam untuk 3 dosis seminggu sekali
Dosis maksimum mingguan: 20 mg
Durasi terapi: Tidak diketahui

Komentar :
-Pengiriman dapat disesuaikan secara bertahap untuk mencapai respons optimal.
Pengalaman -Limited menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kejadian dan tingkat keparahan reaksi toksik yang serius, terutama supresi sumsum tulang, pada dosis yang lebih besar dari 20 mg per minggu.
Respon terapi biasanya dimulai dalam 3 sampai 6 minggu dan pasien dapat terus membaik selama 12 minggu atau lebih.

Penggunaan: Untuk rheumatoid arthritis berat yang aktif pada pasien yang memiliki respon terapeutik yang tidak memadai, atau tidak toleran terhadap, uji coba yang cukup untuk terapi lini pertama termasuk agen antiinflamasi dosis nonsteroid penuh (NSAID)
Dosis Anak Biasa untuk Leukemia Limfoblastik Akut
Catatan: Berbagai kombinasi rejimen kemoterapi telah digunakan untuk terapi induksi dan pemeliharaan pada leukemia limfoblastik akut. Dokter harus terbiasa dengan kemajuan baru dalam terapi anti-leukemia.

-Induksi: 3,3 mg / m2 / hari secara oral atau parenteral (dalam kombinasi dengan prednisone 60 mg / m2) setiap hari selama 4 sampai 6 minggu
Induksi -Lain: 20 mg / m2 secara oral seminggu sekali sebagai komponen kombinasi multi-agen
- Dosis perawatan selama remisi: 30 mg / m2 secara oral atau IM 2 kali seminggu
-Alasan perawatan yang tidak normal selama remisi: 2,5 mg / kg IV setiap 14 hari

Komentar :
-Ketika kambuh terjadi, reinduksi remisi biasanya dapat diperoleh dengan mengulangi rejimen induksi awal.
- Leukemia limfoblastik akut pada pasien anak dan remaja muda adalah yang paling responsif terhadap kemoterapi saat ini. Pada dewasa muda dan pasien yang lebih tua, remisi klinis lebih sulit diperoleh dan kambuh lebih dini lebih umum.

Gunakan: leukemia limfoblastik akut (ALL)
Dosis Anak Biasa untuk Meningeal Leukemia
-Lebih dari 1 tahun: 6 mg intratekal setiap 2 sampai 5 hari sampai jumlah sel CSF kembali normal; pada titik ini, satu dosis tambahan dianjurkan
- Satu tahun: 8 mg intratekal setiap 2 sampai 5 hari sampai jumlah sel CSF kembali normal; pada titik ini, satu dosis tambahan dianjurkan
-Dua tahun: 10 mg intratekal setiap 2 sampai 5 hari sampai jumlah sel CSF kembali normal; pada titik ini, satu dosis tambahan dianjurkan
- Tiga tahun dan lebih tua: 12 mg intratekal setiap 2 sampai 5 hari sampai jumlah sel CSF kembali normal; pada titik ini, satu dosis tambahan dianjurkan

Komentar :
-Administrasi dengan interval kurang dari 1 minggu dapat menyebabkan peningkatan toksisitas subakut.
-Formula yang diawetkan dari obat ini mengandung benzil alkohol dan tidak boleh digunakan untuk terapi intratekal atau dosis tinggi.

Gunakan: Perawatan dan profilaksis meningeal leukemia
Dosis Anak Biasa untuk Rheumatoid Arthritis Remaja
Dosis awal: 10 mg / m2 secara oral atau subkutan seminggu sekali
Dosis maksimum: 20 mg / m2 / minggu (meskipun ada pengalaman dengan dosis hingga 30 mg / m2 / minggu pada anak-anak, ada terlalu sedikit data yang dipublikasikan untuk menilai bagaimana dosis lebih dari 20 mg / m2 / minggu dapat mempengaruhi risiko serius toksisitas pada anak-anak, pengalaman menunjukkan bahwa anak-anak yang menerima 20 hingga 30 mg / m2 / minggu [0,65 hingga 1 mg / kg / minggu] mungkin memiliki daya serap yang lebih baik dan lebih sedikit efek samping GI jika obat ini diberikan baik IM atau subkutan)

Komentar :
-Pengiriman dapat disesuaikan secara bertahap untuk mencapai respons optimal.
Pengalaman -Limited menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kejadian dan tingkat keparahan reaksi toksik yang serius, terutama supresi sumsum tulang, pada dosis yang lebih besar dari 20 mg per minggu.
Respon terapi biasanya dimulai dalam 3 sampai 6 minggu dan pasien dapat terus membaik selama 12 minggu atau lebih.

Gunakan: Untuk anak-anak dengan artritis reumatoid juvenile yang aktif yang memiliki respons terapeutik yang tidak memadai terhadap, atau tidak toleran terhadap, uji coba terapi lini pertama yang memadai termasuk obat anti-inflamasi nonsteroid dosis penuh (NSAID)
Penyesuaian Dosis Renal
CrCl harus lebih besar dari 60 mL / menit sebelum memulai terapi
Penyesuaian Dosis Hati
-Pasien dengan psoriasis atau rheumatoid arthritis dengan alkoholisme, penyakit hati alkoholik atau penyakit hati kronis lainnya: Penggunaan tidak dianjurkan.
- Penyakit hati-hati (Child-Pugh C): Kontraindikasi
Penyesuaian Dosis
Administrasi obat ini harus ditunda hingga pemulihan jika:
Jumlah sel darah putih (WBC) kurang dari 1500 / microliter
-Nomor neutrofil kurang dari 200 / microliter
-Jumlah trombosit kurang dari 75.000 / microliter
- Tingkat bilirubin serum lebih besar dari 1,2 mg / dL
-Tingkat SGPT lebih besar dari 450 Unit
-Musositis hadir, sampai ada bukti penyembuhan
Efusi pleura-persisten hadir; ini harus dikeringkan sebelum infus
vinblastin
Dosis Dewasa Biasa untuk Kanker Payudara
Karena variasi kedalaman respon leukopenik setelah terapi, produsen merekomendasikan bahwa dosis tidak diberikan lebih sering daripada sekali setiap 7 hari. Produsen menguraikan pendekatan inkremental konservatif berikut untuk dosis setiap 7 hari untuk orang dewasa :
- Dosis pertama: 3,7 mg / m2 IV
-Dosis kedua: 5,5 mg / m2 IV
- Dosis ketiga: 7,4 mg / m2 IV
- Dosis keempat: 9,25 mg / m2 IV
-Dosis kelima: 11,1 mg / m2 IV
-Proses ini dapat ditindaklanjuti hingga dosis maksimum 18,5 mg / m2 IV. Dosis tidak boleh ditingkatkan setelah dosis yang mengurangi jumlah sel darah putih hingga sekitar 3000 sel / mm3. Pada beberapa orang dewasa, 3,7 mg / m2 IV dapat menghasilkan leukopenia ini; orang dewasa lainnya mungkin memerlukan lebih dari 11,1 mg / m2 IV; dan, sangat jarang, sebanyak 18,5 mg / m2 IV mungkin diperlukan.Untuk kebanyakan pasien dewasa, dosis mingguan akan menjadi 5,5-4,4 mg / m2 IV.
Dosis Dewasa Biasa untuk Sarkoma Kaposi
Karena variasi kedalaman respon leukopenik setelah terapi, produsen merekomendasikan bahwa dosis tidak diberikan lebih sering daripada sekali setiap 7 hari. Produsen menguraikan pendekatan inkremental konservatif berikut untuk dosis setiap 7 hari untuk orang dewasa :
- Dosis pertama: 3,7 mg / m2 IV
-Dosis kedua: 5,5 mg / m2 IV
- Dosis ketiga: 7,4 mg / m2 IV
- Dosis keempat: 9,25 mg / m2 IV
-Dosis kelima: 11,1 mg / m2 IV
-Proses ini dapat ditindaklanjuti hingga dosis maksimum 18,5 mg / m2 IV. Dosis tidak boleh ditingkatkan setelah dosis yang mengurangi jumlah sel darah putih hingga sekitar 3000 sel / mm3. Pada beberapa orang dewasa, 3,7 mg / m2 IV dapat menghasilkan leukopenia ini; orang dewasa lainnya mungkin memerlukan lebih dari 11,1 mg / m2 IV; dan, sangat jarang, sebanyak 18,5 mg / m2 IV mungkin diperlukan.Untuk kebanyakan pasien dewasa, dosis mingguan akan menjadi 5,5-4,4 mg / m2 IV.
Dosis Dewasa Biasa untuk Kanker Testis
Karena variasi kedalaman respon leukopenik setelah terapi, produsen merekomendasikan bahwa dosis tidak diberikan lebih sering daripada sekali setiap 7 hari. Produsen menguraikan pendekatan inkremental konservatif berikut untuk dosis setiap 7 hari untuk orang dewasa :
- Dosis pertama: 3,7 mg / m2 IV
-Dosis kedua: 5,5 mg / m2 IV
- Dosis ketiga: 7,4 mg / m2 IV
- Dosis keempat: 9,25 mg / m2 IV
-Dosis kelima: 11,1 mg / m2 IV
-Proses ini dapat ditindaklanjuti hingga dosis maksimum 18,5 mg / m2 IV. Dosis tidak boleh ditingkatkan setelah dosis yang mengurangi jumlah sel darah putih hingga sekitar 3000 sel / mm3. Pada beberapa orang dewasa, 3,7 mg / m2 IV dapat menghasilkan leukopenia ini; orang dewasa lainnya mungkin memerlukan lebih dari 11,1 mg / m2 IV; dan, sangat jarang, sebanyak 18,5 mg / m2 IV mungkin diperlukan.Untuk kebanyakan pasien dewasa, dosis mingguan akan menjadi 5,5-4,4 mg / m2 IV.
Dosis Dewasa Biasa untuk Penyakit Hodgkin
Karena variasi kedalaman respon leukopenik setelah terapi, produsen merekomendasikan bahwa dosis tidak diberikan lebih sering daripada sekali setiap 7 hari. Produsen menguraikan pendekatan inkremental konservatif berikut untuk dosis setiap 7 hari untuk orang dewasa :
- Dosis pertama: 3,7 mg / m2 IV
-Dosis kedua: 5,5 mg / m2 IV
- Dosis ketiga: 7,4 mg / m2 IV
- Dosis keempat: 9,25 mg / m2 IV
-Dosis kelima: 11,1 mg / m2 IV
-Proses ini dapat ditindaklanjuti hingga dosis maksimum 18,5 mg / m2 IV. Dosis tidak boleh ditingkatkan setelah dosis yang mengurangi jumlah sel darah putih hingga sekitar 3000 sel / mm3. Pada beberapa orang dewasa, 3,7 mg / m2 IV dapat menghasilkan leukopenia ini; orang dewasa lainnya mungkin memerlukan lebih dari 11,1 mg / m2 IV; dan, sangat jarang, sebanyak 18,5 mg / m2 IV mungkin diperlukan.Untuk kebanyakan pasien dewasa, dosis mingguan akan menjadi 5,5-4,4 mg / m2 IV.
Dosis Dewasa Biasa untuk Mycosis Fungoides
Karena variasi kedalaman respon leukopenik setelah terapi, produsen merekomendasikan bahwa dosis tidak diberikan lebih sering daripada sekali setiap 7 hari. Produsen menguraikan pendekatan inkremental konservatif berikut untuk dosis setiap 7 hari untuk orang dewasa :
- Dosis pertama: 3,7 mg / m2 IV
-Dosis kedua: 5,5 mg / m2 IV
- Dosis ketiga: 7,4 mg / m2 IV
- Dosis keempat: 9,25 mg / m2 IV
-Dosis kelima: 11,1 mg / m2 IV
-Proses ini dapat ditindaklanjuti hingga dosis maksimum 18,5 mg / m2 IV. Dosis tidak boleh ditingkatkan setelah dosis yang mengurangi jumlah sel darah putih hingga sekitar 3000 sel / mm3. Pada beberapa orang dewasa, 3,7 mg / m2 IV dapat menghasilkan leukopenia ini; orang dewasa lainnya mungkin memerlukan lebih dari 11,1 mg / m2 IV; dan, sangat jarang, sebanyak 18,5 mg / m2 IV mungkin diperlukan.Untuk kebanyakan pasien dewasa, dosis mingguan akan menjadi 5,5-4,4 mg / m2 IV.
Dosis Dewasa Biasa untuk Choriocarcinoma
Karena variasi kedalaman respon leukopenik setelah terapi, produsen merekomendasikan bahwa dosis tidak diberikan lebih sering daripada sekali setiap 7 hari. Produsen menguraikan pendekatan inkremental konservatif berikut untuk dosis setiap 7 hari untuk orang dewasa :
- Dosis pertama: 3,7 mg / m2 IV
-Dosis kedua: 5,5 mg / m2 IV
- Dosis ketiga: 7,4 mg / m2 IV-
Dosis keempat: 9,25 mg / m2 IV
-Dosis kelima: 11,1 mg / m2 IV
-Proses ini dapat ditindaklanjuti hingga dosis maksimum 18,5 mg / m2 IV. Dosis tidak boleh ditingkatkan setelah dosis yang mengurangi jumlah sel darah putih hingga sekitar 3000 sel / mm3. Pada beberapa orang dewasa, 3,7 mg / m2 IV dapat menghasilkan leukopenia ini; orang dewasa lainnya mungkin memerlukan lebih dari 11,1 mg / m2 IV; dan, sangat jarang, sebanyak 18,5 mg / m2 IV mungkin diperlukan. Untuk kebanyakan pasien dewasa, dosis mingguan akan menjadi 5,5-4,4 mg / m2 IV.
Dosis Dewasa Biasa untuk Limfoma
Karena variasi kedalaman respon leukopenik setelah terapi, produsen merekomendasikan bahwa dosis tidak diberikan lebih sering daripada sekali setiap 7 hari. Produsen menguraikan pendekatan inkremental konservatif berikut untuk dosis setiap 7 hari untuk orang dewasa :
Dosis pertama: 3,7 mg / m2 IV
-Dosis kedua: 5,5
mg / m2 IV
-Dosis ketiga : 7,4 mg / m2 IV -Dosis keempat: 9,25 mg / m2 IV
-Dosis kelima: 11,1 mg / m2 IV
-Proses ini dapat ditindaklanjuti hingga dosis maksimum 18,5 mg / m2 IV. Dosis tidak boleh ditingkatkan setelah dosis yang mengurangi jumlah sel darah putih hingga sekitar 3000 sel / mm3. Pada beberapa orang dewasa, 3,7 mg / m2 IV dapat menghasilkan leukopenia ini; orang dewasa lainnya mungkin memerlukan lebih dari 11,1 mg / m2 IV; dan, sangat jarang, sebanyak 18,5 mg / m2 IV mungkin diperlukan. Untuk kebanyakan pasien dewasa, dosis mingguan akan menjadi 5,5-4,4 mg / m2 IV.
Dosis Dewasa Biasa untuk Histiocytosis
Karena variasi kedalaman respon leukopenik setelah terapi, produsen merekomendasikan bahwa dosis tidak diberikan lebih sering daripada sekali setiap 7 hari. Produsen menguraikan pendekatan inkremental konservatif berikut untuk dosis setiap 7 hari untuk orang dewasa :
Dosis pertama: 3,7 mg / m2 IV
-Dosis kedua: 5,5
mg / m2 IV
-Dosis ketiga : 7,4 mg / m2 IV -Dosis keempat: 9,25 mg / m2 IV
-Dosis kelima: 11,1 mg / m2 IV
-Proses ini dapat ditindaklanjuti hingga dosis maksimum 18,5 mg / m2 IV. Dosis tidak boleh ditingkatkan setelah dosis yang mengurangi jumlah sel darah putih hingga sekitar 3000 sel / mm3. Pada beberapa orang dewasa, 3,7 mg / m2 IV dapat menghasilkan leukopenia ini; orang dewasa lainnya mungkin memerlukan lebih dari 11,1 mg / m2 IV; dan, sangat jarang, sebanyak 18,5 mg / m2 IV mungkin diperlukan. Untuk kebanyakan pasien dewasa, dosis mingguan akan menjadi 5,5-4,4 mg / m2 IV.
Dosis Anak Biasa untuk Kanker Testis
Dosis awal obat ini pada pasien anak bervariasi tergantung pada jadwal yang digunakan dan apakah itu diberikan sebagai agen tunggal atau dimasukkan dalam rejimen kemoterapeutik :
-Sebagai agen tunggal untuk penyakit Letterer-Siwe (histiocytosis X), dosis awal adalah 6,5%. mg / m2 IV
-Bila digunakan dalam kombinasi dengan agen kemoterapi lain untuk penyakit Hodgkin, dosis awal adalah 6 mg / m2 IV
-Untuk karsinoma sel germinal testis, dosis awal adalah 3 mg / m2 IV dalam rejimen kombinasi - Perubahan dosis
harus Dibimbing oleh toleransi hematologi.
Dosis Anak Biasa untuk Penyakit Hodgkin
Dosis awal obat ini pada pasien anak bervariasi tergantung pada jadwal yang digunakan dan apakah itu diberikan sebagai agen tunggal atau dimasukkan dalam rejimen kemoterapeutik :
-Sebagai agen tunggal untuk penyakit Letterer-Siwe (histiocytosis X), dosis awal adalah 6,5%. mg / m2 IV
-Bila digunakan dalam kombinasi dengan agen kemoterapi lain untuk penyakit Hodgkin, dosis awal adalah 6 mg / m2 IV
-Untuk karsinoma sel germinal testis, dosis awal adalah 3 mg / m2 IV dalam rejimen kombinasi - Perubahan dosis
harus Dibimbing oleh toleransi hematologi.
Dosis Anak Biasa untuk Histiocytosis
Dosis awal obat ini pada pasien anak bervariasi tergantung pada jadwal yang digunakan dan apakah itu diberikan sebagai agen tunggal atau dimasukkan dalam rejimen kemoterapeutik :
-Sebagai agen tunggal untuk penyakit Letterer-Siwe (histiocytosis X), dosis awal adalah 6,5%. mg / m2 IV
-Bila digunakan dalam kombinasi dengan agen kemoterapi lain untuk penyakit Hodgkin, dosis awal adalah 6 mg / m2 IV
-Untuk karsinoma sel germinal testis, dosis awal adalah 3 mg / m2 IV dalam rejimen kombinasi - Perubahan dosis
harus Dibimbing oleh toleransi hematologi.
Penyesuaian Dosis Hati
Produsen merekomendasikan pengurangan dosis 50% untuk pasien yang memiliki nilai serum bilirubin langsung di atas 3 mg / 100 mL.
Prednisone
Dosis Dewasa Biasa untuk Reaksi Alergi
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang tepat menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai

Dosis Dewasa Biasa untuk Ankylosing Spondylitis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai

Dosis Dewasa Biasa untuk Aspirasi Pneumonia
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai

Dosis Dewasa Biasa untuk Bursitis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai

Dosis Dewasa Biasa untuk Dermatitis Herpetiformis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang tepat menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang cukup

Dosis Dewasa Biasa untuk Hypercalcemia of Malignancy
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang tepat menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang cukup

Dosis Dewasa Biasa untuk Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Loeffler's Syndrome
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Osteoartritis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Polymyositis / Dermatomiositis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Psoriasis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Rheumatoid Arthritis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Sarcoidosis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Dermatitis Seboroik
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Systemic Lupus Erythematosus
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Kolitis Ulceratif - Aktif
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan respon pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Uveitis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan respon pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Iritis
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Neuritis Optik
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Artritis Gout
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
Dosis Dewasa Biasa untuk Anemia Hemolitik
Dosis harus individual berdasarkan penyakit dan tanggapan pasien :

Dosis awal: 5 hingga 60 mg per oral.
Dosis perawatan: Sesuaikan atau pertahankan dosis awal sampai respon yang memuaskan diperoleh; kemudian, secara bertahap dalam pengurangan kecil pada interval yang sesuai menurun ke dosis terendah yang mempertahankan respon klinis yang memadai
https://www.drugs.com/condition/mycosis-fungoides.html?category_id=442&include_rx=true&include_otc=true&show_off_label=true&only_generics=true&submitted=true
drugs A-Z
2. Aspergilosis
C. Tinjauan farmakologis
klasifikasi
1. Aspergillosis pulmonal invasif
2. Aspergillosis sinus invasif
3. Aspergillosis trakeobronkial
4. aspergillosis paru subakut invasif
5. Aspergillosis dari CNs
6. Aspergillus infeksi pada jantung (endokarditis, perikarditis, dan miokarditis)
7.Aspergillus osteomyelitis dan septic arthritis
8, Aspergillus infeksi pada mata (endophthalmitis dan keratitis)
daftar obat
1.Voriconazole
2. Itraconazole
3. voricon
https://mycology.adelaide.edu.au/docs/idsa-aspergillus.pdf
D. Penatalaksanaan penyakit
-Perawatan aspergillosis pada anak-anak menggunakan rekomendasi yang sama
terapi seperti pada pasien dewasa; Namun, dosisnya berbeda dan untuk beberapa antijamur tidak diketahui .
-Rekomendasi Perawatan untuk Aspergillus
Peritonitis
Pemberian vorikonazol
https://watermark.silverchair.com/ciw326.pdf?token=AQECAHi208BE49Ooan9kkhW_Ercy7Dm3ZL_9Cf3qfKAc485ysgAAAZswggGXBgkqhkiG9w0BBwagggGIMIIBhAIBADCCAX0GCSqGSIb3DQEHATAeBglghkgBZQMEAS4wEQQMGrXRjDSFcZGUJBmAAgEQgIIBTkWgDs7wAa4mL8Zbj_dQhQlZBn-aIrwBTpuWme3jvQI-Ce8SVfp_Lx-ODZPDqjpWSxzRvJnbxjesUsj1vxNU2s8qrMgVj64av3tUueCo8e4XrPiqLQj1faqhR9oKfSwiV88lZM3RRiaqd--Tfe3AYS9XaQs143Jm6RitVJujR4MbKnjnIlhBnIdub1PEGYNR2PTQ4awhrDXzBaEFSUYrWKjZd6yczzO6iZC8l9rDUpvbg95N8FF92Ft0SKEksoTeF91CBju2y10iYGRLViuREa5lS3u1NPY04-80Y7loa778Jhs85JpOpadbB6dJzxdcsit0IAxzPahNHO3-L_K4oP-N67LmrAZVLwpvhwG1SPpKLNv8FCY8DqKQGolG72MfQfhYrMA6MifR6rWD5R9VJM57hhAZmNYeIP_vMF5tBy1fEvXC82PVeK_jjEc_z1I
2. Aspergilosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
MASA INKUBASI
Suatu penelitian ada yang menyatakan bahwaMasuknya spora jamur aspergilluspada manusia umumnya melalui inhalasi dan masa inkubasinya tidak diketahui.
Masa inkubasi Aspergillosis sekitar 4-10 hari dan proses penyakit dapat berlangsung dua sampai beberapa minggu
https://jogjavet.wordpress.com/2007/12/21/aspergilosis-mikotoksikosis/

PATOGENESIS
Infeksi Aspergillus pada umumnya didapat dengan cara inhalasi conidia ke paru-paru walaupun cara yang lain dapat juga dijumpai seperti terpapar secara lokal akibat luka operasi, kateter intravenous dan armboard yang terkontaminasi. Invasif aspergillosis jarang dijumpai pada pasien immunokompeten.
Spesies Aspergillus pada umumya memproduksi toksin / mikotoksin yang dapat berperan pada manife stasi klinis ya itu aflatoxins, achratoxin A, fumagill in dan gliotoxins. Gliotoxins dapat menurunkan fungsi makrofag dan neutrophil

GEJALA
Aspergillosis bronkopulmoner alergi
• Terjadi pada orang dengan asma dan mereka dengan cystic fibrosis (CF)
• Dapat bermanifestasi sebagai demam dan infiltrat paru tidak responsif terhadap terapi antibakteri
• Pasien sering memiliki batuk dan menghasilkan sumbatan mukosa, yang dapat membentuk gips bronkus; mereka mungkin mengalami hemoptisis
• Pasien dengan asma dan ABPA mungkin memiliki penyakit yang tidak terkontrol dan kesulitan mengurangi kortikosteroid oral
• ABPA dapat terjadi bersamaan dengan sinusitis jamur alergika, dengan gejala termasuk sinusitis kronis dengan drainase sinus purulen
• Desah dapat dicatat pada auskultasi dada; pasien dapat menghasilkan sumbatan mukosa saat batuk
Aspergilloma
• Dapat bermanifestasi sebagai kelainan radiografi asimptomatik pada pasien dengan penyakit paru-paru kavitasi yang sudah ada sebelumnya karena sarkoidosis, tuberkulosis, atau proses paru necrotizing lainnya
• Dapat terjadi di daerah kistik akibat pneumonia Pneumocystis jiroveci sebelumnya pada pasien dengan infeksi HIV
• Menyebabkan hemoptisis, yang mungkin besar dan mengancam kehidupan, pada 40-60% pasien
• Kurang umum, dapat menyebabkan batuk dan demam

Aspergillosis paru nekrosis kronik
• Terjadi pada pasien dengan penyakit yang mendasarinya (misalnya, penyakit paru obstruktif kronik tergantung dependen [PPOK], alkoholisme)
• Manifes sebagai pneumonia subakut yang tidak responsif terhadap terapi antibiotik, yang berkembang dan berevolusi selama beberapa minggu atau bulan
• Gejala mungkin termasuk demam, batuk, keringat malam, dan penurunan berat badan
medscape
https://jogjavet.wordpress.com/2007/12/21/aspergilosis-mikotoksikosis/
dr ramona,skripsi 2008
D. Penatalaksanaan penyakit
PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Lebih dari 40 tahun amfoterisin B deoxycholate telah digunakan sebagai standart pengobatan invasif aspergillosis. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa pemberian amfoterisin B deoxycholate dosis ti
nggi, secara signifikan menunjukkan toksisitas terhadap ginjal dan keberhasilan pengobatan pada
penderita dengan resiko tinggi sangat terbatas. Dosis amfoterisin B deoxycholate yaitu 1-1,5 mg/kg/hari diberikan secaraintravenous. Tingkat respon pengobatan invasif aspergillosis menggunakan amfoterisin B deoxycholate ± 37% (rata-rata : 14%-83%).
Pada penelitian selanjutnya ditemukan obat antijamur baru yang efektif untuk pengobatan invasif aspergillosis yaitu :
1. Amfoterisin B dengan formula dasar lemak : dapat diberikan dengan dosis lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dengan efek samping toksisitas terhadap ginjal lebih sedikit. Amfoterisin B dengan formula
dasar lemak terdiri dari :
a. Liposomal amfoterisin (IV) : Dosis 3-5 mg/kg/hari.
b. Amfoterisin B lipid kompleks (IV) : Dosis 5 mg/kg/hari.
c. Amfoterisin B koloidal dispersi (IV) : Dosis 3-6 mg/kg/hari.
2. Itrakonazol :
▪Oral : Dosis 3x200 mg/hari selama 4 hari dan selanjutnya 2x200 mg/hari. Tingkat respon pengobatan ± 39%.
3. Vorikonazol (antifungal golongan triazol yang baru) :
▪Intravenous : Dosis yang dianjurkan dengan fungsi hati yang normal adalah 6 mg/kg setiap 12 jam sebanyak 2 dosis kemudian dilanjutkan 4 mg/kg setiap 12 jam.
▪Oral : Dosis yang dianjurkan 400 mg setiap 12 jam sebanyak 2 dosis
kemudian selanjutnya 200 mg setiap 12 jam. Untuk penderita dengan BB < 40 kg maka dosis oral yang diberikan adalah setengah dari dosis yang biasa. Darihasil penelitian diketahui angka perbandingan keberhasilan pengobatan penderita menggunakan vorikonazol dan amfoterisin B deoxycholate adalah 52% : 31%.
4. Caspofungin (merupakan obat antijamur yang baru golongan
echinocandins). Dosis intravenous yang dianjurkan adalah 70 mg loading dose pada hari pertama dan selanjutnya 50 mg/ hari. Hasil percobaan menunjukkan respon klinis ± 41%. Dari obat-obat diatas vorikonazol merupakan anti jamur pilihan utama untuk pengobatan invasif aspergillosis.
2. Surgical debridement
Efektifitas dari surgical debridement untuk pengobatan primary cutaneous aspergillosis telah dila
porkan pada beberapa kasus.

dr ramona, aspergilosis,skripsi 2008
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
A. TINJAUAN UMUM PENYAKIT

• Definisi penyakit dan informasi umum
Kandidiasis atau kandidosis adalah infeksi yang disebabkan oleh spesies candida biasaya candida albicans biasanya oleh Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis
Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C. pseudotropicalis, C. lusitaneae.
Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian besar dari spesies candida tersebut patogen oportunistik pada manusia, walaupun mayoritas dari spesies tersebut tidak menginfeksi manusia.C. albicans adalah jamur dimorfik yang memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida, sehingga merupakan penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.

• EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insiden diduga lebih tinggidi negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air.
Scully C. 2010. Medical Problem in dentistry 6^th. China: Elsevier.Churchill livingstone, 2010: 492-493
Siregar, R.S. Atlas Berwana Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2004. Pp: 279-280.
Wolf K, Richard AJ, Dick S. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Ed 5th. New york. McGraw Hill Company. 2007.
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B. PATOGENESIS DAN GEJALA PENYAKIT

a) Patofisiologi

Spesies Candida adalah jamur ragi yang dapat membentuk hifa dan pseudohifha sejati. Untuk sebagian besar, spesies Candida terbatas pada waduk manusia dan hewan; Namun, mereka sering pulih dari lingkungan rumah sakit, termasuk makanan, meja, ventilasi AC, lantai, respirator, dan tenaga medis. Mereka juga komensal normal dari kulit yang sakit dan membran mukosa saluran gastrointestinal, genitourinari, dan pernapasan.
Spesies Candida juga mengandung seperangkat faktor virulensi yang dikenali namun tidak dicirikan dengan baik yang dapat berkontribusi pada kemampuan mereka untuk menyebabkan infeksi. Faktor virulensi utama termasuk yang berikut:
• Molekul permukaan yang memungkinkan kepatuhan organisme terhadap struktur lain (misalnya, sel manusia, matriks ekstraseluler, perangkat prostetik)
• Protease asam dan fosfolipase yang melibatkan penetrasi dan kerusakan amplop sel
• Kemampuan untuk mengkonversi ke bentuk hifa (peralihan fenotipik)
Seperti kebanyakan infeksi jamur, defek inang juga memainkan peran penting dalam perkembangan infeksi candida. Tuan rumah mekanisme pertahanan terhadap infeksi Candida dan cacat yang terkait yang memungkinkan infeksi adalah sebagai berikut:
• Hambatan mukokutan utuh - Luka, kateter intravena, luka bakar, ulserasi
• Sel fagosit -Granulocytopenia
• Leukosit polimorfonuklear - Penyakit granulomatosa kronis
• Sel monosit - Defisiensi mieloperoksidase
• Komplemen -Hypocomplementemia
• Immunoglobulin -Hypogammaglobulinemia
• Imunitas yang dimediasi sel - Kandidiasis mukokutan kronis, diabetes mellitus, siklosporin A, kortikosteroid, infeksi HIV
• Flora bakteri pelindung mukokutan - Antibiotik spektrum luas
Faktor risiko yang terkait dengan kandidiasis invasif atau sistemik termasuk yang berikut:
• Granulocytopenia
• Transplantasi sumsum tulang

• Transplantasi organ padat (hati, ginjal)
• Hiperalimentasi parenteral
• Keganasan hematologi
• Kateter Foley
• Neoplasma padat
• Kemoterapi atau terapi radiasi terbaru
• Kortikosteroid
• Antibiotik spektrum luas
• Luka bakar
• Rawat inap jangka panjang
• Trauma berat
• Infeksi bakteri baru-baru ini
• Operasi baru-baru ini
• Pembedahan saluran cerna
• Perangkat akses intravaskular sentral
• Lahir prematur
• Hemodialisis
• Gagal ginjal akut dan kronis
• Ventilasi mekanis selama lebih dari 3 hari
Langkah pertama dalam pengembangan infeksi kandida adalah kolonisasi permukaan mukokutan. Semua faktor yang diuraikan di atas terkait dengan peningkatan tingkat kolonisasi. Rute invasi kandida meliputi gangguan permukaan terjajah (kulit atau mukosa), memungkinkan akses organisme ke aliran darah, dan persarafan melalui dinding gastrointestinal, yang mungkin terjadi setelah kolonisasi besar dengan sejumlah besar organisme yang langsung masuk ke aliran darah.
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.Faktor penentu patogenitas kandida adalah :
o Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat menyebabkan proses pathogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang paling tinggi patogenitasnya.
o Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
o Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam patogenitas kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi.

b) Gejala
• Kandidiasis mukokutan kronis
Temuan mengungkapkan lesi merusak wajah, kulit kepala, tangan, dan kuku. Kandidiasis mukokutan kronis kadang-kadang berhubungan dengan sariawan mulut dan vitiligo.
• Kandidiasis orofaringeal
Individu dengan kandidiasis orofaringeal (OPC) biasanya memiliki riwayat infeksi HIV, memakai gigi palsu, memiliki diabetes mellitus, atau telah terpapar antibiotik spektrum luas atau steroid inhalasi. Meskipun pasien sering asimptomatik, ketika gejala memang terjadi, mereka dapat mencakup hal-hal berikut:
o Sakit dan mulut sakit
o Mulut terbakar atau lidah
o Disfagia
o Tebal, keputihan pada mukosa mulut
Anonim. Candidiasis. Available from : http//www.dermis.com. (2018)
Jose A hidalgo. Medscape : https://emedicine.medscape.com/article/213853-overview#a6. Desember 1 2017
Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah. Mekanisme Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media Dermato-venereologica Indonesiana, Jakarta, 2000 ; 187-92
1. Kandidiasis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
PATOGENESIS
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenesis dan proses infeksi adalah adhesi, perubahan dari bentuk khamir ke bentuk filamen dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi melibatkan interaksi antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses melekatnya sel Candida albicans ke sel inang. Perubahan bentuk dari khamir ke filamen diketahui berhubungan dengan patogenesis dan prose penyerangan candida terhadap sel inang yang diikuti pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara Candida spp untuk mempertahankan diri dari obat-obat antifungi. Produksi enzim hidrolitik ekstrakseluler seperti asparty proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenesis Candida albicans.

GEJALA
kandidiasis vagina meliputi:
• Vagina gatal atau nyeri
• Nyeri saat berhubungan seksual
• Nyeri atau ketidaknyamanan saat buang air kecil
• Keputihan yang tidak normal
kandidiasis invasif : demam dan menggigil yang tidak membaik setelah pengobatan antibiotik untuk infeksi bakteri yang dicurigai. Gejala lain dapat berkembang jika infeksi menyebar ke bagian lain dari tubuh, seperti jantung, otak, mata, tulang, atau sendi.
http://wiki.isikhnas.com/images/b/b5/CANDIDIASIS.pdf
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/index.html
A. Tinjauan umum penyakit
DEFINISI
Candidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh ragi yang termasuk genus Candida. Ada lebih dari 20 spesies ragi Candida yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, yang paling umum adalah Candida albicans. Candida ragi biasanya berada di saluran usus dan dapat ditemukan pada membran mukosa dan kulit tanpa menyebabkan infeksi; Namun, pertumbuhan berlebih organisme ini dapat menyebabkan gejala berkembang. Gejala kandidiasis bervariasi tergantung pada area tubuh yang terinfeksi.

Kandidiasis yang berkembang di mulut atau tenggorokan disebut “sariawan” atau kandidiasis orofaringeal. Kandidiasis di vagina sering disebut sebagai "ragi infeksi." Kandidiasis invasif terjadi ketika spesies Candida memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Klik tautan di bawah ini untuk informasi lebih lanjut tentang berbagai jenis infeksi Candida.

EPIDIMIOLOGI
Secara epidemiologi menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2001 frekuensi KO antara 5,8% sampai 98,3%.Kejadian KO dihubungkan dengan faktor-faktor predisposisi seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, penggunaan antibiotik oral, dan pengobatan antirertoviral. Menurut penelitian Shiboski dan kawan-kawan, kejadian KO meningkat pada usia lebih dari 35 tahun. Faktor predisposisi untuk timbulnya KO pada pasien dengan HIV&AIDS disebabkan terutama oleh faktor jumlah sel CD4 yang menurun.
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/index.html
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgi/article/download/11320/17884
2. Aspergilosis
A. Tinjauan umum penyakit
A. TINJAUAN UMUM PENYAKIT
- Defenisi Aspergillosis
Aspergillosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Aspergillus, sejenis jamur) yang hidup di dalam ruangan dan di luar ruangan. Kebanyakan orang menghirup spora Aspergillus setiap hari tanpa sakit. Namun, orang dengan sistem kekebalan yang lemah atau penyakit paru-paru berada pada risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan masalah kesehatan karena Aspergillus.
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/definition.html
Beberapa Jenis Aspergillosis diantaranya yaitu :
1. Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)
 Aspergillus menyebabkan peradangan pada paru-paru dan gejala alergi seperti batuk dan mengi, tetapi tidak menyebabkan infeksi.
2. Allergic Aspergillus sinusitis
 Aspergillus menyebabkan peradangan pada sinus dan gejala infeksi sinus (drainase, hidung tersumbat, sakit kepala) tetapi tidak menyebabkan infeksi.
3. Aspergilloma
 juga disebut "bola jamur." Seperti namanya, itu adalah bola Aspergillus yang tumbuh di paru-paru atau sinus, tetapi biasanya tidak menyebar ke bagian lain dari tubuh.
4. Chronic pulmonary aspergillosis
 Kondisi jangka panjang (3 bulan atau lebih) di mana Aspergillus dapat menyebabkan gigi berlubang di paru-paru. Satu atau lebih bola jamur (aspergillomas) juga dapat hadir di paru-paru
5. Invasive aspergillosis
 Infeksi serius yang biasanya mempengaruhi orang yang memiliki sistem kekebalan yang lemah, seperti orang yang telah melakukan transplantasi organ atau transplantasi stem cell. Aspergillosis invasif paling sering mempengaruhi paru-paru, tetapi juga bisa menyebar ke bagian lain dari tubuh.
6. Cutaneous (skin) aspergillosis
 Aspergillus memasuki tubuh melalui kulit (misalnya, setelah operasi atau luka bakar) dan menyebabkan infeksi, biasanya pada orang yang memiliki sistem kekebalan yang lemah. Aspergillosis kutaneous juga dapat terjadi jika aspergillosis invasif menyebar ke kulit dari tempat lain di tubuh, seperti paru-paru
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/definition.html
Berbagai jenis aspergillosis dapat menyebabkan gejala yang berbeda
Gejala-gejala allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) mirip dengan gejala asma, termasuk:
a. Mengi
b. Sesak napas
c. Batuk
d. Demam (dalam kasus yang jarang terjadi)
Gejala alergi Aspergillus sinusitis termasuk:
a. Kesesakan/kekuan
b. Hidung berair
c. Sakit kepala
d. Mengurangi kemampuan untuk mencium
Gejala aspergilloma ("fungus ball") termasuk:
a. Batuk
b. Batuk berdarah
c. Sesak napas
Gejala aspergillosis paru kronis meliput :
a. Berat badan turun
b. Batuk
c. Batuk darah
d. Kelelahan
e. Sesak napas
Aspergillosis invasif biasanya terjadi pada orang yang sudah menderita penyakit lain sebelumnya, sehingga sulit untuk mengetahui gejala mana yang terkait dengan infeksi Aspergillus. Namun, gejala aspergillosis invasif di paru-paru meliputi:
a. Demam
b. Sakit dada
c. Batuk
d. Batuk darah
e. Sesak napas
Gejala lain dapat berkembang jika infeksi menyebar dari paru-paru ke bagian lain dari tubuh.
- Epidemiologi
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/symptoms.html
Medscape
C. Tinjauan farmakologis
B. TINJAUAN FARMAKOLOGIS
1.1 Klasifikasi Obat
Obat yang digunakan untuk pengobatan aspergillosis adalah kelas antijamur. Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengobati aspergillosis diantaranya : amphotericin B, Voriconazole, Itraconazole. Amfoterisin B (AmB) deoxycholate dan turunan lipidnya adalah pilihan yang tepat untuk terapi awal dan penyelamatan infeksi Aspergillus ketika vorikonazol tidak dapat diberikan.

a. Amphotericin B
Mekanisme kerja : Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur sehingga membran sel bocor dan kehilangan beberapa bahan intrasel dan menyebabkan kerusakan yang tetap pada sel.
Efek utama : aspergillosis , kandidiasis dan infeksi jamur lainnya
Efek samping : anorexia, demam, sakit kepala, hipokalemia, hipotensi, malaise, diare, hipomagnesemia, mual
b. Voriconazole
Mekanisme kerja : menghambat P-450 dan sterol C-14 alfa demetilasi pada virus sehingga sintesis ergosterol menurun dan menghambat perubahan sel membrane
Efek utama : aspergillosis, candidemia, esophageal candidiasis, dan infeksi jamur lainnnya
Efek samping : hipertensi, vasodilasi, edema, sakit kepala, hipotensi, peripheral edema, hipokalemia, sakit dada, mual , muntah dll
c. Itraconcazole
Mekanisme kerja : itraconazole akan mengganggu kerja enzim dalam sel jamur dan mencegah pembentukan ergosterol.
Efek utama : mengobati blastomycosis, aspergillosis, histoplasmosis, oral candidiasi, otomikosis dll
Efek samping : ruam edema, demam, hipertensi, sakit kepala, pruritus, albuminuria, anorexia dll
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/symptoms.html
medscape
1. Kandidiasis
C. Tinjauan farmakologis
Obat Antijamur
Menurut Kuswadji tahun 1999 (dalam Chunik, 2017) antibiotik yang biasa digunakan untuk pengobatan terhadap jamur yaitu:
1. Azol
Merupakan golongan obat antimikotik yang terdiri atas imidazol (misalnya ketokonazol) dan triazol (flukonazol, varikonazol, dan itrakonazol). Mekanisme kerja azol yaitu mengganggu sintesis ergosterol. Obat tersebut menghambat sitokrom P-450 dependen 14á-demetilasi lanosterol, yang merupakan precursor ergosterol pada fungi dan kolesterol pada sel mamalia. Namun, sitokrom P450 fungi kira – kira 100 – 1000 kali lebih sensitive terhadap azol dari pada dalam sistem mamalia.
a. ketokonazol
Obat ini mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida, Coccidioidesimmitis, Cryptococcus neoformans, H.capsulatum, B. sermatis, Sporothrix spp, dan Paracoccidioides brasiliensis. Ketokonazol tersedia dalam bentuk table 200 mg, gel atau krim 2% dan salep solution 20 mg/ml. ketokonazol baik diberikan secara oral atau tropikal. Pada pemberian oral, obat ini diserap baik pada saluran cerna (75%), dan absorbs meningkat pada pH asam. Bahaya utama dari ketokonazol yaitu dapat menyebabkan toksisitas hati. Efek samping pada pemberian oral biasanya mual dan muntah, sedangkan pada pemberian tropikal biasanya berupa iritasi, pruritus dan rasa terbakar. Ketokonazol jangan dikombinasikan dengan amfoterisin B karena ketokonazol menganggu sintesis ergosterol.Obat ini harus dihindari pada wanita yang sedang hamil.
b. Mikonazol
Spektrum aktivitas antijamurnya hampir sama dengan ketokonazol, termasuk dermatofit. Mikonazol biasanya diberikan secara oral atau tropical. Obat ini diindikasikan secara tropikal untuk dermatofitosis dan kandidiasis. Mikonazol terdapat dalam sediaan krim 2%.
c. Klotrimazol, ekonazol dan tiokonazol
Klotrimazol, ekonazol dan tiokonazol adalah obat antijamur yang digunakan untuk penggunaan tropikal. Obat-obat ini diindikasikan untuk dermatofitosis dan kandidiasis. Klotrimazol terdapat dalam bentuk sediaan krim atau salep solution 1% dan tablet vagina 100 dan 500 mg. tiokonazol terdapat dalam sediaan krim 1%.
d. Itrakonazol
Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol, plus Aspergillus. Itrakonazol diberikan peroral, setelah diaborsikan akan mengalami metabolism hati yang ekstensif. Obat ini diindikasikan untuk tinea, infeksi Candida mukotan dan infeksi sistemik.Itrakonazol tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg.
e. Flukonazol
Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol. Flukonazol dapat diberikan secara per oral atau infus. Flukonazol larut dalam air dan cepat diabsorbsi sesudah pemberian oral, dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat pada protein. Obat ini mencapai konsentrasi tinggi dalam LCS, paru dan humor aquosus, dan menjadi obat pilihan pertama untuk menginitis karena jamur. Konsentrasi fungsidanya juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku. Obat ini diindikasikan untuk infeksi sistemik dan kandidasis mukotan. Flukonazol tersedia dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg dan infus 2 mg/ml.
f. Nistatin
Nistatin adalah antibiotik makrolida polyene dari Streptomyces noursei. Struktur nistatin mirip dengan struktur amfotersin B. Nistatin tidak diserap oleh membran mukosa atau dari kulit. Obat ini terlalu toksik untuk pemberian parenteral, bila diperkirakan per oral absorbsinya sedikit sekali dan kemudian diekskresi melalui fases. Spectrum antijamurnya sebenarnya juga mencakup jamur-jamur sistemik, namun karena toksisitasnya, nistatin hanya digunakan untuk terapi infeksi Candida pada kulit, membrane mukosa dan saluran cerna. Nistatin efektif untuk kandidiasis oral, kandidiasis vagina dan esofaginitis karena Candida. Nistatin terdapat dalam sediaan obat tetes atau suspensi, tablet oral, tablet vagina dan suppositoria.
2. Griseofulvin
Griseofulvin adalah antibiotika yang diberikan secara oral yang berasal dari spesies penicillium. Griseofulvin kurang baik diabsorbsi dan terkonsentrasi dalam seratum korneum, dimana dia menghambat pertumbuhan hifa. Dalam jamur, griseofulvin berinteraksi dengan mikrotubulus dan mematahkan gelondong mikotik, menyebabkan penghambatan pertumbuhan. Hanya hifa yang bertumbuh dengan aktif yang terpengaruh.
3. Terbinafin
Terbinafin adalah suatu obat allylamin; ia memblokir sintesis ergosterol melalui penghambatan epoxide squalen. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat squalene ekposidase, enzim yang diperlukan untuk mengkonversi squalen menjadi squalen epoksid. Terbinafin diberikan per oral, dan diabsorbsi baik dari saluran cerna, dengan kadar puncak dalam plasma tercapai dalam 2 jam. Terbinafin sangat aktif terhadap dermatofit, dengan aktivitas lebih baik dari pada itrakonazol. Obat ini diindikasikan pada jamur dan kuku. Tersedia dalam bentuk krim 1% dan tablet 250 mg.
Chunik Sa’adati, Sri Sinto Dewi, Arya Iswara, 2017. POLA SENSITIFITAS JAMUR Candida albicans TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PSK DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG. Universitas Negeri Semarang: Semerang
D. Penatalaksanaan penyakit
Tujuan terapi
Menurut Kuswadji, 1999 (dalam Maria, 2009) tujuan terapi pengobatan kandidiasis ialah Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi. Lesi-lesi lokal paling baik diobati dengan menghilangkan penyebabnya, yaitu menghindari basah, mempertahankan daerah-daerah tersebut tetap sejuk, berbedak dan kering dan penghentian pemakaian antibiotika.

Rejimen pengobatan
1. Topikal (menurut Kuswadji dalam Maria, 2009)
Larutan ungu gentian ½-1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari
2. Sistemik
Ketokonazol bersifat fungistatik Ketokonazol menimbulkan respons terapeutik yang jelas pada beberapa penderita infeksi Candida sistemik, terutama pada kandidiasis mukokutan. Terapi ketokonazol adalah obat pilihan untuk pengendalian jangka panjang untuk kandidiasis mukokutan kronik. (Brooks dalam Maria, 2009)
Anti jamur grup azol menghambat pembentukan ergosterol dengan mem blok aksi 14-alpha-demethylase. Dapat diberikan dengan dosis 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar. (Kuswadji dalam Maria, 2009)
Kandidosis vaginalis dapat diberikan klotrimazol 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2x200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2x200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal. Pada vulvovaginitis Candida, terapi perawatan dengan ketokenazol mungkin diperlukan.(Kuswadji dalam Maria, 2009)

Dosis untuk anak
Amfoterisin
Bayi dan Anak-anak, 100 mg 4 kali sehari. Injeksi intravena: infeksi jamur sistemik, dosis percobaan 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250 mcg/kg bb/hari, pelan-pelan dinaikkan sampai 1 mg/kg bb/hari; maksimum 1,5 mg/kg bb/hari atau selang sehari.

Catatan:
Biasanya diperlukan terapi jangka panjang. Jika terputus lebih dari 7 hari, ulangi lagi dengan dosis 250 mcg/kg bb/hari dan dinaikkan pelan-pelan. Mikosis sistemik berat dan atau deep mycosis: terapi dapat dimulai dengan dosis harian 1,0 mg/kg bb berat badan. Dosis dapat ditingkatkan jika dibutuhkan menjadi dosis yang direkomendasikan yaitu 3,0 - 4,0 mg/kg bb. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien.
ITRAKONAZOL
ANAK dan LANSIA, tidak dianjurkan.
Ketokonazol
ANAK, 3 mg/kg bb/hari dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Kandidiasis vaginal resisten yang kronis, 400 mg/hari bersama makanan selama 5 hari.
Mikafungin natrium
ANAK-ANAK (kurang dari 16 tahun) (bobot badan lebih dari 40 kg) 100 mg per hari, maksimal 200 mg per hari; (bobot badan kurang dan sama dengan 40 kg) 2 mg per kg per hari, maksimal 4 mg per kg per hari. Lama pengobatan minimal 14 hari.
Nistatin
ANAK 100.000 UI 4 kali/hari. Profilaksis, 1 juta unit/ hari. Neonatal, 100.000 UI/hari sebagai dosis tunggal. Untuk penggunaan sebagai obat kumur dalam kasus kandidiasis mulut.
Maria, MS, 2009. Candida albicans. Fakultas Kedokteran USU: Medan
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
2. Aspergilosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B. Patogenesis dan gejala penyakit
2.1. Patogenesis dan masa inkubasi
Mayoritas spesies Aspergillus menunjukkan pertumbuhan in vitro cepat ketika tenaga kerja yang tepat ketentuan diterapkan. Misalnya, budaya 7 hari pada agar menunjukkan koloni A. fumigatus, A. flavus, A. niger, A. terreus e A. nidulansdengan 45–60 mm, 55–65 mm, 40–62 mm, 30–48 mm dan 38–43 mm, masing-masing. Kemampuan Aspergillus untuk tumbuh di jaringan inang merupakan langkah penting dalam pathogenesis.

2.2. Gejala dan organ terdampak
2.1.1. Dampak Penyakit
Aspergillus terutama mempengaruhi paru-paru, menyebabkan empat sindrom utama berikut:
• Alergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)
• Necrotizing Aspergillus pneumonia kronis (juga disebut necrotizing pulmonary aspergillosis kronis [CNPA])
• Aspergilloma
• Aspergillosis invasif
Namun, pada pasien yang sangat immuno, Aspergillus dapat menyebar secara hematogen di luar paru-paru.
2.1.2. Gejala
Gejala-gejala aspergillosis bronkopulmonal alergika (ABPA) mirip dengan gejala asma, termasuk:
• Desah
• Sesak napas
• Batuk
• Demam (dalam kasus yang jarang terjadi)
Gejala alergi Aspergillus sinusitis meliputi:
• Kesesakan
• Hidung berair
• Sakit kepala
• Mengurangi kemampuan untuk mencium
Gejala aspergilloma ("fungus ball") meliputi:
• Batuk
• Batuk darah
• Sesak napas

Gejala aspergillosis paru kronik meliputi:
• Berat badan turun
• Batuk
• Batuk darah
• Kelelahan
• Sesak napas
Aspergillosis invasif biasanya terjadi pada orang yang sudah sakit dari kondisi medis lainnya, sehingga sulit untuk mengetahui gejala mana yang terkait dengan infeksi Aspergillus. Namun, gejala aspergillosis invasif di paru-paru meliputi:
• Demam
• Sakit dada
• Batuk
• Batuk darah
• Sesak napas
Gejala lain dapat berkembang jika infeksi menyebar dari paru-paru ke bagian lain dari tubuh.
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/definition.html
Pasqualotto, Alessandro C. 2010. Aspergillosis: From Diagnosis to Prevention. London : Springer Science+Business Media
A. Tinjauan umum penyakit
A. Tinjauan Umum Penyakit
1.1 Defenisi dan Penyebab Penyakit
Aspergillosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Aspergillus, jamur umum (sejenis jamur) yang hidup di dalam ruangan dan di luar ruangan. Umumnya jamur yang ditemukan di berbagai bahan organik. Meskipun lebih dari 100 spesies telah diidentifikasi, sebagian besar penyakit manusia disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger dan, lebih jarang, oleh Aspergillus flavus dan Aspergillus clavatus. Transmisi spora jamur ke host manusia adalah melalui inhalasi.
Kebanyakan orang bernapas dengan spora Aspergillus setiap hari tanpa sakit. Namun, orang dengan sistem kekebalan yang lemah atau penyakit paru-paru berada pada risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan masalah kesehatan karena Aspergillus. Ada berbagai jenis aspergillosis. Beberapa tipe ringan, tetapi beberapa di antaranya sangat serius.

1.2 Epidemiologi
Meskipun alergi terhadap Aspergillus, sebagaimana yang telah dilakukan reaksi tes kulit positif terhadap antigen Aspergillus, terdapat pada sekitar 25% penderita asma dan 50% pasien dengan CF, ABPA jauh lebih jarang. Dari survei dan registrasi ABPA, 0,25-0,8% penderita asma dan sekitar 7% pasien dengan CF diperkirakan memiliki ABPA. Insiden ABPA pada orang dengan asma yang tergantung steroid atau terkait bronkiektasis sentral lebih tinggi, diperkirakan 7-10%.
CNPA (Chronic necrotizing pulmonary aspergillosis) langka. Sering tidak terdeteksi dalam hidup dan ditemukan pada otopsi, frekuensi nekrosis kronis Aspergillus pneumonia mungkin diremehkan. Frekuensi aspergillosis invasif mencerminkan keadaan penyakit dan perawatan yang menghasilkan neutropenia dan imunosupresi yang berkepanjangan. Aspergillosis invasif diperkirakan terjadi pada 5-13% penerima transplantasi sumsum tulang, 5-25% pasien yang telah menerima transplantasi jantung atau paru-paru, dan 10-20% pasien yang menerima kemoterapi intensif untuk leukemia. Meskipun telah dijelaskan pada individu yang imunokompeten, aspergillosis invasif sangat jarang pada populasi ini.
https://emedicine.medscape.com/article/296052-overview#a2
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/aspergillosis/definition.html
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
A. TINJAUAN UMUM PENYAKIT
1. DEFENISI KANDIDIASIS
Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh ragi yang termasuk genus Candida. Ada lebih dari 20 spesies ragi Candida yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, yang paling umum adalah Candida albicans. Candida biasanya berada di saluran usus dan dapat ditemukan pada membran mukosa dan kulit tanpa menyebabkan infeksi; Namun, pertumbuhan berlebih organisme ini dapat menyebabkan gejala berkembang. Gejala kandidiasis bervariasi tergantung pada area tubuh yang terinfeksi.
Kandidiasis yang berkembang di mulut atau tenggorokan disebut “sariawan” atau kandidiasis orofaringeal. Kandidiasis di vagina sering disebut sebagai "ragi infeksi." Kandidiasis invasif terjadi ketika spesies Candida memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

2. EPIDEMIOLOGI
Kandidiasis biasanya terjadi pada pasien yang memiliki factor resiko, seperti pasien dengan imunokompromais. Secara global, frekuensi dari infeksi ini meningkat. Kejadian kandidiasis dilaporkan memiliki proporsi yang sama antara laki-laki maupun perempuan. Kandidiasis secara predominan terjadi pada usia pertengahan atau lanjut usia. Kandidiasis dapat menyerang segala umur. Insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Terjadi lebih banyak pada daerah tropis dengan kelembapan udara yang tinggi. Kandidiasis seringkali lebih banyak pada musim hujan, sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air. Terutama menyerang pekerja
kebun, tukang cuci, petani. Riwayat diabetes melitus, salah satu faktor yang mempermudah berkembangnya Candida albicans
Secara epidemiologi menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2001 frekuensi KO antara 5,8% sampai 98,3%.1,7 Kejadian KO dihubungkan dengan faktor-faktor predisposisi seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, penggunaan antibiotik oral, dan pengobatan antirertoviral. Menurut penelitian Shiboski dan kawan-kawan, kejadian KO meningkat pada usia lebih dari 35 tahun. Faktor predisposisi untuk timbulnya KO pada pasien dengan
HIV&AIDS disebabkan terutama oleh faktor jumlah sel CD4 yang menurun. Patofisiologi terjadinya KO pada pasien HIV&AIDS diperankan oleh beberapa faktor seperti virulensi dari spesies Candida, imunitas selular yang diperankan terutama oleh sel CD4 dan imunitas alamiah oleh sel keratinosit rongga mulut. Timbulnya gejala klinis sangat tergantung antara kolonisasi Candida spp. pada mukosa mulut, virulensi Candida spp., dan kerusakan dari sistem imun mukosa dan progresifitas dari infeksi HIV.

https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/index.html
https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/download/1510/1162
D. Penatalaksanaan penyakit
B. PENATALAKSANAAN PENYAKIT
Nystatin dapat diberikan dengan cara berkumur selama 2 menit dengan dosis 2 – 4 mL. serelah itu, pasien dilarang untuk makan dan minum selama 20 menit. Terapi dapat diberikan selama 7 – 14 hari dan dilanjutkan hingga 2 – 3 hari setelah tanda klinis candida hilang serta pemeliharaan kebersihan rongga mulut. Jika candidiasis terkait dengan kondisi sistemik, pemberian topical kadang tidak begitu berefek sehingga diperlukan pemberian secara sistemik. Fluconazole dapt diberikan sebagai terapi candida secara sistemik dengan dosis sehari sekali.
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgi/article/download/11320/17884
4. Herpes simpleks
A. Tinjauan umum penyakit
A. Tinjauan Umun Penyakit
• Definisi dan informasi umum/ profil penyakit
Herpes Simpleks umumnya dikenal sebagai herpes disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) atau virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2). HSV-1 merupakan infeksi yang sangat menular. Infeksi HSV-1 biasanya diperoleh pada masa kanak-kanak. HVS-1 biasanya ditularkan melalui oral yang menyebabkan infeksi didaerah mulut (herpes oral). HSV-1 dapat ditularkan ke daerah genital melalui kontal oral-genital yang menyebabkan herpes genital. HSV-2 merupakan penyebab utama herpes genital. HSV-2 biasanya menular melalui aktivitas seksual yang menyebabkan infeksi di daerah kelamin atau dubur (herpes genital). Infeksi HSV-2 berlangsung seumur hidup dan tidak dapat disembuhkan. Infeksi ini menyebabkan gejala ringan seperti lepuh dan borok pada daerah infeksi.
• Epidemiologi
HSV-1 diperkirakan menginfeksi 3,7 miliar orang di bawah usia 50 tahun, atau 67% dari populasi pada tahun 2012. Perkiraan prevalensi infeksi tertinggi di Afrika (87%) dan terendah di Amerika (40-50%). Infeksi genital yang disebabkan oleh HSV-1 diperkirakan 140 juta orang dengan rentang usia 15 - 49 tahun diseluruh dunia pada tahun 2012. Herpes genital yang disebabkan oleh HSV-1 Kebanyakan terjadi di Amerika, Eropa, dan di Pasifik Barat. Di daerah lain, misalnya di Afrika, sebagian besar infeksi HSV-1 diperoleh di masa kecil, sebelum usia produktif.
Herpes genital disebabkan oleh HSV-2 dan diperkirakan 417 juta orang di seluruh dunia hidup terinfeksi HVS-2 pada tahun 2012. Prevalensi infeksi HSV-2 diperkirakan tertinggi di Afrika (31,5%), diikuti oleh Amerika (14,4%). Hal ini juga menunjukkan peningkatan usia mempengaruhi peningkatan penyakit, meskipun jumlah tertinggi pasien terinfeksi adalah pada usia remaja.
Perempuan lebih banyak terinfeksi HSV-2 dibandingkan laki-laki. Pada tahun 2012 diperkirakan bahwa 267 juta perempuan dan 150 juta laki-laki yang hidup dengan infeksi HSV-2. Hal ini karena penularan HSV lebih efisien dari laki-laki ke perempuan daripada dari perempuan ke laki-laki.
http://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/herpes-simplex-virus
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B. Patogenesis dan Gejala Penyakit

• Masa inkubasi dan pathogenesis
HSV-1 terutama ditularkan melalui kontak oral-ke-mulut menyebabkan infeksi herpes oral, melalui kontak dengan virus HSV-1 di luka, air liur, dan permukaan dalam atau di sekitar mulut. Namun, HSV-1 dapat juga ditularkan ke daerah genital melalui kontak oral-genital menyebabkan herpes genital. HSV-1 dapat ditularkan dari permukaan mulut atau kulit yang tampak normal dan ketika tidak ada gejala hadir. Namun, risiko terbesar penularan adalah ketika ada luka yang aktif. Individu yang sudah memiliki HSV-1 infeksi herpes oral tidak mungkin kemudian terinfeksi dengan HSV-1 di daerah kelamin. Dalam keadaan langka, HSV-1 infeksi dapat ditularkan dari seorang ibu dengan genital HSV-1 infeksi ke bayinya saat melahirkan.
HSV-2 terutama ditularkan selama hubungan seks, melalui kontak dengan genital permukaan, kulit, luka atau cairan seseorang terinfeksi virus. HSV-2 dapat menular dari kulit di area genital atau anal yang terlihat normal dan sering ditularkan tanpa adanya gejala. Dalam keadaan langka, HSV-2 infeksi dapat ditularkan dari ibu ke bayinya saat melahirkan

• Gejala dan organ terdampak
Infeksi herpes Oral sebagian besar tanpa gejala, dan sebagian besar orang dengan HSV-1 infeksi tidak menyadari mereka terinfeksi. Gejala herpes oral termasuk lepuh menyakitkan atau luka terbuka yang disebut ulkus di atau di sekitar mulut. Luka pada bibir yang sering disebut sebagai “luka dingin.” Orang yang terinfeksi akan sering mengalami kesemutan, gatal atau sensasi terbakar di sekitar mulut mereka, sebelum munculnya luka. Setelah infeksi awal, lepuh atau bisul berkala dapat kambuh. Frekuensi kekambuhan bervariasi dari orang ke orang. Herpes genital disebabkan oleh HSV-1 dapat asimtomatik atau dapat memiliki gejala ringan yang tidak dikenali. Ketika gejala memang terjadi, herpes genital ditandai dengan 1 atau lebih lecet genital atau anal atau borok. Setelah episode herpes genital awal, yang bisa berat, gejala dapat kambuh, tapi herpes genital disebabkan oleh HSV-1 sering tidak kambuh sering.
infeksi herpes genital seringkali tidak menunjukkan gejala, atau gejala ringan yang tidak dikenali. Kebanyakan orang yang terinfeksi tidak menyadari bahwa mereka memiliki infeksi. Biasanya, sekitar 10-20% orang dengan HSV-2 laporan infeksi diagnosis sebelumnya dari herpes genital. Ketika gejala memang terjadi, herpes genital ditandai dengan satu atau lebih ulkus genital atau lecet anal atau luka terbuka yang disebut. Selain ulkus kelamin, gejala infeksi herpes genital baru sering termasuk demam, nyeri tubuh, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Setelah infeksi herpes genital awal dengan HSV-2, gejala berulang yang umum tetapi sering kurang parah daripada wabah pertama. Frekuensi KLB cenderung menurun dari waktu ke waktu. Orang yang terinfeksi HSV-2 mungkin mengalami sensasi kesemutan ringan atau nyeri penembakan di kaki, pinggul, dan pantat sebelum terjadinya ulkus genital.
http://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/herpes-simplex-virus
2. Aspergilosis
A. Tinjauan umum penyakit
Aspergilosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds saprophyte dari genus aspergilus, dapat ditemukan di tanah, air, dan tumbuhan yang mengalami pembusukan dan spesies aspergilus yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu aspergilus fumigatus.
Manifestasi klinis aspergilosis dapat berupa respon allergik, kolonisasi aspergilus spesies, invasif aspergilosis dan disseminated aspergilosis. Setelah kandidiasis, aspergilosis merupakan infeksi jamur opportunistik ke dua yang sering dijumpai pada pasien immunokompromais. Pada individu immunokompromais, inhalasi spora jamur aspergillus dapat menyebabkan infeksi yang invasif pada paru maupun sinus dan sering diikuti perluasan infeksi secara hematogen ke orang lain. Pada individu non-immunokompromais, inhalasi spora jamur aspergillus dapat menyebabkan infeksi yang terlokalisir pada paru, sinus ataupun pada tempat lain.
Infeksi aspergillus pada manusia pertama kali ditemukan pada ertengahan tahun 1800. Pada tahun 1729, micheli di florence menemukan genus aspergillus untuk pertama kali. Lebih dari 200 spesies aspergillus telah diidentifikasi dan aspergillus fumigatus merupakan penyebab infeksi pada manusia yang terbanyak dimana >90% menyebabkan invasis dan noninvasif aspergilosis. Aspergilosis flavus menyebabkan invasif aspergillosis sebanyak 10% sedangkan aspergilosis ringer dan aspergollosis terreus sebanyak 2%.
Kwon-Chung KJ, Bennet JE. Aspergillosis. Lea & Febiger, Philadelphia, 1992 : 201-41.
Richardson, MD, Warnock DW. Aspergillosis in : Fungal infection Diagnosis and Managemant. Second edition, Blacwell Publishing, 1997 : 156-83.
Batra V. Aspergillosis. August 18, 2004. Available at http://www.emedicine.com
D. Penatalaksanaan penyakit
1. Medikamentosa
Lebih dari 40 tahun amfoterisin B deoxycholate telah digunakan sebagai standar pengobatan invasif aspergilosis. Jika diberikan dosis tinggi, menurut penelitian secara signifikan menunjukkan toksisitas terhadap ginjal dan keberhasilan pengobatan pada penderita dengan resiko tinggi sangat terbatas.
Dosis obat ini 1-1,5 mg/kg/hari diberikan secara intravenous. Tingkat respon pengobatan invasif aspergillosis menggunakan amfoterisin B deoxycholate lebih kurang 37% (rata-rata 14%-83%).
Pada penelitian lanjutan ditemukan obat antijamur baru yang efektif untuk pengobatan invasif aspergillosis yaitu :
1. Aspergillosis B dengan formula dasar lemak: dapat diberikan dengan dosis tinggi dengan jangka waktu yang lebih lama, dengan efek samping terhadap ginjal lebih sedikit.
- Liposomal amfoterisi (iv) : dosis 3-5 mg/kg/hari
2. Itrakonazol : dosis 3x200 mg/hari selama 4 hari dan selanjutnya 2x200 mg/hari.
3. Vorikonazol :
iv 6 mg/kg setiap 12 jam sebanyak 2 dosis dan dilanjutkan 4 mg/kg setiap 12 jam
Oral 400 mg setiap 12 jam sebanyak 2 dosis kemudian untuk selanjutnya 200 mg untuk setiap 12 jam

4. Caspofungin
Iv  70 mg loading dose pada hari pertama dan selanjutnya 50 mg/hari

Dari obat-obat di atas vorikonazol merupakan anti jamur pilihan utama untuk pengobatan invasif aspergillosis.

2. Surgical debridement
Efektifitas dari surgical debridement untuk pengobatan primary cutaneous aspergillosis telah dilaporkan pada beberapa kasus.
Dillon DMB, Schrand LM. Therapeutic Options in the Treatmant of invasifAspergilosis N Engl J Med, Vol 347, Number 6, august 8, 2002.
Lubis, dr, Ramona dumasari. 2008. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Chiu A. Aspergillosis. June 2, 2005. Available at http://www.emedicine.com
2. Aspergilosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Di antara spesies patogen manusia, Aspergillus, A. fumigatus adalah agen penyebab utama infeksi manusia, diikuti oleh A. flavus, A. terreus, A. niger, dan organisme model, A. nidulans (54, 135). Aspergilli menyebabkan berbagai penyakit manusia tergantung pada status kekebalan tubuh inang. Pada individu dengan gangguan fungsi paru-paru seperti pasien asma dan cystic fibrosis, aspergilli dapat menyebabkan aspergillosis bronkopulmoner alergik, respons hipersensitif terhadap komponen jamur. Aspergilloma noninvasif dapat terbentuk setelah paparan berulang terhadap konidia dan target rongga paru yang sudah ada sebelumnya seperti lesi yang sembuh pada pasien tuberkulosis. Aspergillosis invasif (IA) mungkin merupakan penyakit terkait Aspergillus yang paling dahsyat, dengan sasaran pasien yang mengalami gangguan sistem kekebalan yang berat. Mereka yang paling berisiko untuk penyakit yang mengancam jiwa ini adalah individu dengan keganasan hematologi seperti leukemia; pasien transplantasi sel induk padat dan hematopoietik; pasien dengan terapi kortikosteroid berkepanjangan, yang umumnya digunakan untuk pencegahan dan / atau pengobatan penyakit graft-versus-host pada pasien transplantasi; individu dengan imunodefisiensi genetik seperti penyakit granulomatosa kronis (CGD); dan individu yang terinfeksi virus human immunodeficiency (54, 97, 126, 133, 148, 162, 227). Tingkat mortalitas berkisar antara 40% hingga 90% pada populasi berisiko tinggi dan tergantung pada faktor-faktor seperti status imun pejamu, tempat infeksi, dan rejimen pengobatan yang diterapkan. Tingkat keparahan dan peningkatan insidensi IA memerlukan pemahaman yang lebih baik tentang interaksi antara inang dan jamur yang berkontribusi pada A. fumigatus pathogenesis. Patogenesis dan virulensi adalah istilah yang digunakan di sini dalam konteks perubahan fungsi imun host, karena organisme ini secara inheren adalah patogen oportunistik, dan patologi penyakit dan perkembangan adalah hasil dari pertumbuhan jamur dan respon inang. Dalam ulasan ini, kita akan membahas potensi patogen A. fumigatus sebagai perkembangan siklus hidup infeksi dalam konteks imunodefisiensi ini.
Aspergilli sebagian besar adalah saprophytes, tumbuh pada materi yang mati atau membusuk di lingkungan. Siklus hidup infeksi Aspergillus dimulai dengan produksi konidia (spora aseksual) yang mudah tersebar ke udara. Rute utama infeksi manusia adalah melalui inhalasi konidia di udara ini, diikuti oleh deposisi konidia di bronkiolus atau ruang alveolar. Pada individu yang sehat, konidia yang tidak dihilangkan oleh pembukaan mukosiliar sel epitel atau makrofag alveolar, fagosit primer penduduk paru. Makrofag alveolar terutama bertanggung jawab untuk fagositosis dan pembunuhan Aspergillus conidia serta inisiasi respon proinflamasi yang merekrut neutrofil (satu jenis sel polimorfonuklear [PMN]) ke tempat infeksi. Conidia yang menghindari pembunuhan makrofag dan berkecambah menjadi target infiltrasi neutrofil yang mampu menghancurkan hifa.
Penurunan sistem kekebalan tubuh pada host utama yang bertanggung jawab atas peningkatan risiko IA adalah neutropenia dan imunosupresi imbas kortikosteroid, dan konsekuensi patologis IA di bawah kondisi imunosupresif ini berbeda. Neutropenia yang berkepanjangan secara klasik didefinisikan sebagai faktor risiko yang paling dominan untuk IA dan sering hasil dari terapi sitotoksik yang tinggi seperti siklofosfamid, yang digunakan untuk pasien transplantasi atau mereka dengan penyakit hematologi. Siklofosfamid, agen pengikat DNA, berikatan dengan DNA dan mengganggu replikasi sel, menghabiskan sel-sel darah putih yang beredar termasuk neutrofil. Pada pasien neutropenia dan model hewan neutropenia yang diinduksi kemoterapi, IA dikarakteristikan oleh trombosis dan hemoragi dari pertumbuhan hifa yang cepat dan ekstensif . Kurangnya infiltrat inflamasi, meskipun produksi tumor necrosis factor alpha (TNF-α), menghasilkan tingkat peradangan yang rendah. Tanpa pemulihan neutrofil, angioinvasion dan diseminasi ke organ lain melalui hasil darah.

Berbagai pasien nonneutropenia, paling sering pada terapi kortikosteroid seperti pasien transplantasi alogenik yang menerima kortikosteroid untuk profilaksis atau pengobatan penyakit graft-versus-host, rentan terhadap IA, meskipun patologi penyakit ini sangat berbeda. IA pada pasien ini dan model hewan nonneutropenic bersifat nonangioinvasive, ditandai oleh perkembangan jamur terbatas dengan infiltrat pyogranulomatous, nekrosis jaringan, dan peradangan berlebihan. Kortikosteroid memiliki konsekuensi yang signifikan untuk fungsi fagosit, termasuk tetapi tidak terbatas pada gangguan fagositosis, ledakan oksidatif fagosit, produksi sitokin dan kemokin, dan migrasi seluler (Ulasan dalam referensi 116). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kortikosteroid mengganggu kemampuan fungsional fagosit untuk membunuh A. fumigatus conidia dan hifa (37, 92, 132, 171, 172, 214). Meskipun efek steroid pada fungsi sel imun bawaan, neutrofil direkrut ke paru-paru dan mencegah invasi hial tetapi menciptakan lingkungan peradangan yang menyebabkan cedera jaringan. Respon inflamasi yang diperburuk ini umumnya dianggap sebagai penyebab kematian, berbeda dengan pertumbuhan jamur yang tidak terkontrol yang diamati pada inang neutropenik. Perbedaan dramatis dalam perkembangan jamur dan respon inang di bawah masing-masing rejimen imunosupresif menyoroti pentingnya mempelajari patogenesis Aspergillus dalam konteks status imun pejamu dan tanggapan berikutnya terhadap infeksi jamur.
Gelaja penyakit

Aspergillosis invasif
• Pasien sering hadir dengan tanda-tanda klasik dan gejala paru akut embolus: nyeri dada pleuritik, demam, hemoptisis, dan infiltrat berbentuk bintang pada radiografi dada.
• Pada host immunocompromised, aspergillosis ditandai oleh vaskular invasi menyebabkan trombosis, infark, dan nekrosis jaringan.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2708386/
pharmacothetapy 7 th ed. dipiro
C. Tinjauan farmakologis
Terapi antijamur harus dilembagakan dalam salah satu kondisi berikut:
• Vorikonazol adalah obat pilihan untuk terapi primer pada sebagian besar pasien
aspergillosis karena memberikan peningkatan kelangsungan hidup dan lebih sedikit efek samping.
• Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi vorikonazol, amfoterisin B dapat digunakan.. Dosis penuh (1 hingga 1,5 mg / kg / hari) umumnya direkomendasikan, dengan respons diukur dengan penurunan suhu badan dan pembersihan radiografi. Berbasis lipid formulasi mungkin lebih disukai sebagai terapi awal pada pasien dengan fungsi ginjal marginal atau pada pasien yang menerima obat nefrotoksik lainnya. Namun durasi pengobatan yang optimal tidak diketahui.
• Caspofungin diindikasikan untuk pengobatan aspergillosis invasif pada pasien yang refrakter atau tidak toleran terhadap terapi lain seperti amfoterisin B.
• Penggunaan terapi antijamur profilaksis untuk mencegah infeksi primer atau reaktivasi aspergillosis selama program kemoterapi berikutnya adalah kontroversial.
pharmacothetapy 7 th ed. dipiro
3. Mikosis
A. Tinjauan umum penyakit
Mikosis adalah penyakit yang di sebabkan oleh jamur. Mikosis yang mengenai permukaan badan yaitu kulit rambut dan kuku disebut mikosis superfisialis.sedangkan yang mengenai permukaan alat dalam disebut mikosis sistemik.Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superficial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi.
Mikosis superficial cukup banyak diderita penduduk Negara tropis.Indonesia merupakan salah satu Negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaan tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hamper disemua tempat.
Gandahusada S., ilahude D.H., Pribadi W.2004. parasitologi kedokteran edisi ketiga. Fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Shieke SM, Garg A. superficial fungal infection.in : wolff K goldsmith LA, katz SI, Gilchrest BA, paller AS, leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatologi in general medicine 8th ed. New York : McGraw Hill Compasnis 2012; p.2277-97
D. Penatalaksanaan penyakit
GOLONGAN POLIEN. Termasuk dalam golongan ini adalah amfoterisin dan nistatin. Keduanya tidak diabsorpsi secara oral. Obat ini digunakan untuk infeksi oral, orofaringeal dan perioral yang diberikan secara topikal di mulut.

Infus amfoterisin intravena digunakan untuk infeksi jamur sistemik dan aktif terhadap sebagian besar jamur dan ragi. Obat ini terikat kuat pada protein plasma dan penetrasinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh buruk. Amfoterisin bersifat toksik dan efek samping sering terjadi. Sediaan amfoterisin dalam lipid bersifat kurang toksik dan direkomendasikan bila sediaan konvensional dikontraindikasikan karena toksisitasnya, terutama nefrotoksisitas atau jika respon terhadap amfoterisin konvensional tidak memuaskan.

Nistatin terutama digunakan untuk infeksi Candida albicans di kulit dan membran mukosa, termasuk untuk kandidiasis pada usus dan esofageal.

GOLONGAN IMIDAZOL. Termasuk dalam golongan imidazol, klotrimazol, ketokonazol, ekonazol, sulkonazol dan tiokonazol. Obat-obat ini digunakan untuk terapi lokal kandidiasis vagina dan untuk infeksi dermatofit.

Ketokonazol pada pemberian oral diabsorpsi jauh lebih baik dibandingkan dengan golongan imidazol lainnya. Namun obat ini telah dilaporkan berkaitan dengan kejadian hepatotoksisitas yang fatal. Untuk pemberian per oral, risiko dan manfaat ketokonazol sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati terutama yang berkaitan dengan hepatotoksisitas. Oleh karena itu diperlukan pengamatan klinik dan laboratorium. Pemberian per oral tidak untuk infeksi superfisial.

Mikonazol dapat digunakan secara topikal untuk infeksi pada rongga mulut. Obat ini juga efektif untuk infeksi usus. Absorpsi sistemik dapat terjadi pada penggunaan gel mikonazol oral sehingga dapat menimbulkan interaksi obat yang bermakna.

GOLONGAN TRIAZOL. Termasuk golongan ini adalah flukonazol dan itrakonazol.

Flukonazol diabsorpsi sangat baik setelah pemberian oral. Penetrasi obat ini pada cairan serebro spinal cukup baik sehingga dapat digunakan untuk mengatasi meningitis fungal.

Itrakonazol aktif terhadap semua bentuk infeksi dermatofit. Kapsul itrakonazol memerlukan kondisi asam dalam lambung untuk mendapatkan absorpsi yang optimal. Itrakonazol dapat menyebabkan kerusakan hati dan sebaiknya dihindari atau digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, termasuk pasien anak. Flukonazol lebih jarang menyebabkan hepatotoksisitas. Vorikonazol merupakan antijamur dengan spektrum luas dan diindikasikan untuk infeksi yang mengancam jiwa.

ANTI JAMUR LAIN
Griseofulvin efektif dalam mengatasi infeksi dermatofit yang meluas dan sulit diobati, namun penggunaannya telah banyak digantikan oleh antijamur yang lebih baru, terutama pada infeksi kuku. Obat ini merupakan pilihan utama pada infeksi trichophyton pada anak. Lama terapi tergantung pada tempat infeksi dan dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Terbinafin merupakan obat pilihan untuk infeksi jamur pada kuku dan juga untuk mengatasi kurap.

terapi Topikal
Miconazole
Clotrimazole
Ketoconazole
Oxiconazole
Econazole

terapi Sistemik
Ketoconazole
Itraconazole
Fluconazole
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
http://digilib.unila.ac.id/6648/19/BAB%20II.pdf
4. Herpes simpleks
B. Patogenesis dan gejala penyakit
1. Patogenesis
HSV adapt menular dari hubungan seksual. virus herpes ini menginfeksi dengan cara bersentuhan dengan permukaan mukosa atau kulit yang mengalami abrasi. pada tempat infeksi maka virus akan melakukan replikasi. keparahan pada dilokasi infeksi primer ini ditandai dengan ukuran, jumlah dan lesi dan menyebabkan semakin besarnya terjadi rekurensi. HSV-1 yang umunya terjadi di mukosa orofaringeal. namun HSV-1 ini juga dapat terdeteksi melalui genital yang disebabkan karena seks oral. namun rekurensi HSV-1 disaluran genital jarang terjadi. HSV-2 yang umunya menyerang bagian kelamin atau genital juga dapat menyerang bagian mulut.
individu yang rentan terhadap HSV dapat mengembangkan terjadinya infeksi primer setelah paparan pertama HSV-1 dan HSV-2. infeksi awal adalah saat seseorang yang memiliki salah satu antibodi HSV-1 atau HSV-2, dapat mengalami infeksi pertama dengan jenis virus yang berlawanan.
2. Gejala dari penyakit herpes simpleks ini yaitu luka melepuh pada bagian mulut, kelamin atau rektum yang daapt meninggalkan bekas; rasa sakit saat buang air kecil; rasa gatal didaerah terinfeksi. gejala lain yang dapat dirasakan yang mirip dengan gelaja flu yaitu demam, bengkak pada nodus limpa, sakit kepala, kelelahan, dan kehilangan nafsu makan. HSV juga dapat menyebar ke bagian mata yang disebut dengan herpes keratitis yang memiliki gejala sakit mata, pengeluaran kotoran mata yang berlebih, dan mata seperti berpasir.
https://www.healthline.com/health/herpes-simplex#symptoms
https://www.webmd.com/genital-herpes/pain-management-herpes#1
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK47449/
A. Tinjauan umum penyakit
1. Definisi Herpes Simpleks
Herpes simpleks atau dikenal dengan singkatan HSV yang merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus herpes. herpes dapat timbul diberbagai bagian tubuh, biasanya terjadi pada bagian kelamin dan mulut. Ada 2 tipe dari virus herpes simpleks, yaitu
1. HSV-1: yang dikenal dengan herpes oral atau mulut, tipe ini dapat menyebabkan luka yang dingin dan melepuh pada bagian wajah dan mulut
2. HSV-2: umumnya yang menyebabkan terjadinya herpes pada bagian kelamin.
2. Epidemiologi HSV
umumnya terjadi dibeberapa negara, dengan prevalensi diberbagai bagian seperti di sub-Saharan Africa, dan lebih tinggi terjadi di USA. di daerah sub-Saharan African tingkat kejadian pada wanita 30-80 % dan pria 10-50 %. prevalensi kejadian herpes simpleks di negara bagian Asia lebih rendah yaitu sekitar 10-30 %. HVS ini lebih cenderung atau tinggi menyerang wanita daripada pria dan juga dapat menyebabkan resiko menderita HSV dengan bertambahnya usia, namun juga dapat menyerang pria dan wanita yang lebih muda. HSV dapat menular dari hubungan seks. HSV juga dapat meningkatkan resiko HIV.
https://www.healthline.com/health/herpes-simplex#causes
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15115627
4. Herpes simpleks
A. Tinjauan umum penyakit
Definisi
Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat
berupa kelainan pada daerah orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas berupa adanya vesikel berkelompok di atas dasar makula eritematosa.
Herpes simpleks genitalis merupakan
salah satu Infeksi Menular Seksual (IMS) yang paling sering menjadi masalah karena sukar disembuhkan, sering berulang (rekuren), juga karena penularan
penyakit ini dapat terjadi pada seseorang tanpa gejala atau asimtomatis. Kata herpes dapat diartikan sebagai merangkak atau maju perlahan (creep or crawl) untuk menunjukkan pola penyebaran lesi kulit
infeksi herpes simpleks genitalis.

VHS merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam famili Herpesviridae, mempunyai kemampuan untuk berada dalam keadaan laten dalam sel hospes setelah infeksi primer.

EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA
Tingginya infeksi varicella. di Indonesia terrbukti pada studi yang dilakukan Jufri,. et. al tahun 1995-1996 dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun seropositive terhadap antibodi varicella. Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia (2011-2013).
Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45- 64 : 851 (37.95% dari total kasus HZ)
Trend HZ cenderung terjadi pada usia yang lebih muda.
Gender : Wanita cenderung mempunyai insiden lebih tinggi.
Total kasus NPH adalah 593 kasus (26.5%dari total kasus HZ)
Puncak kasus NPH pada usia 45-64 yaitu 250 kasus NPH (42% dari total kasus NPH).



Bonita, L., Murtiastutik, D. 2017. Penelitian Retrospektif: Gambaran Klinis Herpes Simpleks Genitalis (A Retrospective Study: Clinical Manifestation of Genital Herpes Infection).Journal Periodical of Dermatology and Venereology Vol. 29
Jatmiko A.C., Nurharini,F., Dewi D.K., Murtiastutik, D. 2009. Penderita Herpes Genitalis di Divisi Infeksi Menular Seksual Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode 2005–2007. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Pusponegoro et al. 2014. Buku Panduan Herpes Zoster. Jakarta : FK UI
C. Tinjauan farmakologis
1. Antivirus
A. Asiklovir
Mekanisme kerja : Protein timidin virus (HSV-1, HSV-2 dan VZV) mengubah Acyclovir menjadi Acyclovir monofosfat, yang kemudian diubah menjadi difosfat oleh guanylate kinase, dan akhirnya menjadi trifosfat oleh phosphoglycerate kinase, phosphoenolpyruvate carboxykinase, dan piruvat kinase.
Aciclovir trifosfat secara kompetitif menghambat polimerase DNA virus dan bersaing dengan deoxyguanosine triphosphate alami, untuk dimasukkan ke dalam DNA virus. Setelah digabungkan, asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA dengan bertindak sebagai terminator rantai.
Efek utama :
Membantu mengobati infeksi cacar air (varicella zoster).
Membantu mengobati herpes simplex akut pada kulit dan membran mukosa.
Digunakan juga untuk membantu mengobati herpes simplex encephalitis pada neonatus dengan usia kurang dari 6 bulan.
Membantu mengatasi herpes zoster stadium awal dan berulang.
Mengatasi herpes genital berulang dan juga pada stadium awal.
Dapat juga digunakan sebagai terapi pencegahan (profilaksis) atau kambuhnya herpes simplek pada pasien immune compromised.
Efek samping :
Sakit kepala atau pusing.
Sakit perut dan mual.
Perut terasa kembung.
Diare.
Demam.
Ruam atau kulit terasa gatal.
Kelelahan.
Timbul rasa kantuk.
Gangguan pada ginjal dan kadar trombosit yang rendah.
Bingung dan halusinasi.
Urtikaria.
Pruritus.
Fotosensitivitas.
Hepatitis .
Sesak napas.
Angiodema atau pembengkakan pada bagian bawah kulit.
Urin dan tinja berwarna lebih kuning atau pekat dari biasanya.
Peningkatan enzim hati.
Reaksi anafilaksis.
Peringatan dan Perhatian
https://www.google.co.id/amp/s/mediskus.com/acyclovir/amp
WHO. 2016. WHO GUIDELINES FOR THE Treatment of Genital Herpes Simplex Virus. Switzerland : WHO Press
4. Herpes simpleks
B. Patogenesis dan gejala penyakit
a.) Masa Inkubasi

Periode inkubasi rata-rata untuk infeksi herpes awal adalah 4 hari (kisaran, 2 hingga 12) setelah terpapar. Vesikula pecah dan meembuat tukak yang menyakitkan yang mungkin memerlukan waktu dua hingga empat minggu untuk sembuh setelah infeksi herpes awal.

b.) Patogenesis
Penularan infeksi virus herpes simpleks (HSV) tergantung pada kontak pribadi secara intim individu seronegatif yang rentan dengan seseorang yang mengekskresikan HSV. Virus harus bersentuhan dengan permukaan mukosa atau kulit yang mengalami abrasi untuk menginisiasi infeksi. Dengan replikasi virus di tempat infeksi primer, baik virion utuh atau kapsid, diangkut secara retrograde oleh neuron ke ganglia akar dorsal dimana setelah ronde lain replikasi virus, latensi terbentuk (Gambar 32.1 (a) , panel kiri). Semakin parah infeksi primer, sebagaimana tercermin oleh ukuran, jumlah, dan lesi, semakin besar kemungkinan bahwa rekurensi akan terjadi. Meskipun replikasi kadang-kadang menyebabkan penyakit dan jarang menghasilkan infeksi yang mengancam jiwa (misalnya, ensefalitis), interaksi host-virus yang menyebabkan latensi menonjol. Setelah latensi terbentuk, stimulus yang tepat menyebabkan reaktivasi; virus menjadi jelas di mukokutan, muncul sebagai vesikel kulit atau ulkus mukosa (Gambar 32.1 (b), panel kanan).
Infeksi dengan HSV-1 umumnya terjadi di mukosa orofaringeal. Ganglion trigeminal menjadi dikuasai dan menyimpan virus laten. Namun, sudah umum untuk mendeteksi bukti HSV-1 di saluran genital, biasanya akibat dari seks oral-genital. Ketika terjadi demikian, rekurensi HSV-1 di saluran genital jarang terjadi. Akuisisi infeksi HSV-2 biasanya merupakan konsekuensi penularan melalui kontak genital. Virus bereplikasi di tempat kelamin genital, perigenital atau anal dengan pembenihan pada ganglia sakral (Gambar 32.2). Seperti halnya kemampuan HSV-1 untuk menginfeksi saluran genital, HSV-2 dapat menginfeksi mulut. Kekambuhan di situs ini jarang terjadi.
Definisi operasi dari sifat infeksi adalah relevansi patogenik. Individu yang rentan (yaitu mereka tanpa antibodi HSV) mengembangkan infeksi primer setelah paparan pertama baik HSV-1 atau HSV-2. Kekambuhan HSV dikenal sebagai "infeksi berulang." Infeksi awal adalah ketika seseorang dengan antibodi yang sudah ada untuk satu jenis HSV (yaitu, HSV-1 atau HSV-2) dapat mengalami infeksi pertama dengan jenis virus yang berlawanan ( yaitu, HSV-2 atau HSV-1, masing-masing). Infeksi primer baru-baru ini telah diberi label penyakit episode pertama karena beberapa individu hadir dengan apa yang tampaknya menjadi infeksi primer yang parah secara klinis tetapi memiliki antibodi untuk jenis penyebabnya. Pengamatan ini menunjukkan bahwa individu mungkin memiliki infeksi laten mapan sebelum episode pertama penyakit yang terbukti secara klinis terjadi.

Reinfeksi dengan strain HSV yang berbeda dapat terjadi, meskipun sangat jarang pada inang normal dan disebut reinfeksi eksogen. Pembelahan DNA dari isolat HSV oleh enzim restriksi endonuklease menghasilkan pola karakteristik produk subgenomik. Analisis berbagai isolat HSV-1 dan HSV-2 dari berbagai situasi klinis dan area geografis yang sangat berbeda menunjukkan bahwa strain epidemiologi yang tidak terkait menghasilkan pola fragmen DNA HSV yang berbeda. Sebaliknya, fragmen DNA HSV yang berasal dari individu yang sama yang diperoleh bertahun-tahun terpisah, dari mitra seksual monogami, atau mengikuti bagian pendek dan panjang in vitro, memiliki fragmen identik setelah restriksi endonuklease pembelahan (Buchman et al., 1978). Memanfaatkan teknologi endonuklease, reinfeksi eksogen sangat rendah di host kompeten imun.

c.) Gejala dan Organ Terdampak
Beberapa gejala yang terkait dengan virus ini diantaranya:
- luka melepuh (di mulut atau di alat kelamin)
- nyeri saat buang air kecil (herpes genital)
- gatal
Mungkin pasien juga mengalami gejala yang mirip dengan flu. Gejala-gejala ini dapat meliputi:
- demam
- kelenjar getah bening yang membengkak
- sakit kepala
- kelelahan
- kurang nafsu makan
https://www.cdc.gov/std/herpes/stdfact-herpes-detailed.htm
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK47449/
(https://www.healthline.com/health/herpes-simplex#riskfactors
A. Tinjauan umum penyakit
a.) Definisi dan Informasi Umum Penyakit

Virus herpes simpleks, yang lebih dikenal sebagai herpes, dikategorikan menjadi dua jenis:
1. herpes tipe 1 (HSV-1, atau herpes oral)
Paling umum, herpes tipe 1 menyebabkan luka di sekitar mulut dan bibir (kadang-kadang disebut lepuh demam atau luka dingin). HSV-1 dapat menyebabkan herpes genital, tetapi kebanyakan kasus herpes genital disebabkan oleh herpes tipe 2.
2. herpes tipe 2 (HSV-2, atau herpes kelamin).
Pada HSV-2, orang yang terinfeksi virus ini mungkin memiliki luka di sekitar kelamin atau dubur. Meskipun HSV-2 dapat terjadi luka di lokasi lain, luka ini biasanya ditemukan di bawah pinggang.

b.) Epidemiologi
1. Amerika Serikat
Seroprevalence: Antibodi ke HSV-1 meningkat dengan usia yang dimulai pada masa kanak-kanak dan berkorelasi dengan status sosial ekonomi, ras, dan kelompok budaya. Pada usia 30 tahun, 50% individu dalam status sosial ekonomi tinggi dan 80% dalam status sosial ekonomi rendah bersifat seropositif. Antibodi ke HSV-2 mulai muncul saat pubertas, berhubungan dengan tingkat aktivitas seksual. Seroprevalensi seumur hidup bisa 20% -80%. Lebih dari 90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap HSV-1 pada dekade kelima dalam kehidupan. Imunitas silang sedikit terjadi antara HSV-1 dan HSV-2, memungkinkan infeksi selanjutnya yang lebih ringan oleh virus sejenis.
2. Internasional
HSV tersebar dengan di seluruh dunia, dengan lebih dari 23 juta kasus baru per tahun. Peningkatan seroprevalensi antibodi terhadap HSV-2 telah didokumentasikan di seluruh dunia (termasuk Amerika Serikat) selama 20 tahun terakhir.
3. Mortalitas / Morbiditas
Secara keseluruhan, tingkat kematian yang terkait dengan infeksi herpes simpleks berhubungan dengan 3 situasi: infeksi perinatal, ensefalitis, dan infeksi pada host immunocompromised.
4. Ras
Sebuah survei kesehatan nasional yang dilakukan di Amerika Serikat mengungkapkan seroprevalensi antibodi HSV-2 pada 45% kulit hitam, 22% orang Meksiko-Amerika, dan 17% kulit putih.
5. Seks
Seropositif terhadap HSV-2 lebih sering terjadi pada wanita (25%) dibandingkan pada pria (17%).
6. Usia
Infeksi HSV-1 yang ditularkan melalui saliva umum terjadi pada anak-anak, meskipun herpes gingivostomatitis primer dapat diamati pada semua usia. Infeksi HSV-2 terkelompok secara perinatal (dari episode ibu saat persalinan) dan terutama sekali ketika aktivitas seksual. Infeksi genital HSV-2 pada anak-anak dapat menjadi indikasi pelecehan seksual. Peningkatan usia (setelah onset aktivitas seksual) dan jumlah total pasangan seksual merupakan faktor independen yang terkait dengan peningkatan seroprevalensi antibodi HSV-2.
https://www.webmd.com/genital-herpes/pain-management-herpes#1
https://emedicine.medscape.com/article/218580-overview#a6
3. Mikosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
1. PATOLOGI
Berdasarkan jenis dan lokasi infeksi, mikosis dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
• Mikosis superfisial atau kutaneus
Mikosis superfisial adalah infeksi jamur yang mengenai bagian epidermis, sedangkan mikosis kutaneus adalah infeksi jamur pada bagian dermis kulit. Infeksi jamur yang termasuk mikosis superfisial adalah piedra hitam (disebabkan oleh Piedraia hortae), piedra putih (disebabkan oleh Trichosporon beigelii), pityriasis versicolor (disebabkan oleh Malassezia furfur), and tinea nigra (disebabkan oleh Phaeoannellomyces werneckii). Mikosis kutaneus dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu dermatofitosis dan dermatomikosis. Dermatofitosis disebabkan oleh jamur Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton. Sedangkan dermatomikosis disebabkan oleh jamur-jamur jenis lain, tetapi umumnya adalah Candida spp.
• Mikosis subkutan
Mikosis subkutan adalah infeksi jamur yang menyerang bagian bawah kulit atau hipodermis, misalnya karena masuknya jamur akibat adanya cedera atau luka. Seringkali reaksi peradangan pada jaringan subkutan meluas hingga lapisan epidermis. Infeksi jamur yang termasuk mikosis subkutan meliputi kromoblastomikosis, misetoma dan sporotrikosis.
• Mikosis dalam
Mikosis dalam adalah infeksi jamur yang menyerang organ tubuh manusia, seperti organ dalam perut, paru-paru, tulang, hingga sistem saraf pusat. Umumnya, infeksi jamur ini masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan pembuluh darah.
Ada 2 jenis mikosis dalam, yaitu mikosis primer dan mikosis oportunistik. Mikosis primer adalah infeksi jamur pada orang yang sehat, dengan daya tahan tubuh yang normal. Infeksi dapat terjadi apabila terdapat paparan jamur patogen dalam jumlah yang banyak atau intensitas yang tinggi, misalnya di daerah endemik. Jamur yang dapat menyebabkan mikosis primer adalah Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, dan Paracoccidioides brasiliensis.
Berbeda dengan mikosis primer, mikosis oportunistik terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang lemah, misalnya karena terapi kanker, menderita HIV/AIDS, transplantasi organ, atau pasca operasi. Jenis-jenis infeksi jamur yang masuk dalam kategori ini meliputi kriptokokosis, kandidiasis, aspergilosis, zigomikosis, phaeohypomycosis, hyalohypomycosis. (ALODOKTER)


2. GEJALA
Fungoides mikosis terbatas pada kulit dan jarang mempengaruhi bagian tubuh lainnyanya. Selain munculnya ruam, mikosis fungoides sering tidak menunjukkan gejala, tetapi kadang terasa gatal (BAD)
http://www.bad.org.uk/shared/get-file.ashx?id=170&=document
https://www.alodokter.com/mikosis
D. Penatalaksanaan penyakit
3. PENATALAKSANAAN

Treatment yang mungkin akan diberikan oleh dokter jika sediaan topical yang diberikan tidak memberikan efek yang jelas/ jika sudah terlalu parah:
• Fototerapi
• Radioterapi
• Imunoterapi
• Kemoterapi
(BAD)
Obat yang digunakan untuk infeksi jamur:
a) GOLONGAN POLIEN. Termasuk dalam golongan ini adalah amfoterisin dan nistatin. Keduanya tidak diabsorpsi secara oral. Obat ini digunakan untuk infeksi oral, orofaringeal dan perioral yang diberikan secara topikal di mulut.
Nistatin terutama digunakan untuk infeksi Candida albicans di kulit dan membran mukosa, termasuk untuk kandidiasis pada usus dan esofageal. oral, kandidiasis usus 500.000 UI setiap 6 jam, berikan dosis ganda pada kasus infeksi berat; ANAK 100.000 UI 4 kali/hari. Profilaksis, 1 juta unit/ hari. Neonatal, 100.000 UI/hari sebagai dosis tunggal.
b) GOLONGAN IMIDAZOL. Termasuk dalam golongan imidazol, klotrimazol, ketokonazol, ekonazol, sulkonazol dan tiokonazol. Obat-obat ini digunakan untuk terapi lokal kandidiasis vagina dan untuk infeksi dermatofit.

Ketokonazol pada pemberian oral diabsorpsi jauh lebih baik dibandingkan dengan golongan imidazol lainnya. Namun obat ini telah dilaporkan berkaitan dengan kejadian hepatotoksisitas yang fatal. Untuk pemberian per oral, risiko dan manfaat ketokonazol sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati terutama yang berkaitan dengan hepatotoksisitas. Oleh karena itu diperlukan pengamatan klinik dan laboratorium. Pemberian per oral tidak untuk infeksi superfisial.
DEWASA 200 mg/hari bersama makanan, biasanya untuk 14 hari; jika setelah 14 hari respons tidak memadai, lanjutkan hingga setidaknya 1 minggu setelah gejala hilang dan kultur menjadi negatif; maksimum 400 mg/hari. ANAK, 3 mg/kg bb/hari dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Kandidiasis vaginal resisten yang kronis, 400 mg/hari bersama makanan selama 5 hari.
Mikonazol dapat digunakan secara topikal untuk infeksi pada rongga mulut. Obat ini juga efektif untuk infeksi usus. Absorpsi sistemik dapat terjadi pada penggunaan gel mikonazol oral sehingga dapat menimbulkan interaksi obat yang bermakna.

c) GOLONGAN TRIAZOL. Termasuk golongan ini adalah flukonazol dan itrakonazol.

Flukonazol diabsorpsi sangat baik setelah pemberian oral. Penetrasi obat ini pada cairan serebro spinal cukup baik sehingga dapat digunakan untuk mengatasi meningitis fungal.
oral, vaginitis dan balanitis kandida, 150 mg dosis tunggal. Kandidiasis mukosa (kecuali genitalia) 50 mg/hari (100 mg/hari untuk infeksi yang sulit sembuh) diberikan selama 7-14 hari, untuk kandidiasis orofarings (maksimal 14 hari, kecuali pasien immunocompromised); 14 hari untuk kandidiasis oral atropikans; 14-30 hari untuk infeksi mukosa lainnya (mis. esofagitis, kandiduria, infeksi bronkopulmoner noninvasif).ANAK, oral atau infus intravena, 3-6 mg/kg bb pada hari pertama, kemudian 3 mg/kg bb per hari (tiap 72 jam pada neonatus usia sampai 2 minggu, tiap 48 jam pada neonatus usia 2-4 minggu). Tinea pedis, korporis, kruris, versikolor dan kandidiasis dermal, per oral, 50mg/hari selama 2-4 minggu (sampai 6 minggu pada tinea pedis); lama pengobatan maksimum 6 minggu. Infeksi kandida invasif (termasuk kandidemia dan kandidiasis diseminata) dan infeksi kriptokokus (termasuk meningitis), oral atau infus intravena, dosis awal 400 mg kemudian 200 mg/hari, bila perlu ditingkatkan menjadi 400 mg/hari. Pengobatan diteruskan sesuai dengan respons (untuk meningitis kriptokokus, minimal 6-8 minggu).ANAK, 6-12 mg/kg bb/hari (tiap 72 jam pada neonatus usia sampai 2 minggu, tiap 48 jam untuk neonatus usia 2-4 minggu). Pencegahan kambuhnya meningitis kriptokokus pada pasien AIDS, 100-200 mg/hari (setelah melengkapi terapi primer). Profilaksis infeksi jamur pada pasien immunocompromised, setelah kemoterapi atau radioterapi, 50-400 mg/hari disesuaikan dengan risiko; 400 mg/hari jika ada risiko tinggi infeksi sistemik, misalnya setelah transplantasi sumsum tulang. Terapi dimulai sebelum terjadinya netropenia dan dilanjutkan smpai 7 hari setelah jumlah netrofil yang diinginkan tercapai. ANAK, tergantung dari lama dan beratnya neutropenia, 3-12 mg/kg bb/hari (tiap 72 jam untuk neonatus usia sampai 2 minggu, tiap 48 jam untuk neonatus usia 2-4 minggu).

Itrakonazol aktif terhadap semua bentuk infeksi dermatofit. Kapsul itrakonazol memerlukan kondisi asam dalam lambung untuk mendapatkan absorpsi yang optimal. Itrakonazol dapat menyebabkan kerusakan hati dan sebaiknya dihindari atau digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, termasuk pasien anak. Flukonazol lebih jarang menyebabkan hepatotoksisitas. Vorikonazol merupakan antijamur dengan spektrum luas dan diindikasikan untuk infeksi yang mengancam jiwa.

d) ANTI JAMUR LAIN

Griseofulvin efektif dalam mengatasi infeksi dermatofit yang meluas dan sulit diobati, namun penggunaannya telah banyak digantikan oleh antijamur yang lebih baru, terutama pada infeksi kuku. Obat ini merupakan pilihan utama pada infeksi trichophyton pada anak. Lama terapi tergantung pada tempat infeksi dan dapat berlangsung selama berbulan-bulan.
Dewasa dan lansia, 500 mg satu kali sehari dosis tunggal atau terbagi. Anak-anak, dosis harian 10 mg/kg BB satu kali sehari dosis tunggal atau terbagi

Terbinafin merupakan obat pilihan untuk infeksi jamur pada kuku dan juga untuk mengatasi kurap.
250 mg per hari biasanya selama 2-6 minggu untuk tinea pedis, 2-4 minggu untuk tinea kruris, 4 minggu pada tinea korporis, 6 minggu - sampai 3 bulan untuk infeksi kuku (kadang-kadang lebih lama pada infeksi toenail); ANAK (tidak dianjurkan) biasanya selama 2 minggu, tinea kapitis, pada anak berusia di atas 1 tahun, berat badan 10-20 kg, 62,5 mg sekali sehari; berat badan 20-40 kg, 125 mg sekali sehari; berat badan lebih dari 40 kg, 250 mg sekali sehari.

(PIONAS)

Beberapa sediaan topikal lain:
Tolnaflat efektif untuk infeksi dermatofit, tetapi Candida tidak. Tolnoflat terdapat dalam sediaan krim 1%.
• Salep Whitfield kombinasi asam benzoat dan asamsalisilat (2 : 1, biasanya 12% dan 6%). Biasanyadigunakan untuk Tinea pedis.
• Asam undesilinat aktif terhadap dermatofit. Tersedia dalam bentuk salep/krim, kadang dikombinasi dengan asam benzoat dan asam salisilat.
 Haloprogin efektif terhadap dermatofit dan Candida.
 Siklopiroksolamin efektif untuk infeksi dermatofit dan kandidiasis kutan.
Obat-obat untuk infeksi jamur sistemik :
• Amfoterisin B

 Amfoterisin B termasuk ke dalam golongan polyene (strukturnya mirip dengan nistatin).
 Amfoterisin mempunyai spektrum aktivitas terhadap Aspergillus, B. dermatitidis,Candida, C. neoformans, C. immitis. H. capsulatum,Mucor, P. brasiliensis.
 Amfoterisin tidak larut dalam air, dan tidak diabsorpsidari saluran cerna.
 Amfoterisin diberikan secara iv lambat pada infeksi sistemik, intrateka untuk meningitis, iritasi vesika urinaria untuk sistitis.
 Amfoterisin juga dapat diberikan secara topikal.
 Farmakokinetik obat ini kompleks, >90% terikat pada protein plasma, serta beberapa fase distribusi dan eliminasi dengan waktu paruh 24-48 jam, dan waktu paruh terminalnya 15 hari.
 ABLC (amphotericin B lipid complex) adalah formula amfoterisin B non-liposomal yang digabungkan dengan 2 fosfolipid.Efek samping yang paling sering dan paling serius adalah toksisitas ginjal.
 Obat ini diindikasikan untuk infeksi jamur sistemik, meningitis karena jamur, dan ISK karena jamur.
 Amfoterisin B secara topikal juga efektif terhadap keratitis mitotik.
 Amfoterisin merupakan drug of choice untuk terapi sebagian besar infeksi jamur yang berat.
• Flusitosin (5-fluorositosin)
 Flusitosin adalah obat antimetabolit yang mengalami metabolism intrasel menjadi bentuk aktif, yang kemudian mengakibatkan inhibisi sintesis DNA.
 Flusitosin mempunyai spektrum aktivitas antijamur terhadap Candida, C. neoformans, Cladosporium, Phialophora.
 Flusitosin diberikan per oral dan diabsorpsi baik dari saluran cerna serta terdistribusi secara luas pada tubuh, dengan kadar LCS 70-85% dari kadar plasma.

(WORDPRESS)
http://www.bad.org.uk/shared/get-file.ashx?id=170&=document
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
https://farmakologi.files.wordpress.com/2008/10/infeksi-jamur.pdf
4. Herpes simpleks
B. Patogenesis dan gejala penyakit
B. Patogenesis dan Gejala Penyakit
• Patogenesis
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang dikeluarkan oleh seseorang dan bisa juga ditularkan melalui kontak personal erat. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus menembus permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka bersifat resisten), misalnya orofaring, serviks, konjungtiva atau melalui pori-pori kulit. 1-3 HSV-1 ditularkan terutama melalui kontak dengan saliva terinfeksi, sedangkan HSV-2 ditularkan secara seksual atau dari infeksi genital ibu ke bayinya.
HSV I ditransmisikan melalui sekresi oral,virus menyebar melalui droplet pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang terinfeksi. Ini sering terjadi selama berciuman, atau dengan memakan atau meminum dari perkakas yang terkontaminasi. HSV-I dapat menyebabkan herpes genitalis melalui transmisi selama seks oral-genital. Karena virus ditransmisikan melalui sekresi dari oral atau mukosa (kulit) genital, biasanya tempat infeksi pada laki-laki termasuk batang dan kepala penis, skrotum, paha bagian dalam, anus. Labia, vagina, serviks, anus, paha bagian dalam adalah tempat yang biasa pada wanita. Mulut juga dapat menjadi tempat infeksi untuk keduanya.
Penyebaran herpes genetalis atau Herpes Simpleks II dapat melalui kontak langsung antara seseorang yang tidak memiliki antigen terhadap HSV-II dengan seseorang yang terinfeksi HSV-II. Kontak dapat melalui membran mukosa atau kontak langsung kulit dengan lesi. Transmisi juga dapat terjadi dari seorang pasangan yang tidak memiliki luka yang tampak. Kontak tidak langsung dapat melalui alat-alat yang dipakai penderita karena HSV-II memiliki envelope sehingga dapat bertahan hidup sekitar 30 menit di luar sel.
Patogenesis ini juga dapat dibedakan berdasarkan 2 bagian :
1. Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau mukosa dan bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia sensoris dan terus bereplikasi.
2. Infeksi rekuren: pengaktifan kembali HSV oleh berbagai macam rangsangan (sinar UV, demam) sehingga menyebabkan gejala klinis.
• Gejala Penyakit
Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia.Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan Universitas Sumatera Utara 9 jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi. Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya .
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35232/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_253CME-Infeksi%20Virus%20Herpes%20Simpleks%20dan%20Komplikasinya.pdf
https://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/noviani-lestari-t-078114132.pdf
D. Penatalaksanaan penyakit
D. Penatalaksanaa Penyakit
Berdasar anamnesis dan gambaran klinis, diagnosis kasus ini adalah infeksi herpes simpleks oral rekuren dengan diagnosis banding stomatitis aftosa rekuren (SAR). Prinsip perawatan yang akan dijalankan adalah pemberian terapi kausatif, simtomatik, dan suportif. Pasien diterapi dengan acyclovir 200 mg 5x1 untuk 5 hari sebagai terapi kausatif, ekstrak aloe vera kumur untuk pemakaian 3x1 untuk 5 hari, Echinacea 250 mg tablet 1x1 untuk 10 hari, dan multivitamin yang mengandung vitamin E, vitamin C, asam folat, vitamin B1, vitamin B2, niasin, vitamin B6, vitamin B12, asam pantotenant, dan Zn, tablet 1x1 untuk 10 hari yang merupakan terapi simtomatif dan suportif. Dan dapat juga dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut :
1.Penatalaksanaan Nonfarmakologi
a) Edukasi kepada pasien mengenai perjalanan lami peyakit ini, termasuk informasi bahwa penyakit ini menimnulkan rekurensi
b) Pada herpes genital, edukasi pasien tentang pentingnya abstinensia ( pasien harus tidak melakukan hubungan seksual ketika msih ada les atau ada gejala prodromal )
c) Edukasi kepda pasien bahwa sebaiknya memberi informasi kepadda pasangan seksalnya bahwa ia menderita penyakit herpes simpleks
d) Edukasi kepada pasien bahwa trnamisi penyakit ini secara seksual dapat terjadi pada masa asimtomatik
e) Edukasi kepada pasien bahwa penggunaan kondom yang menutupi daerah yang terinfeksi apat menurunkan risiko trnsmisi

2.Penatalaksanaan Farmakologi
a) Asiklovir ( dosis 5 x 200 mg setiap hari selama 5 hari ) atau valasiklovir ( doss 2 x 500 mg setiap hari selama 7 – 10 hari )
b) Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi . aspirin sebaiknya di hindari karena dapat menyebabkan Reye’s Syndrome

Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua obat tersebut menghambat sintesis DNA virus. Oba-obat ini dapat menghambat perkembangbiakan herpesvirus. Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak jauh berbeda pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati. Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus adalah Asiklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer.


Penggunaan obat lain:
• Vidarabin
• Idoksuridin topical (untuk Herpes Simpleks pada selaput bening mata)
• Trifluridin
https://file:///C:/Users/W7/Downloads/345-668-1-SM.pdf
https://www.scribd.com/document/353166497/Penatalaksanaan-Herpes-Simpleks
https://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/noviani-lestari-t-078114132.pdf
2. Aspergilosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Masa tumbuh
Mayoritas spesies Aspergillus menunjukkan pertumbuhan in vitro cepat . Dibiakkan selama 7 hari pada agar Czapek menunjukkan koloni A. fumigatus, A. flavus, A. niger, A. terreus e A. nidulans dengan 45–60 mm, 55–65 mm, 40–62 mm, 30–48 mm dan 38–43 mm, masing-masing
Kemampuan Aspergillus untuk tumbuh di jaringan inang merupakan langkah penting dalam patogenesis. (Pasqualotto,2010)
Aspergillosis disebabkan oleh menghirup spora jamur Aspergillus, yang biasanya ada di lingkungan; spora berkecambah dan berkembang menjadi hifa, yang memasuki pembuluh darah dan, dengan penyakit invasif, menyebabkan nekrosis hemoragik dan infark.(MSD manual)

Gejala
Manifestasi alergi dari kisaran Aspergillus dalam keparahan dari asma ringan hingga alergi
aspergillosis bronkopulmonal yang ditandai oleh asma berat dengan mengi, demam,
malaise, penurunan berat badan, nyeri dada, dan batuk yang menghasilkan sputum yang berlumuran darah. (Dipiro, 2015)
Aspergillosis paru invasif akut biasanya menyebabkan batuk, se hemoptisis, nyeri dada pleuritik, dan sesak napas. Jika aspergillosis paru yang tidak diobati dan invasif dapat menyebabkan kegagalan pernafasan yang cepat, akhirnya fatal.
Aspergillosis paru kronis dapat bermanifestasi dengan gejala ringan dan lamban meskipun ada penyakit yang signifikan.
Aspergillosis invasif ekstrapulmoner dimulai dengan lesi kulit, sinusitis, atau radang paru-paru dan mungkin melibatkan hati, ginjal, otak, dan jaringan lain; sering berakibat fatal.
Aspergillosis dalam sinus dapat membentuk aspergilloma atau menyebabkan sinusitis jamur atau peradangan granulomatosa kronis dan lambat dengan demam, rhinitis, dan sakit kepala. Pasien mungkin mengalami nekrosis lesi kulit di atas hidung atau sinus, ulkus palatal atau gingiva, tanda-tanda trombosis sinus kavernosus, atau lesi paru.
Aspergilloma biasanya asimtomatik, meskipun dapat menyebabkan batuk ringan dan kadang-kadang hemoptisis ( MSD manuals)
https://www.msdmanuals.com/professional/infectious-diseases/fungi/aspergillosis
Dipiro, Joseph. Wells, Barbara. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. London:Mc Graw Hill
Pasqualotto, Alessandro C. 2010. Aspergillosis: From Diagnosis to Prevention. London : Springer Science+Business Media
A. Tinjauan umum penyakit
Definisi
Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan tiga spesies paling umum Aspergillus, bersifat patogenik yaitu A. fumigatus, A. flavus, dan A. niger. Aspergillosis umumnya didapat dengan menghirup konidia udara dan mencapai alveoli atau sinus paranasal. (DIpiro,2015)

Epidemiologi
Meskipun alergi terhadap Aspergillus, sebagaimana dimanifestasikan oleh reaksi tes kulit positif terhadap antigen Aspergillus, terdapat pada sekitar 25% penderita asma dan 50% pasien dengan CF, ABPA jauh lebih jarang. Dari survei dan registrasi ABPA, 0,25-0,8% penderita asma dan sekitar 7% pasien dengan CF diperkirakan memiliki ABPA.
Insiden ABPA di antara orang-orang dengan asma tampaknya lebih tinggi di Inggris daripada di Amerika Serikat. Infeksi ini terjadi pada berbagai usia. (Medscape)
Dipiro, Joseph. Wells, Barbara. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. London:Mc Graw Hill
https://emedicine.medscape.com/article/296052-overview#a2
1. Kandidiasis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Patogenesis:
Untuk sebagian besar pasien kandidiasis kronis berasal dari gaya hidup yang menyebabkan ketidakseimbangan bakteri Candida
dan meng-host interaksi sistem kekebalan. Sistem kekebalan yang terganggu
atau kurangnya bakteri yang ramah dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih Candida di usus atau vagina yang
menyebabkan gejala lokal dan gangguan fungsional pada organ lain .Bentuk ragi bulat jinak dari Candida menjadi invasif membentuk miselium. Namun, Candida dapat menyebabkan gangguan fungsional tanpa menyebabkan
infeksi lokal klasik, disebut dysbiosis atau "silent infection" dari usus
atau vagina. Dalam hal ini gejala-gejalanya adalah karena produk metabolik yang terserap
disebut mikotoksin yang diproduksi oleh Candida dan dikeluarkan ke dalam
aliran darah. Candida menghasilkan molekul tertentu yang mengganggu metabolisme sel manusia normal, seperti alkohol, asetaldehid, amonia dan asam urat.
Candida juga mengeksternalisasi enzim pencerna protein (proteinase) yang melisisinya
IgA sekretori mukosa dan imunoglobulin humoral, keratin dan kolagen
. Proteinase juga merusak mikrovili usus dan mengurangi enzim pencernaan mukosa yang menyebabkan gangguan pencernaan dan malabsorpsi. Kerusakan mukosa usus menyebabkan usus bocor (peningkatan permeabilitas dari usus) dengan peningkatan penyerapan puing-puing (besar tidak tercerna
partikel makanan, komponen bakteri dan ragi dan berbagai bahan kimia beracun)
dari usus dan dalam stimulasi sistem kekebalan tubuh (poliklonal T- dan
Aktivasi limfosit-B dan produksi kadar sitokin dan
efektor inflamasi lainnya) dapat menyebabkan beberapa inflamasi gangguan sistemik, alergi dan penyakit autoimun. Gliotoxin diproduksi oleh Candida menekan fungsi kekebalan tubuh manusia. Kombinasi kerusakan mukosa,
penghancuran IgA dan imunoglobulin humoral dan imunosupresi, memungkinkan infeksi kronis yang sedang berlangsung yang disebabkan oleh mikroba lain.

Gejala candidiasis pada mulut :
-bewarna putih, tambalan yang menyakitkan di dalam mulut
-Retak di sudut mulut (cheilitis)
-Lidah merah, menyakitkan, dan halus(menipis)
Gejala pada candidiasis vagina:
keluar lendir dan rasa gatal
Gejala candidiasis pada kandung kemih :
rasa kembung , frekuensi buang air kecil banyak dan rasa terbakar
http://www.doiserbia.nb.rs/img/doi/0352-4906/2009/0352-49060916267K.pdf
https://www.merckmanuals.com/home/infections/fungal-infections/candidiasis
A. Tinjauan umum penyakit

Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh beberapa jenis ragi (jamur) disebut Candida. Yang paling umum adalah Candida albicans.Jamur ini biasanya ada di kulit, di usus dan di vagina, tetapi tidak
menyebabkan penyakit. Namun, kadang-kadang dapat berkembang menjadi infeksi yang
menyebabkan bercak merah atau putih, gatal dan iritasi. Kandidiasis biasanya bukan infeksi yang berbahaya, tetapi pada beberapa orang dapat menyebar melalui aliran darah ke
bagian lain dari tubuh seperti katup jantung, limpa, ginjal dan mata. “Kandidiasis invasif” ini
adalah kondisi yang jauh lebih serius dan bisa berakibat fatal.
Ada lebih dari 20 spesies ragi Candida yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, yang paling umum adalah Candida albicans .
Candida biasanya berada di saluran usus dan dapat ditemukan pada membran mukosa dan kulit tanpa menyebabkan infeksi; Namun, pertumbuhan berlebih organisme ini dapat menyebabkan gejala berkembang. Gejala kandidiasis bervariasi tergantung pada area tubuh yang terinfeksi . Pembagian infeksi candidiasis yaitu Infeksi Candida pada mulut, tenggorokan, dan esofagus ;Kandidiasis vagina ;Kandidiasis invasif .
https://www.cdc.gov/fungal/diseases/candidiasis/index.html
http://www.pfizer.ca/sites/g/files/g10017036/f/201410/Fungal_Infection_Candidiasis.pdf
3. Mikosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
a) Patogenesis
Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu:
• Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi keradangan (silent “carrier”).
• Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah / tempat tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.
• Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang.
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang. Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon pejamu.
Dermatofita mempunyai banyak enzim (keratinoliyik, protease, lipase, dll.) sebagai faktor virulensi untuk melekat dan menginvasi lapisan kulit, kuku, dan rambut dan dermatofita menggunakan keratin sebagai sumber nutrisi. Akibat degradasi keratin dan pelepasan mediator proinflamasi, akan terjadi respon inflamasi pada host. Dermatofita menempel pada permukaan keratin dengan arthroconidia. Setelah beberapa jam, spora mulai bergerminasi untuk mempersiapkan langkah selanjutnya dalam menginvasi. Elemen fungi yang bergerminasi tersebut mensekresikan protease, lipase, dan ceramidase tertentu. Dermatofita akan melawan respon host seperti asam lemak fungistatik, proliferasi epidermal, dan sekresi mediator inflamasi hingga cell mediated – immunity. Mekanisme pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi invasi tersebbut adalah keratinosit. Keratinosit mensekresikan peptida antimikroba, seperti: human β defensin – 2, dan sitokin inflamasi seperti IFN – α, TNFα, IL - 1β, 8, 16, dan 17 yang mengaktifkan sistem imun. Tingkat pertahanan tubuh selanjutnya ialah cell – mediated immunity yang menghasilkan hipersensitivitas tipe delayed terhadap fungi yang menginvasi.
b. gejala
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal bila,berkeringat. Bisa pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh karena malu oleh adanya bercak tersebut. Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada orang yang berkulit pucat maka lesi bisa berwarna kecoklatan ataupun kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik halus
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/BIKKK_vol%2020%20no%203_des%202008_Acc_3.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56179/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf
D. Penatalaksanaan penyakit
a) Non farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi dan pencegahan kekambuhan penyakit sangat penting, seperti mengurangi faktor predisposisi, seperti menggunakan pakaian yang menyerap keringat, mengeringkan tubuh setelah mandi atau berkeringat, dan membersihkan pakaian yang terkontaminasi
b) Farmakologi
a. Griseovulfin: pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian griseovulvin. Obat ini bersifat fungistatik. Secara umum griseovulfin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10 – 25 mg per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis di lanjutkan 2 minggu agar tidak residif.
b. Butenafine adalah salah satu antijamur topikal terbaru diperkenalkan dalam pengobatan tinea kruris dalam dua minggu pengobatan dimana angka kesembuhan sekitar 70%.
c. Flukonazol (150 mg sekali seminggu) selama 4-6 minggu terbukti efektif dalam pengelolaan tinea kruris dan tinea corporis karena 74% dari pasien mendapatkan kesembuhan.
d. Itrakonazol dapat diberikan sebagai dosis 400 mg / hari diberikan sebagai dua dosis harian 200 mg untuk satu minggu.
e. Terbinafine 250 mg / hari telah digunakan dalam konteks ini klinis dengan rejimen umumnya 2-4 minggu.
f. Itrakonazol diberikan 200 mg / hari selama 1 minggu dianjurkan, meskipun rejimen 100 mg / hari selama 2 minggu juga telah dilaporkan efektif.
g. Ketokonazol Obat ini bersifat fungistatik. Pada kasus resisten terhadap griseovulfin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan
Infeksi dermatofita dengan krim topikal antifungal hingga kulit bersih (biasanya membutuhkan 3 sampai 4 minggu pengobatan dengan azoles dan 1 sampai 2 minggu dengan krimn terbinafine) dan tambahan 1 minggu hingga secara klinis kulit bersih. Pengobatan sistemik tidak lagi tersedia di Kana dan telah digantikan dengan imidazole (ketoconazole), triazoles (itraconazole dan fluconazole) dan allinamin (terbinafine merupakan satu-satunya allinamine yang tersedia di Kanada). Terapi ketokonazole diberikan 200mg perhari dan mikonazol topikal 2 kali sehari. Selama terapi 10 hari, gambaran klinis memperlihatkan makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi. Pemeriksaan ulang KOH 10% dapat tidak ditemukan kembali.
http://digilib.unila.ac.id/6648/19/BAB%20II.pdf
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
A.DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis.


B.KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut:
1. Kandidosis selaput lendir :
a. Kandidosis oral (thrush)
b. Perleche
c. Vulvovaginitis
d. Balanitis atau balanopostitis
e. Kandidosis mukokutan kronik
f. Kandidosis bronkopulmonar dan paru
2. Kandidosis kutis :
a. Lokalisata : 1). daerah intertriginosa.
2). daerah perianal
b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidiasis kutis granulomatosa.
3. Kandidosis sistemik :
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia
4. Reaksi id (kandidid)


C.EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air.
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://medical-kesehatan.blogspot.com/2009/09/kandidiasis.html%3Fm%3D1&ved=2ahUKEwjw3qPUz4TbAhWHuI8KHfDODhkQFjACegQICBAB&usg=AOvVaw3_Qzivg9a8OjUybHDy0k_Y
Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Pp:103-6
Siregar, R.S. Atlas Berwana Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2004. Pp: 279-280.
D. Penatalaksanaan penyakit
Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain :
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi,
2. TOPIKAL
Obat topical untuk kandidiasis meliputi:
a. Larutan ungu gentian ½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari,
b. Nistatin: berupa krim, salap, emulsi,
c. Amfoterisin B,
d. Grup azol antara lain:
1) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
2) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
3) Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
4) Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
5) Antimikotik yang lain yang berspektrum luas. 1,10
3. SISTEMIK
a. Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus.
b. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
c. Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
d. Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x 100 mg sehari selama 3 hari.
4. KHUSUS:
1. Kandidiasis intertriginosa : pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit tetap kering dengan penambahan bedak nistatin topikal, klotrimazol atau mikonazol 2 kali sehari. Pasien dengan infeksi yang luas ditambahkan dengan flukonazol oral 100 mg selama 1-2 minggu atau itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.
2. Diaper disease : Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas dan lembab. Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan selalu menggunakan bedak bayi atau pasta zinc oxide merupakan tindakan pencegahan yang adekuat. Terapi topikal yang efektif yaitu dengan nistatin, amfoterisin B, mikonazol atau klotrimazol.
3. Paronikia : pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif tetapi dapat dicoba untuk paronikia kandida yang kronis. Solusio kering atau solusio antifungi dapat digunakan.Terapi oral yang dianjurkan dengan itrakonazol atau terbinafin.
Lies Marlysa Ramali, Sri Wardani. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam: Dermatomikosis superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2005 ; 55-66
Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Pp:103-6
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://medical-kesehatan.blogspot.com/2009/09/kandidiasis.html%3Fm%3D1&ved=2ahUKEwjw3qPUz4TbAhWHuI8KHfDODhkQFjACegQICBAB&usg=AOvVaw3_Qzivg9a8OjUybHDy0k_Y
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
kandidiasis pada kulit dan bentuk lain dari kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh ragi Candida albicans atau spesies Candida lainnya. Ragi adalah jamur uniseluler yang biasanya bereproduksi dengan tunas. C albicans, adalah agen infeksi utama pada infeksi manusia, adalah ragi oval dengan diameter 2-6 Hm. C albicans (serta sebagian besar jamur yang signifikan secara medis) memiliki kemampuan untuk hidup dalam bentuk hifa dan ragi (disebut dimorfisme). Jika sel terjepit tidak terpisah, rantai sel diproduksi dan disebut pseudohyphae. Infeksi superfisial pada kulit dan selaput lendir adalah jenis infeksi kandidium yang paling umum pada kulit. Jenis infeksi kulit kandida yang umum termasuk intertrigo, dermatitis popok, erosio interdigitalis blastomycetica, dermatitis perianal, dan balanitis kandida. Pada sub-populasi tertentu, infeksi pencahar pada kulit mengalami peningkatan prevalensi dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena meningkatnya jumlah pasien yang mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh (immunocompromised).

Esophagitis, septikemia, endokarditis, peritonitis, dan infeksi saluran kemih lebih jarang terjadi pada kandidiasis. Walaupun C albicans adalah penyebab paling umum dari infeksi manusia, genus dari Candida mencakup lebih dari 150 spesies. Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida guilliermondi, Candida krusei, Candida kefyr, Candida zeylanoides, dan Candida glabrata



Candida ragi biasanya hidup di kulit dan selaput lendir tanpa menyebabkan infeksi, bagaimanapun, pertumbuhan berlebih dari organisme ini dapat menyebabkan timbulnya gejala. Gejala kandidiasis bervariasi tergantung pada area tubuh yang terinfeksi. Kandidiasis yang berkembang di mulut atau tenggorokan disebut "sariawan" atau kandidiasis orofaringeal. Kandidiasis di vagina sering disebut sebagai "infeksi ragi." Kandidiasis invasif terjadi ketika spesies Candida memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
https://emedicine.medscape.com/article/1090632-overview#a4
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMHT0024526/
C. Tinjauan farmakologis
Kandidiasis kulit: Sebagian besar infeksi kandidiasis pada kulit dapat diobati dengan sejumlah agen antijamur topikal (misalnya, klotrimazol, ekonazol, ciclopirox, miconazole, ketoconazole, nystatin). Jika infeksinya adalah paronychia, aspek yang paling penting dari terapi adalah drainase abses, diikuti oleh terapi antijamur oral dengan flukonazol atau itrakonazol. Dalam kasus infeksi kulit yang luas, infeksi pada pasien immunocompromised, folikulitis, atau onikomikosis, terapi antijamur sistemik dianjurkan. Untuk onikomikosis Candida, itraconazole oral (Sporanox) paling berkhasiat. Dua rejimen pengobatan tersedia: dosis harian itrakonazol selama 3-6 bulan atau rejimen dosis pulsed yang membutuhkan dosis harian yang sedikit lebih tinggi selama 7 hari, diikuti dengan 3 minggu pemberian obat. Siklus ini diulang setiap bulan selama 3-6 bulan.

kandidiasis gastrointestinal:
o Kandidiasis orofaringeal
Kandidiasis orofaringeal OPC dapat diobati dengan antijamur topikal (misalnya, nistatin, clotrimazole, amphotericin B oral suspension) atau azole oral sistemik (flukonazol, itrakonazol, atau posakonazol). Infeksi pada pasien HIV-positif cenderung merespon lebih lambat dan, pada sekitar 60% pasien, kambuh dalam 6 bulan sejak periode awal. Sekitar 3% -5% pasien dengan infeksi HIV lanjut (jumlah CD4 50 / HL) dapat mengembangkan OPC refrakter. Dalam situasi ini, selain mencoba koreksi disfungsi kekebalan dengan ART, dosis flukonazol yang lebih tinggi (hingga 800 mg / hari) atau itrakonazol (hingga 600 mg / hari) dapat dicoba. Suspensi Posaconazole 400 mg secara oral dua kali per hari juga menghasilkan hasil yang sangat baik pada pasien tersebut. Selain itu, caspofungin 50 mg / d IV dan anidulafungin 100 mg / d IV juga telah menghasilkan kemanjuran yang sangat baik. Amfoterisin B jarang diperlukan untuk mengobati kasus-kasus seperti itu, tetapi, ketika digunakan, dosis rendah amfoterisin B dapat digunakan (0,3-0,7 mg / kg) dan telah terbukti efektif.
Candida esophagitis membutuhkan terapi antijamur sistemik dengan flukonazol selama 14-21 hari. Terapi parenteral dengan flukonazol mungkin diperlukan pada pasien yang awalnya tidak bisa menggunakan obat oral.
Kandidiasis saluran genitourinary . kandidiasis Vulvovaginal (VVC) dapat diobati dengan agen antijamur topikal atau bisa juga dengan dosis tunggal flukonazol oral.
Kandidiasis ginjal: Studi komparatif terbaru menunjukkan bahwa flukonazol pada 400 mg / hari secara intravena atau oral selama minimal 2 minggu sama efektifnya dengan amfoterisin B tanpa toksisitas yang biasanya terkait dengan amfoterisin B. Untuk amfoterisin B, dosis harian 0,5-0,7 mg / kg intravena untuk dosis total 1-2 g diberikan dalam periode 4-6 minggu
Candidemia: Rekomendasi saat ini tergantung pada ada tidaknya neutropenia.
Regimen antijamur alternatif
o rejimen alternatif dapat dipertimbangkan pada pasien yang intoleran terhadap rejimen pengobatan antijamur. Kombinasi amphotericin B dan flucytosine direkomendasikan dalam beberapa situasi khusus. Misalnya, kombinasi ini telah digunakan pada pasien immunocompromised dengan endophthalmitis, meningitis, atau osteomyelitis. Flusitosin tampaknya berinteraksi secara sinergis dengan amfoterisin B pada hewan.
https://emedicine.medscape.com/article/213853-treatment#d7
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
A. Pengertian Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus Candida. Ada lebih dari 20 spesies jamur Candida yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, yang paling umum adalah Candida albicans.

Jamur candida biasanya hidup di kulit dan selaput lendir tanpa menyebabkan infeksi; Namun, pertumbuhan berlebih organisme ini dapat menyebabkan gejala berkembang. Gejala kandidiasis bervariasi tergantung pada area tubuh yang terinfeksi.

Kandidiasis invasif terjadi ketika spesies Candida memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

Jenis kandidiasis meliputi:

- Sariawan
Sariawan adalah nama umum untuk infeksi mulut yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Ini mempengaruhi permukaan lembab di sekitar bibir, di dalam pipi, dan di lidah dan langit-langit. Sariawan ini umum terjadi pada orang dengan penyakit seperti kanker dan AIDS, yang keduanya menekan sistem kekebalan tubuh. Sariawan dapat berkembang pada orang dengan sistem kekebalan normal, juga, terutama pada penderita diabetes atau iritasi jangka panjang dari gigi palsu.

- Esophagitis
Infeksi Candida pada mulut dapat menyebar ke esofagus, menyebabkan esophagitis. Infeksi ini paling sering terjadi pada orang dengan AIDS dan orang yang menerima kemoterapi untuk kanker.

- Kandidiasis kulit
Candida dapat menyebabkan infeksi kulit, termasuk ruam popok, di daerah kulit yang menerima sedikit ventilasi dan sangat lembab. Beberapa situs umum termasuk area popok; tangan orang-orang yang secara rutin memakai sarung tangan karet; pinggiran kulit di bagian bawah kuku, terutama untuk tangan yang terkena kelembapan; daerah sekitar selangkangan dan di lipatan bokong; dan lipatan kulit di bawah payudara besar.

-Infeksi jamur vagina
Infeksi jamur vagina biasanya tidak ditularkan secara seksual. Selama masa hidup, 75% dari semua wanita cenderung memiliki setidaknya satu infeksi vagina Candida, dan hingga 45% memiliki 2 atau lebih. Wanita mungkin lebih rentan terhadap infeksi ragi vagina jika mereka hamil atau menderita diabetes. Penggunaan antibiotik atau pil KB dapat meningkatkan infeksi ragi. Sehingga bisa sering douching.

- Kandidiasis dalam (misalnya, sepsis candida)
Pada kandidiasis dalam, Candidafungi mencemari aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, menyebabkan infeksi berat. Ini terutama umum pada bayi baru lahir dengan berat lahir yang sangat rendah dan pada orang dengan sistem kekebalan yang sangat lemah atau masalah medis yang berat. Pada orang-orang ini, jamur Candida dapat masuk ke aliran darah melalui kateter kulit, situs trakeostomi, tabung ventilasi, atau luka bedah. Kandidiasis dalam juga dapat terjadi pada orang sehat jika jamur Candida masuk ke darah melalui penyalahgunaan obat intravena, luka bakar yang parah atau luka yang disebabkan oleh trauma.

2. Epidemiologi
Peningkatan infeksi karena Candida selama dekade terakhir sangat signifikan. Hal ini terutama berlaku untuk pasien rawat inap di mana tingkat infeksi aliran darah karena Candida spp. telah meningkat hampir 500% selama dekade 1980-an. Peningkatan ini disertai dengan kematian berlebih yang signifikan dan waktu tinggal yang lama di rumah sakit. Hal ini berlanjut pada tahun 1990-an di mana di AS Candida spp. tetap merupakan patogen aliran darah keempat yang paling umum, terhitung 8% dari semua infeksi aliran darah yang diperoleh di rumah sakit. Khususnya, lebih dari sepertiga dari infeksi aliran darah candida disebabkan oleh spesies selain C. albicans. Mayoritas infeksi ini berasal dari fokus kolonisasi endogen; Namun, dokumentasi transmisi nosokomial atau 'crossinfection' dan pengakuan resistensi terhadap agen antijamur menimbulkan masalah baru dan signifikan. Studi terbaru menunjukkan bahwa Candida dapat diisolasi 15-54% dari pekerja perawatan kesehatan dalam pengaturan unit perawatan intensif. Studi-studi ini difasilitasi oleh penyelidikan molekuler dan penyelidikan epidemiologi yang cermat dan menunjukkan bahwa infeksi silang merupakan fitur yang penting dan dapat dicegah dari infeksi aliran darah kandidi. Kedua sumber infeksi endogen dan eksogen sekarang terdokumentasi dengan baik dan informasi semacam itu harus membantu tindakan langsung untuk mencegah infeksi pada individu berisiko tinggi.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMHT0024526/
https://www.journalofhospitalinfection.com/article/0195-6701(95)90036-5/pdf
https://www.drugs.com/health-guide/candidiasis.html
B. Patogenesis dan gejala penyakit
A. Patogenesis
Infeksi Candida pada kulit dan situs mukosa superfisial adalah hasil dari interaksi antara virulensi jamur dan pertahanan inangnya. Proliferasi epidermal dan respons imun T-limfosit diekspresikan oleh inang untuk memerangi invasi jamur, tetapi respon inflamasi dan inhibitor nonspesifik juga mungkin memainkan peran. Candida albicans dapat mengekspresikan setidaknya tiga jenis molekul adhesi permukaan untuk mengkolonisasi permukaan epitel, ditambah enzim aspartil proteinase yang dapat memfasilitasi penetrasi awal sel keratin. Penetrasi yang lebih dalam dari epitel keratin dibantu oleh pembentukan hifa, dan C. albicans hifa dapat menggunakan penginderaan kontak (thigmotropism) sebagai mekanisme panduan.
Patogenesis membutuhkan ekspresi diferensial faktor virulensi pada setiap tahap baru dari proses: kecenderungan untuk perubahan cepat dari fenotipe yang diekspresikan pada C. albicans karena itu dapat menjadi faktor yang signifikan dalam membangun potensi patogenik yang relatif tinggi dari spesies ini.

B. Gejala
Infeksi Candida dapat menyebabkan gejala sesekali pada orang yang sehat. Jika sistem kekebalan seseorang dilemahkan oleh penyakit (terutama AIDS atau diabetes), malnutrisi, atau obat-obatan tertentu (kortikosteroid atau obat antikanker), jamur Candida dapat menyebabkan gejala lebih sering. Kandidiasis dapat mempengaruhi banyak bagian tubuh, menyebabkan infeksi lokal atau penyakit yang lebih besar, tergantung pada orang dan kesehatannya secara umum.

Gejala-gejala pada kandidiasis yaitu :
- Sariawan
Sariawan menyebabkan bercak-bercak seperti putih di dalam mulut, terutama di lidah dan langit-langit dan di sekitar bibir. Jika Anda mencoba mengikis permukaan keputihan ini, Anda biasanya akan menemukan area merah yang meradang, yang mungkin sedikit berdarah. Mungkin ada area kulit yang pecah, merah, lembab di sudut mulut. Kadang-kadang patch thrush menyakitkan, tetapi seringkali tidak.

- Esophagitis
Candida esophagitis dapat membuat menelan sulit atau menyakitkan, dan dapat menyebabkan nyeri dada di belakang tulang dada (sternum).

- Kandidiasis kulit
Kandidiasis kulit menyebabkan bercak-bercak merah, lembab, kulit menangis, kadang-kadang dengan pustula kecil di dekatnya.

- Infeksi jamur vagina
Infeksi jamur vagina dapat menyebabkan gejala berikut: gatal dan / atau nyeri vagina; keputihan yang tebal dengan tekstur seperti keju lunak atau keju cottage; ketidaknyamanan yang membara di sekitar lubang vagina, terutama jika urine menyentuh area tersebut; dan rasa sakit atau ketidaknyamanan selama hubungan seksual.

- Kandidiasis dalam
Bila Candida menyebar ke aliran darah, dapat menyebabkan berbagai gejala, dari demam yang tidak dapat dijelaskan hingga syok dan kegagalan organ multipel.
https://www.jaad.org/article/S0190-9622(08)81257-1/pdf
https://www.drugs.com/health-guide/candidiasis.html
4. Herpes simpleks
A. Tinjauan umum penyakit
Virus herpes simpleks (HSV) adalah infeksi yang menyebabkan herpes. Herpes dapat timbul di beberaoa bagian tubuh, biasanya pada alat kelamin atau pada mulut. Terdapat 2 macam HSV, yaitu:
1. HSV-1: disebut juga dengan herpes oral, virus ini dapat menyebabkan luka yang terasa dingin dan bagian mulut dan wajah terasa melepuh.
2. HSV-2 : virus tipe ini menyebabkan terjadinya herpes pada alat kelamin

Herpes pada alat kelamin biasa terjadi di US. Pada US, 1 dari 6 orang pada umur 14-49 tahun mengalami herpes pada alat kelaminnya. Herpes akibat HSV-2 ini lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.
http://healthline.com
Genital Herpes - CDC Fact Sheet
C. Tinjauan farmakologis
Dalam pengobatan Herpes Simpleks pada alat kelamin, obat yang diberikan rata-rata sama, yaitu Acyclovir, Valacyclovir dan Famciclovir. Perbedaan pengobatannya terdapat pada regimen dosisnya berdasarkan sudah berapa kali pengobatan diberikan (terapi pertama, terapi lanjutan, atau terapi supresif) maupun ada atau tidaknya pasien terinfeksi dengan HIV.
1. Acyclovir:
a. Efek utama : untuk mengurangi risiko perkembangan dan penyebaran virus ke bagian tubuh lain, serta meminimalisir kemungkinan virus kembali menginfeksi di masa mendatang
b. mekanisme kerja : mengghambat DNA polimerase untuk melakukan replikasi DNA melalui penghentian rantai
c. efek samping : malaise, mual, muntah, pusing, diarea
2. Famicolovir
a. Efek utama : untuk mengurangi risiko perkembangan dan penyebaran virus ke bagian tubuh lain, serta meminimalisir kemungkinan virus kembali menginfeksi di masa mendatang
b. Mekanisme kerja : menghambat DNA polymerase HSV-2 dengan berkompetisi dengan deoxyguanosine triphosphate menghambat sintesis DNA virus herpes dan replikasi virus
c. Efek samping : pusing, mual, muntah, konstipasi, lemah, anoreksia, dan sakit pada bagian perut
3. Valacyclovir
a. Efek utama: untuk mengurangi risiko perkembangan dan penyebaran virus ke bagian tubuh lain, serta meminimalisir kemungkinan virus kembali menginfeksi di masa mendatang
b. Mekanisme kerja : berkompetisi dengan deoxyguanosine triphosphate menghambat sintesis DNA dan replikasi virus
c. Efek samping : sakit kepala, neutropenia, mual, muntah, takikardia, hipertensi
CDC STD Prevention
Medscape
3. Mikosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
PATOGENESIS
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana
perubahan dari i saprofit menjadi patogen belum diketahui.
Organisme ini merupakan "lipid dependent yeast". Timbulnya penyakit ini juga
dipengaruhi oleh faktor hormonal, ras, matahari,peradangan kulit dan efek primer
pytorosporum terhadap melanosit.

Mikosis kutan disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis
yang terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih dalam.
Bentuk yang paling penting adalah dermatofita, suatu kelompok jamur serumpun
yang diklasifikasika menjadi 3 genus Epidennophyton, Microsporum danTrychopyton.
Pada jaringan keratin yang tidak hidup, bentuk-bentuk ini adalah bila dan
artrokonidia

Biasanya penyakit ini dapat timbul karena adanya kontak langsung dari orang yang
sudah terkena infeksi.
GAMBARAN KLINIS
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal bila,berkeringat. Bisa
pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh karena malu oleh
adanya bercak tersebut.
Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi,
tetapi pada orang yang berkulit pucat maka lesi bisa berwarna kecoklatan ataupun
kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik halus.

Gejala objektif ini selalu disertai dengan perasaan gatal, bila kulit yang gatal ini
digaruk maka papel-papel atau vesikel-vesikel akan pecah sehingga menimbulkan
daerah yang erosit dan bila mengering jadi krusta dan skuama. Kadang-kadang
bentuknya menyerupai dermatitis (ekzema marginatum) , tetapi kadang-kadang
hanya berupa makula yang berpigmentasi saja (Tinea korporis) dan bila ada infeksi
sekunder menyerupai gejala-gejala pioderma (impetigenisasi).

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=14&ved=0ahUKEwiMm92j0oTbAhVKUrwKHX1wDPcQFgh2MA0&url=http%3A%2F%2Flibrary.usu.ac.id%2Fdownload%2Fe-book%2FMansur%2520Amirsyam%2520Nasution.pdf&usg=AOvVaw3HiGXkZ4Wwa4j4CGRjHgMW
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=14&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjMjZaHyoTbAhWKVbwKHUsVBHQ4ChAWCDkwAw&url=https%3A%2F%2Ffkuwks2012c.files.wordpress.com%2F2015%2F03%2F12-mikosis-mikosis-superfisialis.pdf&usg=AOvVaw0Cz1bSs6cPkBzPmvgeA7xg
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=14&ved=0ahUKEwiMm92j0oTbAhVKUrwKHX1wDPcQFgh2MA0&url=http%3A%2F%2Flibrary.usu.ac.id%2Fdownload%2Fe-book%2FMansur%2520Amirsyam%2520Nasution.pdf&usg=AOvVaw3HiGXkZ4Wwa4j4CGRjHgMW
A. Tinjauan umum penyakit
Mikosis kutan disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis
yang terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih dalam.
Bentuk yang paling penting adalah dermatofita, suatu kelompok jamur serumpun
yang diklasifikasika menjadi 3 genus Epidennophyton, Microsporum danTrychopyton.
Pada jaringan keratin yang tidak hidup, bentuk-bentuk ini adalah bila dan
artrokonidia.

Infeksi jamur diperkirakan menyerang 20-25% populasi dunia. Infeksi jamur pada kulit, rambut, dan kuku adalah masalah infeksi yang umum ditemui sehari-hari. Infeksi jamur sering disebut mikosis, dapat dibagi menjadi mikosis superfisialis, mikosis subkutan dan mikosis sistemik.1

Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi.1 Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah dermatofitosis, pitiriasis versikolor, dan kandidiasis superfisialis.1–4 Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum epidermis, rambut, dan kuku. Penyebab dermatofitosis adalah spesies dari Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.1–4 Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamur superfisial kronis pada kulit yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare.3,4 Kandidiasis superfisialis merupakan infeksi primer dan sekunder pada kulit dan mukosa dari genus Candida, terutama karena spesies Candida albicans. Kandidiasis superfisialis yang sering dijumpai yaitu mengenai lipatan-lipatan kulit seperti inguinal, aksila, lipatan di bawah dada (kandidiasis intertriginosa), daerah popok/diaper, paronikia, onikomikosis, dan mengenai mukosa (kandidiasis oral, vaginitis, balanitis).3–5
Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat.4,5


Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat.4,5
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21 No. 1 April 2009
Di Indonesia angka yang tepat teratasi, insidensi mikosis superfisialis belum ada.5 Insidensi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia tahun 1998 bervariasi.5
Penelitian retrospektif ini kami buat untuk mengetahui gambaran mikosis superfisialis di URJ (Unit Rawat Jalan) Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo tahun 2003 sampai dengan 2005.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran umum mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2003–2005
(3 tahun), yang meliputi: kasus baru, distribusi jenis penyakit, distribusi umur penderita, distribusi kelamin penderita, distribusi waktu, distribusi geografis, gambaran penegakan diagnosis.
Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melihat catatan medik kasus mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode 1 Januari 2003–31 Desember 2005.

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjO1bjQ0YTbAhUCxrwKHTcCCZIQFggnMAA&url=http%3A%2F%2Fjournal.unair.ac.id%2FfilerPDF%2Fmikosis%2520superfisialis%2520vol%252021%2520no%25201.pdf&usg=AOvVaw1bpQoPv_CzSs1LzaeH5T91
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=14&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjMjZaHyoTbAhWKVbwKHUsVBHQ4ChAWCDkwAw&url=https%3A%2F%2Ffkuwks2012c.files.wordpress.com%2F2015%2F03%2F12-mikosis-mikosis-superfisialis.pdf&usg=AOvVaw0Cz1bSs6cPkBzPmvgeA7xg
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiMm92j0oTbAhVKUrwKHX1wDPcQFghIMAM&url=https%3A%2F%2Fe-journal.unair.ac.id%2FBIKK%2Farticle%2Fdownload%2F3465%2F2438&usg=AOvVaw2P-llnmInGgoPVskcOyzJ-
4. Herpes simpleks
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Patogenesis

Penularan infeksi virus herpes simpleks (HSV) tergantung pada kontak pribadi yang intim dari individu seronegatif yang rentan dengan seseorang yang mengekskresikan HSV. Virus harus bersentuhan dengan permukaan mukosa atau kulit yang mengalami abrasi untuk infeksi yang akan diinisiasi. Dengan replikasi virus di tempat infeksi primer, baik virion utuh atau, lebih sederhana, kapsid diangkut retrograde oleh neuron ke ganglia akar dorsal di mana, setelah putaran lain replikasi virus, latensi terbentuk. Semakin parah infeksi primer, sebagaimana tercermin oleh ukuran, jumlah, dan lesi, semakin besar kemungkinan bahwa rekurensi akan terjadi. Meskipun replikasi kadang-kadang menyebabkan penyakit dan, jarang, menghasilkan infeksi yang mengancam jiwa (misalnya, ensefalitis), interaksi host-virus yang menyebabkan latensi mendominasi. Setelah latensi terbentuk, stimulus yang tepat menyebabkan reaktivasi; virus menjadi jelas di situs mukokutan, muncul sebagai vesikel kulit atau ulkus mukosa.

A. Primer Infeksi dan Infeksi berulang.
Infeksi dengan HSV-1 umumnya terjadi di mukosa orofaringeal. Ganglion trigeminal menjadi terjajah dan menyimpan virus laten. Namun, telah semakin umum untuk mendeteksi bukti HSV-1 di saluran genital, biasanya akibat dari seks oral-genital. Ketika terjadi demikian, rekurensi HSV-1 di saluran genital jarang terjadi. Akuisisi infeksi HSV-2 biasanya merupakan konsekuensi penularan melalui kontak genital. Virus bereplikasi di situs kelamin genital, perigenital atau anal dengan pembenihan pada ganglia sakral. Seperti halnya kemampuan HSV-1 untuk menginfeksi saluran genital, HSV-2 dapat menginfeksi mulut. Kekambuhan di situs ini jarang terjadi.
B. Latency
HSV mampu melarikan diri dari respon imun dan menetap tanpa batas dalam keadaan laten di jaringan tertentu. Teknik yang tepat mengungkapkan virus pada 50% ganglia trigeminal manusia normal dan, pada tingkat yang lebih rendah, di ganglia serviks, sakrum dan vagal. Ini terlepas dari riwayat herpesnya. Mekanisme yang tepat dari latensi virus tidak diketahui, mungkin juga;
1. latensi yang benar - virus tersebut tidak bereplikasi dan dipertahankan di dalam sel baik integrasi ke dalam kromosom seluler atau dalam bentuk episomal.
2. persistensi virus - ini paling baik digambarkan sebagai latensi dinamis, di mana ada infeksi virus produktif tingkat rendah yang dikontrol ketat yang tidak mengarah ke lisis sel.
C. Reaktivasi - Sudah diketahui bahwa banyak pemicu dapat memicu kekambuhan. Ini termasuk;
(1) Stres - fisik atau psikologis
(2) Infeksi pneumokokus
(3) infeksi meningokokus
(4) demam
(5) iradiasi, termasuk sinar matahari
(6) menstruasi
(7) lainnya
Mekanisme reaktivasi masih belum pasti, sumber virus berada dalam ganglion kraniospinal yang bertanggung jawab untuk persarafan lokasi rekurensi. Beberapa model reaktivasi diusulkan yang bergantung pada teori latensi statis dan dinamis.

Tempat infeksi dan penyakit HSV
Definisi operasi dari sifat infeksi adalah relevansi patogenik. Individu yang rentan (yaitu, mereka tanpa antibodi HSV yang sudah ada) mengembangkan infeksi primer setelah paparan pertama baik HSV-1 atau HSV-2. Kekambuhan HSV dikenal sebagai "infeksi berulang." Infeksi awal adalah ketika seseorang dengan antibodi yang sudah ada untuk satu jenis HSV (yaitu, HSV-1 atau HSV-2) dapat mengalami infeksi pertama dengan jenis virus yang berlawanan ( yaitu, HSV-2 atau HSV-1, masing-masing). Infeksi primer telah, baru-baru ini, telah diberi label penyakit episode pertama karena beberapa individu hadir dengan apa yang tampaknya menjadi infeksi primer yang parah secara klinis tetapi memiliki antibodi yang sudah ada untuk jenis penyebab. Pengamatan ini menunjukkan bahwa individu mungkin memiliki infeksi laten mapan sebelum episode pertama penyakit yang terbukti secara klinis terjadi.
Reinfeksi dengan strain HSV yang berbeda dapat terjadi, meskipun sangat jarang pada inang normal dan disebut reinfeksi eksogen. Pembelahan DNA dari isolat HSV oleh enzim restriksi endonuklease menghasilkan pola karakteristik produk subgenomik. Analisis berbagai isolat HSV-1 dan HSV-2 dari berbagai situasi klinis dan area geografis yang sangat berbeda menunjukkan bahwa strain epidemiologi yang tidak terkait menghasilkan pola fragmen DNA HSV yang berbeda. Sebaliknya, fragmen DNA HSV yang berasal dari individu yang sama yang diperoleh bertahun-tahun terpisah, dari mitra seksual monogami, atau mengikuti bagian pendek dan panjang in vitro, memiliki fragmen identik setelah restriksi endonuklease pembelahan. Memanfaatkan teknologi endonuklease, reinfeksi eksogen sangat rendah di host kompeten imun.


GEJALA
Sebagian besar individu yang memiliki bukti serologis sebelumnya infeksi dengan HSV-1 dan / atau HSV-2 tidak mengenali bahwa mereka telah terinfeksi. Oleh karena itu, sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala atau terkait dengan tanda dan gejala yang tidak spesifik. Namun, ketika gejala memang terjadi, mereka cenderung lebih parah dengan primer dibandingkan dengan infeksi berulang. Juga, apakah disertai dengan gejala atau tidak, ekskresi virus selama infeksi primer lebih lama daripada shedding selama infeksi ;berulang.
Gejala herpes pada genital juga terjadi
Mati rasa, kesemutan, atau terbakar di daerah genital Sensasi terbakar saat buang air kecil atau bersenggama, Kencing yang menyakitkan, kesulitan buang air kecil, atau sering buang air kecil, Lepuh berair di area genital
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK47449/
http://virology-online.com/viruses/HSV2.htm
https://www.webmd.com/genital-herpes/understanding-genital-herpes-symptoms
C. Tinjauan farmakologis
TINJAUAN FARMAKOLOGIS
Antivirus
Ringkasan Kelas
Nukleosida analog terfosforilasi pada awalnya oleh virus timidin kinase untuk akhirnya membentuk trifosfat nukleosida. Molekul-molekul ini menghambat virus herpes simpleks (HSV) polimerase dengan 30-50 kali potensi polimerase alfa-DNA manusia.
Contoh
• Acyclovir (Zovirax)
Analog nukleosida purin sintetis dengan aktivitas melawan sejumlah virus herpes, termasuk herpes simplex dan varicella-zoster. Sangat selektif untuk sel yang terinfeksi virus karena afinitasnya yang tinggi untuk enzim thymidine kinase virus. Efek ini berfungsi untuk memusatkan asiklovir monofosfat ke dalam sel yang terinfeksi virus. Monofosfat kemudian dimetabolisme menjadi bentuk aktif trifosfat oleh kinase seluler.
Dosis ganda disarankan untuk proctitis herpes simplex atau infeksi okular. Infeksi okular juga dapat diobati dengan acyclovir topikal. Tersedia suspensi oral (40 mg / mL). Insial dosis Aciclovir 400mg PO, TDS selama 5 - 10 hari
Bentuk & Kekuatan Dosis:larutan injeksi 50mg / mL, suspensi oral 200mg / 5mL bubuk untuk injeksi500mg / vial 1g / vial, tablet 400mg 800mg, kapsul 200mg

Modifikasi Dosis
Penyesuaian dosis berdasarkan klirens ginjal dan rejimen dosis normal
200 mg setiap 4 jam 0-10 mL / menit / 1,73 m²:
200 mg q12hr > 10 mL / menit / 1,73 m²:
200 mg q4hr (lima kali sehari) 400 mg setiap 12 jam 0-10 mL / menit / 1,73 m²:
200 mg q12hr > 10 mL / menit / 1,73 m²:
400 mg q12hr 800 mg setiap 4 jam 0-10 mL / menit / 1,73 m²:
800 mg q12hr 10-25 mL / menit / 1,73 m²:
800 mg q8hr > 25 mL / menit / 1,73 m²: 800 mg q4hr (lima kali sehari)
Penyesuaian dosis berdasarkan bentuk sediaan
Kerusakan ginjal (IV)
CrCl 25-50 mL / min / 1,73 m²: Berikan dosis yang direkomendasikan q12hr
CrCl 10-25 mL / min / 1,73 m²: Berikan dosis yang direkomendasikan q24hr
CrCl <10 mL / min / 1,73 m²: Berikan 50% dari dosis yang direkomendasikan q24hr

Kerusakan ginjal (PO)
Dosis normal 200 mg q4hr atau 400 mg q12hr dan CrCl <10 mL / min / 1,73 m²: Turun menjadi 200 mg q12 jam
Dosis normal 800 mg q4hr dan CrCl 10-25 mL / menit / 1,73 m²: Turun menjadi 800 mg q8hr
Dosis normal 800 mg q4hr dan CrCl <10 mL / min / 1,73 m²: Turun menjadi 800 mg q12 jam

Efek samping
> 10%
Oral : Malaise (≤12%)

1-10%
Parenteral :
Peradangan atau flebitis di tempat suntikan (9%)
Mual (7%)
Muntah (7%)
Ruam atau gatal-gatal (2%)
Peningkatan kadar transaminase (1-2%)

Oral :
Mual (2-5%)
Muntah (≤3%)
Diare (2-3%)
Sakit kepala (2%)

<1%
Sakit perut
Agresi / kebingungan
Agitasi
Alopecia
Anafilaksis
Anemia
Angioedema
Anorexia
Ataxia
Koma
Koagulasi intravaskular diseminata (DIC)
Pusing
Kelelahan
https://reference.medscape.com/drug/zovirax-acyclovir-342601#4
http://www.sti.guidelines.org.au/sexually-transmissible-infections/herpes#follow-up
https://www.webmd.com/genital-herpes/understanding-genital-herpes-treatment
2. Aspergilosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
1. Patogenesis
ada empat jenis utama dari aspergillosis:
a. Alergi bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) adalah bentuk paling ringan dari aspergillosis dan biasanya mempengaruhi orang-orang dengan asma atau fibrosis kistik (kondisi warisan di mana paru-paru bisa terpasang dengan lendir).
b. Aspergilloma adalah tempat jamur memasuki paru-paru dan kelompok bersama untukmembentuk simpul padat jamur, yang disebut bola jamur. Aspergilloma adalah kondisi jinak yang mungkin pada awalnya tidak menimbulkan gejala,
. c. Kronis necrotizing asper-gillosis (CNA) adalah penyebaran, infeksi kronis lambat paru-paru. Hal ini biasanya hanya mempengaruhi orang-orang dengan kondisi paruparu yang sudah ada, atau orangorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
d. Aspergillosis paru invasif (IPA) adalah infeksi umum pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah karena sakit atau mengambil imunosupresan. Ini adalah bentuk paling serius dari aspergillosis yang dimulai di paru-paru yang kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh.
Gejala dan Tanda-tanda Aspergillosis
2.Tanda-tanda dan gejala
aspergillosis bervariasi. Berikut adalah di antaranya: 1. Reaksi alergi. Beberapa orang dengan asma atau cystic fibrosis akan mengalami reaksi alergi saat terpapar jamur aspergillus. 2. Kumpulan serat jamur. Kumpulan serat jamur dapat terbentuk di paru-paru yang memiliki rongga. Jenis aspergillosis ini disebut aspergilloma. Rongga paru-paru dapat terjadi pada orang yang mengalami penyakit paru-paru serius seperti emfisema, tuberkulosis, dan sarcoidosis. Aspergilloma adalah kondisi jinak yang pada awalnya mungkin tidak menimbulkan gejala, tapi seiring waktu menyebabkan: batuk yang sering berdarah, sesak napas, penurunan berat badan, kelelahan 3. Infeksi. Bentuk paling parah aspergillosis disebut aspergillosis paru invasif. Kondisi ini terjadi ketika infeksi menyebar dengan cepat dari paru-paru melalui aliran darah ke otak, jantung, ginjal, atau kulit. Aspergillosis paru invasif umumnya terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh melemah karena penyakit tertentu Hemoptisis adalah gejala
yang paling umum dari aspergilloma. Gejala lain termasuk suhu tinggi dan batuk. Gejala CNA mencakup batuk terus-menerus yang membawa lendir, hemoptisis, suhu tinggi, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, keringat malam, dan badan terasa tidak enak. Gejala IPA dapat bervariasi tergantung pada keberadaan infeksi menyebar dalam tubuh. Mungkin termasuk suhu tinggi, batuk yang membawa lendir, hemoptisis, menginitis, nyeri dada, dangkal, napas cepat, sakit kepala, dan kelelahan. Kondidi buruk aspergillosis dapat menyebar melalui aliran darah untuk menyebabkan kerusakan organ luas. Gejalanya meliputi demam, menggigil, shock, delirium, kejang, dan pembekuan darah, dapat mengem-bangkan gagal
ginjal, gagal hati (menyebabkan
penyakit kuning), dan kesulitan
bernapas, kematian dapat terjadi dengan cepat.
Kurniadi, D. Penyakit yang disebabkan oleh jamur Aspergillus. http://creatinq.blogspot.com/2 012/07/flie-download-di-sini- bab-i- pendahuluan.html. Diakses tanggal 13 Oktober 2
Sulisthia. 2014 Makalah Aspergillosis. http://sullasthia.blogspot.co.i
Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera Vol. 15 (30) Desember 2017 p-ISSN: 1693-1157, e-ISSN: 2527-9041 MENGENAL ASPERGILLOSIS, INFEKSI JAMUR GENUS ASPERGILLUS
D. Penatalaksanaan penyakit
Penaplaksaan Perawatan dan pengobatan
Perawatan dan pengobatan
aspergillosis dapat dilakukan dengan cara : 1). Observasi: Aspergillomas tunggal biasanya tidak membutuhkan pengobatan, dan obat-obatan biasanya tidak efektif dalam mengobati massa jamur ini. Aspergillomas yang tidak menimbulkan gejala mungkin diperiksa secara ketat dengan bantuan rontgen dada. an.
2). Kortikosteroid oral: Tujuan mengobati alergi aspergilosis bronkopul-moner adalah untuk mencegah asma yang sudah ada atau memburuknya cystic fibrosis. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan kortikosteroid oral. Obat anti-jamur tidak membantu untuk alergi aspergilosis bronkopulmoner, tetapi dapat dikombina-sikan dengan kortikosteroid untuk mengurangi dosis steroid dan meningkatkan fungsi paru-paru.
3). Obat antijamur: Obat ini adalah pengobatan standar untuk aspergillosis paru invasif. Secara historis, obat yang sering digunakan adalah amfoterisin
B, tetapi obat yang lebih baru vorikonazol (Vfend) kini lebih disukai karena tampaknya menjadi lebih efektif dan mungkin memiliki efek samping yang lebih sedikit. Semua obat anti-jamur dapat menyebabkan masalah serius seperti kerusakan hati atau ginjal. Obat juga dapat berinteraksi dengan obat lain jika diberikan kepada orang-orang dengan sistem imun lemah.
Amfoterisin B
Dosis:
oral: untuk kandidiasis intestinal, 100-200 mg tiap 6 jam. Bayi dan Anak-anak, 100 mg 4 kali sehari. Injeksi intravena: infeksi jamur sistemik, dosis percobaan 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250 mcg/kg bb/hari, pelan-pelan dinaikkan sampai 1 mg/kg bb/hari; maksimum 1,5 mg/kg bb/hari atau selang sehari.
Flukonazol
Dosis:
oral, vaginitis dan balanitis kandida, 150 mg dosis tunggal. Kandidiasis mukosa (kecuali genitalia) 50 mg/hari (100 mg/hari untuk infeksi yang sulit sembuh) diberikan selama 7-14 hari, untuk kandidiasis orofarings (maksimal 14 hari, kecuali pasien immunocompromised); 14 hari untuk kandidiasis oral atropikans; 14-30 hari untuk infeksi mukosa lainnya (mis. esofagitis, kandiduria, infeksi bronkopulmoner noninvasif).ANAK, oral atau infus intravena, 3-6 mg/kg bb pada hari pertama, kemudian 3 mg/kg bb per hari (tiap 72 jam pada neonatus usia sampai 2 minggu, tiap 48 jam pada neonatus usia 2-4 minggu). Tinea pedis, korporis, kruris, versikolor dan kandidiasis dermal, per oral, 50mg/hari selama 2-4 minggu (sampai 6 minggu pada tinea pedisDosis:
DEWASA 200 mg/hari bersama makanan, biasanya untuk 14 hari; jika setelah 14 hari respons tidak memadai, lanjutkan hingga setidaknya 1 minggu setelah gejala hilang dan kultur menjadi negatif; maksimum 400 mg/hari. ANAK, 3 mg/kg bb/hari dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Kandidiasis vaginal resisten yang kronis, 400 mg/hari bersama makanan selama 5 hari.);
Ketonazol
Dosis:
DEWASA 200 mg/hari bersama makanan, biasanya untuk 14 hari; jika setelah 14 hari respons tidak memadai, lanjutkan hingga setidaknya 1 minggu setelah gejala hilang dan kultur menjadi negatif; maksimum 400 mg/hari. ANAK, 3 mg/kg bb/hari dosis tunggal atau dalam dosis terbagi. Kandidiasis vaginal resisten yang kronis, 400 mg/hari bersama makanan selama 5 hari.
4). Operasi: Karena obat anti-jamur tidak cukup untuk mengatasi aspergillomas yang parah, operasi untuk mengangkat massa jamur adalah pilihan pengobatan pertama yang diperlukan ketika terjadi pendarahan di paru-paru. Karena operasi sangat berisiko, dokter mungkin menyarankan embolisasi sebagai gantinya.
Pencegahan termasuk: 1. Pakailah masker ketika dekat atau berada di lingkungan berdebu seperti lokasi konstruksi. 2. Hindari aktivitas yang melibatkan kontak dekat dengan tanah atau debu, seperti pekerjaan halaman atau berkebun. 3. Gunakan langkah-langkah perbaikan kualitas udara seperti filter High Efficiency Particulate Air (HEPA). 4. Minum obat antijamur profilaksis jika dianggap perlu oleh penyedia layanan kesehatan. 5. Bersihkan luka kulit dengan sabun dan air, terutama jika cedera telah terkena tanah atau debu (Anonim, 2013).
Barnes PD, Marr KA. 2006. Aspergillosis: spektrum penyakit, diagnosis, dan pengobatan. Menginfeksi Dis Clin Utara Am. 2006
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
Anonim. 2013. Pencegahan Aspergillosis di Hatchery dengan Clinafarm. http://www.novindo.co.id/ind ex.php?option=com_content &view=article&id=41:aspergi llus-prevention-in-hatchery- with- clinafarmr&catid=2:articles& Itemid=3. Diakses tanggal 13 Oktober 201
4. Herpes simpleks
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Patogenesis Herpes Simpleks Virus (HSV)
HSV termasuk dalam kelompok virus herpes alpha. HSV adalah virus yang memiliki envelope dengan diameter sekitar 160 nm dengan genom DNA beruntai ganda. Keseluruhan urutan homologi antara HSV-1 dan HSV-2 adalah sekitar 50%. HSV-1 menginfeksi epitel mulut, sementara HSV-2 menginfeksi epitel genital. Infeksi HSV dimediasi melalui lampiran melalui reseptor di mana-mana ke sel, termasuk neuron sensorik, yang mengarah pada pembentukan latensi. HSV-1 dan HSV-2 dicirikan oleh sifat biologis unik berikut ini :
a. Neurovirulence (kapasitas untuk menyerang dan bereplikasi di sistem saraf)
b. Latensi (pembentukan dan pemeliharaan infeksi laten di ganglia sel saraf proksimal ke situs infeksi): Pada infeksi HSV orofasial, ganglia trigeminal paling sering terlibat, sementara, pada infeksi HSV genital, ganglia akar saraf sakral (S2-S5) ) terlibat.
c. Reaktivasi: Reaktivasi dan replikasi HSV laten, selalu di area yang dipasok oleh ganglia di mana latensi terbentuk, dapat diinduksi oleh berbagai rangsangan (misalnya, demam, trauma, stres emosional, sinar matahari, menstruasi), yang mengakibatkan terbuka atau terselubung infeksi berulang dan penumpahan HSV. Pada orang yang imunokompeten yang memiliki risiko yang sama untuk memperoleh HSV-1 dan HSV-2 baik secara oral maupun genital, HSV-1 lebih sering aktif kembali di mulut daripada di daerah genital. Di sisi lain, HSV-2 mengaktifkan kembali 8-10 kali lebih sering di daerah genital daripada di daerah orolabial. Reaktivasi lebih umum dan berat pada individu dengan sistem imun yang terganggu.
Imunitas seluler merupakan pertahanan penting melawan herpes simplex. Diseminasi infeksi herpes simpleks dapat terjadi pada orang dengan gangguan imunitas sel-T, seperti pada penerima transplantasi organ dan pada individu dengan AIDS. Infeksi herpes simpleks juga dapat memperumit luka bakar atau kerusakan kulit seperti pada dermatitis atopik atau dermatosis alergi lainnya.
Herpes simplex adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh HSV tipe 2 yang daerah infeksinya berada pada organ genital. HSV ditularkan melalui kontak langsung dengan seseorang yang telah terinfeksi HIV (baik bersinggungan antar kulit atau kontak seksual). Infeksi virus pada organ kemaluan (genital herpes), umumnya ditularkan melalui hubungan seksual, walaupun tidak menutup kemungkinan proses autoinokulasi dapat juga menjadi penyebabnya
Manusia adalah satu-satunya host alami untuk HSV, virus ini menyebar melalui kontak, tempat yang biasa untuk implantasi atau penularan adalah melalui kulit atau selaput lendir. Bagian pertengahan dan basal mengalami achantolysis yang mengarah ke mengarah ke pembentukan vesikel. Selama infeksi primer, HSV menyebar secara lokal dan terjadi viraemia singkat, di mana virus disebarluaskan di dalam tubuh. HSV dapat bebas dari respon imun dan bertahan dalam keadaan laten di jaringan tertentu.
https://emedicine.medscape.com/article/218580-overview
(ISO Farmakoterapi, 2013 : 190)
http://virology-online.com/viruses/HSV2.htm
D. Penatalaksanaan penyakit
Penatalaksanaan penyakit
a. Initial episode
• Tujuan terapi : menghilangkan gejala dan mempercepat pemulihan, dapat melibatkan beberapa golongan obat antara lain, analgesic, anestesi topical. Contoh : salep lidokain 5%, anti virus
• Terapi : Asiklovir 400mg 3x sehari atau 200mg 5x sehari selama 7-10 hari
Valasiklovir 500-1000mg 2x sehari selama 7-10 hari
b. Recurrent episode (untuk infeksi ulangan)
1) Terapi Episodik
• Untuk : pasien yang tidak sering mengalami infeksi ulangan dan hanya menunjukkan gejala ringan saat terjadi infeksi ulangan
• Tujuan terapi : untuk menekan gejala, bukan untuk mengurangi frekuensi terjadinya infeksi ulangan
• Terapi : Asiklovir -- 200mg 5x sehari selama 5 hari
400mg 3x sehari selama 5 hari
800mg 2x sehari selama 5 hari
Valasiklovir – 500mg 2x sehari selama 3-5 hari
1000mg perhari selama 5 hari
2) Terapi Supresif
• Untuk : pasien yang sering sekali mengalami infeksi ulangan (>6x infeksi ulangan pertahun)
• Tujuan terapi : untuk mengurangi frekuensi terjadinya infeksi ulangan
• Lama penggunaan supresif terapi maksimal 1 tahun
• Terapi : Asiklovir – 400mg 2x sehari
200mg 3-5x sehari
Valasiklovir – 500mg perhari
1000mg perhari untuk pasien dengan infeksi ulangan > 9 kali
(ISO Farmakoterapi, 2013 : 196)
2. Aspergilosis
B. Patogenesis dan gejala penyakit
Infeksi Aspergillus pada umumnya didapat dengan cara inhalasi conidia ke paru-paru walaupun cara yang lain dapat juga dijumpai seperti terpapar secara lokal akibat luka operasi, kateter intravenous dan armboard yang terkontaminasi. Invasif aspergillosis jarang dijumpai pada pasien immunokompeten. Spesies Aspergillus pada umumya memproduksi toksin / mikotoksin yang dapat berperan pada manifestasi klinis yaitu aflatoxins,achratoxin A, fumagillin dan gliotoxins. Gliotoxins dapat menurunkan fungsi makrofag dan neutrophil.
Jamur Aspergillus sp dapat menghasilkan
beberapa mikotoksin. Salah satunya adalah aflatoksin yang paling sering dijumpai pada hasil panen pertanian serta bahan makanan pokok di banyak negara berkembang sehingga mengancam keamanan pangan. Aflatoksin adalah jenis toksin yang bersifat karsinogenik dan hepatotoksik. Manusia dapat terpapar oleh aflatoksin dengan mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh toksin hasil dari pertumbuhan jamur ini. Kadang paparan sulit dihindari karena pertumbuhan jamur didalam makanan sulit untuk dicegah.
Tanda-tanda dan gejala aspergillosis bervariasi. Berikut adalah di antaranya: 1. Reaksi alergi. Beberapa orang dengan asma atau cystic fibrosis akan mengalami reaksi alergi saat terpapar jamur aspergillus. Tanda dan gejala dari kondisi yang dikenal sebagai alergi bronchopulmonary aspergillosis, meliputi: demam, batuk yang disertai darah dan lendir, memburuknya asma
Patterson TF. Aspergillosis. In: Dismuskes WE, Pappas PG, Sobel JD editor. Clinical Mycology. Oxford University Press, INC, 2003 :221-35.
Mizana, Dina Khaira dkk. 2016. Identifikasi Pertumbuhan Jamur Aspergillus Sp pada Roti Tawar yang Dijual di Kota Padang Berdasarkan Suhu dan Lama Penyimpanan. Padang : jurnal kesehatan andalas 2016
Hasanah, uswatun. 2017. MENGENAL ASPERGILLOSIS, INFEKSI JAMUR GENUS ASPERGILLUS. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera Vol. 15 (30)
D. Penatalaksanaan penyakit
Perawatan dan pengobatan aspergillosis dapat dilakukan dengan cara : 1). Observasi: Aspergillomas tunggal biasanya tidak membutuhkan pengobatan, dan obat-obatan biasanya tidak efektif dalam mengobati massa jamur ini. Aspergillomas yang tidak menimbulkan gejala mungkin diperiksa secara ketat dengan bantuan rontgen dada. Jika kondisiterus berkembang, penggunaan obat anti-jamur mungkin disarankan. 2). Kortikosteroid oral: Tujuan mengobati alergi aspergilosis bronkopul-moner adalah untuk mencegah asma yang sudah ada atau memburuknya cystic fibrosis. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan kortikosteroid oral. Obat anti-jamur tidak membantu untuk alergi aspergilosis bronkopulmoner, tetapi dapat dikombina-sikan dengan kortikosteroid untuk mengurangi dosis steroid dan meningkatkan fungsi paru-paru. 3). Obat anti￾jamur: Obat ni adalah pengobatan standar untuk aspergillosis paru invasif. Secara historis, obat yang sering digunakan adalah amfoterisin B, tetapi obat yang lebih baru vorikonazol (Vfend) kini lebih disukai karena tampaknya menjadi lebih efektif dan mungkin memiliki efek samping yang lebih sedikit. Semua obat anti-jamur dapat menyebabkan masalah serius seperti kerusakan hati atau ginjal. Obat juga dapat berinteraksi dengan obat lain jika diberikan kepada orang-orang dengan sistem imun lemah. 4). Operasi: Karena obat anti-jamur tidak cukup untuk mengatasi aspergillomas yang parah, operasi untuk mengangkat massa jamur adalah pilihan pengobatan pertama yang diperlukan ketika terjadi pendarahan di paru-paru. Karena operasi sangat berisiko, dokter mungkin menyarankan embolisasi sebagai gantinya. Dalam embolisasi ahli radiologi akan mengulir kateter kecil ke dalam arteri yang memasok darah ke rongga yang berisi bola jamur dan menyuntikkan bahan yang menyumbat arteri. Meskipun prosedur ini dapat menghentikan pendarahan masif, tetapi pendarahan bisa saja terulang. Embolisasi umumnya dianggap sebagai pengobatan sementara .
Aspergilosis umumnya menyerang saluran nafas, namun pada pasien immunocompromised berat, bentuk invasifnya dapat mengenai sinus, jantung, otak dan kulit. Vorikonazol merupakan obat pilihan; amfoterisin (formulasi liposomal l lebih disukai bila terjadi gangguan ginjal) dan itrakonazol merupakan alternatif pada pasien yang gagal diterapi dengan amfoterisin. Infus amfoterisin intravena digunakan untuk infeksi jamur sistemik dan aktif terhadap sebagian besar jamur dan ragi. Obat ini terikat kuat pada protein plasma dan penetrasinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh buruk. Amfoterisin bersifat toksik dan efek samping sering terjadi. Sediaan amfoterisin dalam lipid bersifat kurang toksik dan direkomendasikan bila sediaan konvensional dikontraindikasikan karena toksisitasnya, terutama nefrotoksisitas atau jika respon terhadap amfoterisin konvensional tidak memuaskan.Injeksi intravena: infeksi jamur sistemik, dosis percobaan 1 mg selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 250 mcg/kg bb/hari, pelan-pelan dinaikkan sampai 1 mg/kg bb/hari; maksimum 1,5 mg/kg bb/hari atau selang sehari. Biasanya diperlukan terapi jangka panjang. Jika terputus lebih dari 7 hari, ulangi lagi dengan dosis 250 mcg/kg bb/hari dan dinaikkan pelan-pelan. Mikosis sistemik berat dan atau deep mycosis: terapi dapat dimulai dengan dosis harian 1,0 mg/kg bb berat badan. Dosis dapat ditingkatkan jika dibutuhkan menjadi dosis yang direkomendasikan yaitu 3,0 - 4,0 mg/kg bb. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien.

Barnes PD, Marr KA. 2006. Aspergillosis: spektrum penyakit, diagnosis, dan pengobatan. Menginfeksi Dis Clin Utara Am. 2006. September, 20 (3): 545-61, vi.
Hasanah, uswatun. 2017. MENGENAL ASPERGILLOSIS, INFEKSI JAMUR GENUS ASPERGILLUS. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera Vol. 15 (30)
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/53-anti-jamur
1. Kandidiasis
A. Tinjauan umum penyakit
asdfasdf
adfadsf
B. Patogenesis dan gejala penyakit
asdfasdf
asdfadf

Copyright © Think like a learner...! by Yori Yuliandra